Terganjal Keuangan Rekind, KPPIP Kejar Target Proyek JTB Selesai 2022
- Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) mengejar penyelesaian konstruksi proyek Lapangan Unitisasi Gas Jambaran – Tiung Biru (JTB) untuk selesai di 2022.

Daniel Deha
Author


JAKARTA -- Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Kementerian Koordinator Perekonomian terus mengejar penyelesaian konstruksi proyek Pengembangan Lapangan Unitisasi Gas Jambaran – Tiung Biru (JTB) untuk selesai di tahun 2022. Sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN), produksi gas lapangan ini akan mencapai 192 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD).
Ketua Pelaksana KPPIP Wahyu Utomo mengatakan proyek JTB terhambat karena masalah finansial PT Rekayasa Industri (Rekind) sebagai kontraktor konstruksi. Padahal, Pertamina EP Cepu sebagai pemilik proyek sudah beres, bahkan mempercepat pembayarannya.
"Fisiknya mundur ke 2022. Itu isu kontraktor. Yang penting begini, Pertamina sudah membayar, yang kita tunggu adalah supaya dia tetap 2022 selesai. Itu yang kami lakukan," ujar Wahyu saat Media Gathering KPPIP, Rabu (15/12).
Wahyu menjelaskan pihaknya tidak bisa intervensi secara langsung karena hal tersebut menjadi kewenangan kementerian teknis.
"Kami hanya mengingatkan, sekarang kondisinya sudah beres pembiayaan, tinggal kita kejar penyelesaian konstruksinya," jelasnya.
- Tingkatkan Kenyamanan Pengendara, Jasa Marga Lakukan Perbaikan di Tol Jakarta-Tangerang
- Debut Saham BSML Sukses Ditutup di Zona Hijau, Terbang 34,19%
- Perusahaannya Untung, Bos Krakatau Steel Borong 2,4 Juta Saham KRAS
Jadwal On Stream Proyek Lapangan Unitisasi Gas JTB hampir dipastikan mundur. Hingga penghujung 2021, pengerjaan proyek tersebut baru mencapai 94,71%.
Mundurnya jadwal On Stream lapangan JTB diduga adanya faktor kesulitan yang dialami Rekind sebagai kontraktor utama. Padahal, Rekind sudah menerima pembayaran lunas dari PT Pertamina EP Cepu (PEPC) sebagai pemilik wilayah kerja JTB.
Sebagai catatan, proyek Lapangan Gas JTB dikerjakan konsorsium Rekind, PT Rekayasa Engineering, dan PT Enviromate Technology International.
Sejumlah persoalan finansial dari Rekind selaku kontraktor utama terungkap dari beberapa laporan seperti adanya tunggakan pembayaran tagihan kepada pengusaha lokal yang terlibat hingga sebagian pekerja yang belum menerima gaji.
Sebelumnya, Sekretaris Jendral Ikatan Ahli Teknik Minyak Indonesia (IATMI) Hadi Ismoyo menilai, mundurnya proyek ini akan berdampak negatif terhadap hulu hingga hilir migas. Dari sisi hulu, nilai keekonomian proyek semakin menurun. Sementara di sisi hilir akan menghilangkan kesempatan industri di Jawa Tengah mendapat gas lebih awal.
“Merembet pula ke sektor transporter gas, pipa Gresik-Semarang ya," katanya.
Hadi menambahkan, meskipun cadangan gas produktif tetap ada, namun dalam skala waktu, IRR proyek JTB akan terus tergerus, sehingga akan terjadi potensi kerugian ekonomi akibat keterlambatan jadwal on stream.
"Karena tidak ada intensi apapun dari SKK Migas dan KKKS untuk memperlambat proyek. Semua stakeholder ingin agar proyek selesai tepat waktu," jelasnya.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebelumnya menyatakan gas dari JTB sangat diandalkan dalam pemenuhan kebutuhan energi di Jawa Timur maupun Jawa Tengah.
“Saya sangat mengharapkan proyek ini mampu berkontribusi pada kemandirian energi nasional. Apalagi, saat ini situasi dunia tengah mengalami krisis energi,” kata Wakil Menteri BUMN I, Pahala Mansury.
Proyek JTB diharapkan menjadi salah satu penghasil gas terbesar di Indonesia. Nantinya, sebanyak 100 MMSCFD gas ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik milik PT PLN (Persero).
Dengan belanja modal proyek JTB sebesar US$1,5 miliar, suplai dari JTB akan memasok ketersediaan gas di Pulau Jawa, sehingga mampu meningkatkan kemajuan ekonomi masyarakat.

Rizky C. Septania
Editor
