Industri

Pertamina Lepas Penjualan Perdana Kondensat Limau Timur sebanyak 200 Barel

  • JAKARTA – PT Pertamina (Persero) melalui Petrochemical Regional Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) melakukan penjualan perdana kondensat Limau Timur sebanyak 200
<p>Foto:  petrokimia-gresik.com </p>

Foto: petrokimia-gresik.com

(Istimewa)

JAKARTA – PT Pertamina (Persero) melalui Petrochemical Regional Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) melakukan penjualan perdana kondensat Limau Timur sebanyak 200 barel.

“Pertamina berupaya mengembangkan layanan dan menyediakan produk-produk petrokimia melalui diversifikasi produk untuk mendukung kebutuhan industri domestik,” mengutip pernyataan Unit Manager Communication Relation & CSR Pertamina Regional Sumbagut Taufikurachman dalam keterangan resmi, Jumat, 16 Juli 2021.

Ia menjelaskan, kondensat merupakan turunan dari gas alam yang dimurnikan menjadi bentuk cair. Tujuannya agar bisa digunakan sebagai pelarut untuk industri cat, farmasi, lem, dan beberapa aplikasi lainnya.

Adapun kondensat Limau Timur ini diproduksi dari Pertamina Hulu Rokan, kemudian melalui Petrochemical Pertamina produk ini dijual ke distributor resmi, yakni PT Sumber Wira Lestari.

Selanjutnya, distributor tersebut akan menjual kembali ke end user sebagai bahan baku industri cat, farmasi, lem dan lain-lain.

Produksi Petrokimia

Sebagai informasi, produksi petrokimia salah satunya dilakukan oleh PT Kilang Pertamina Internasional (KPI). Pada kuartal I-2021, realiasasi produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan petrokimia sebesar 79%.

Direktur Utama KPI Djoko Priyono mengatakan, capaian tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan target pada Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang sebesar 78%.

Menurutnya, optimasi kilang dan efisiensi biaya operasional menjadi faktor utama yang mendorong kinerja tersebut.

“Optimasi kilang dilakukan lewat produksi produk bernilai tinggi (high valuable product) sesuai dengan pergerakan crack spread alias perbedaan antara harga minyak mentah sebagai bahan baku, dengan harga produk yang dihasilkan kilang,” jelas Djoko dalam keterangan resmi, Rabu, 19 Mei 2021.

Selain itu, optimasi kilang juga dilakukan dalam proses pengadaan crude atau minyak mentah.  Adapun plant availability factor (PAF) yang merupakan indikator keandalan operasi kilang atas perencanaan operasi, kata Djoko presentasinya hampir 100%. Capaian ini lebih tinggi dibandingkan dengan RKAP yang dipatok sebesar 99%.

Selanjutnya, indeks intensitas penggunaan energi untuk produksi di kilang atau energy intensity index (EII) tercatat di angka 108,6. Angka ini lebih rendah dari RKAP sebesar 109. Djoko menegaskan, realisasi EII yang kecil menunjukkan kinerja semakin baik. (RCS)