Tren Pasar

Prospek Cerah Sektor Properti 2026: Saham SMRA, PWON, dan SSIA Jadi Andalan

  • Sektor properti dinilai masih undervalued dengan potensi rerating di 2026. Analis merekomendasikan saham SMRA, PWON, dan SSIA berkat fundamental kuat, stabilitas suku bunga, serta dukungan kebijakan pemerintah.
Pameran Property Podomoro - Panji 5.jpg
Pengunjung meihat maket usai peresmian pembukaan pameran properti Kota Podomoro Tenjo yang berlangsung di Central Park Mall, Jakarta Selasa 17 September 2024. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia (trenasia.com)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Rekomendasi overweight untuk saham sektor properti tetap dipertahankan, seiring valuasi yang masih tergolong murah. Saham-saham properti saat ini dinilai masih diperdagangkan dengan diskon 50–60% terhadap nilai aset bersih (RNAV), sehingga berpotensi mengalami rerating dalam waktu dekat.

Dalam riset Ciptadana Sekuritas Asia dikutip Rabu,15 Oktober 2025, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) disebut memiliki keunggulan berkat diversifikasi township dan kinerja penjualan yang solid, terutama di kawasan satelit seperti Serpong dan Bekasi. 

Sementara PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) menawarkan pendapatan berulang yang stabil dari bisnis sewa mal dan hotel, serta prospek tambahan dari ekspansi pusat perbelanjaan baru.

Saham PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) juga mendapat perhatian dengan target harga yang dinaikkan menjadi Rp2.340 per saham dari sebelumnya Rp1.930. Kenaikan target tersebut mencerminkan proyeksi laba yang membaik serta potensi revaluasi aset di kawasan industri milik perusahaan.

Sektor Properti Masih Atraktif di 2026

Ciptadana menilai sektor properti masih memiliki prospek positif pada 2026, didukung oleh stabilitas suku bunga, dukungan kebijakan pemerintah, serta potensi rerating valuasi saham. 

Investor disarankan fokus pada saham SMRA, PWON, dan SSIA yang memiliki fundamental kuat dan prospek pertumbuhan solid, terutama di tengah pemulihan daya beli masyarakat dan berlanjutnya pembangunan infrastruktur.

Di segmen ritel properti, performa tetap tangguh. Tingkat hunian mal utama di Jakarta diperkirakan stabil di kisaran 85–90%, sementara mal sekunder didukung oleh diversifikasi penyewa serta ekspansi tenant F&B. 

Pada sektor perkantoran, tingkat hunian diperkirakan bertahan di 75% untuk kawasan CBD dan 71% di luar CBD, terutama karena permintaan dari sektor minyak dan gas, keuangan, serta lembaga pemerintah.

Tabel: Valuasi Saham Properti

Illustration

Sumber: riset Ciptadana Sekuritas Asia (14/10)

Prospek Pasar Properti Residensial 2026

Pasar properti residensial diproyeksikan stabil sepanjang 2026. Faktor pendorong utama berasal dari stimulus fiskal dan moneter, kebijakan akomodatif Bank Indonesia yang menjaga keterjangkauan KPR, serta insentif pemerintah untuk memperkuat daya beli masyarakat.

Momentum penjualan diprediksi tetap kuat di wilayah pinggiran seperti Bekasi, Serpong, dan Depok, didorong peluncuran proyek baru dan permintaan tertahan (pent-up demand). Meski awal tahun biasanya terjadi perlambatan akibat libur Lebaran dan Imlek, tren penjualan diperkirakan kembali menguat di pertengahan tahun.

Tren Harga dan Strategi Pengembang

Harga rata-rata apartemen di Jakarta pada 2025 tercatat naik tipis menjadi Rp35,9 juta per meter persegi, atau kurang dari 1% secara tahunan. Di kawasan CBD, harga meningkat ke Rp53 juta per meter persegi akibat pasokan baru yang terbatas, sedangkan kawasan pinggiran mencatat rata-rata Rp27 juta per meter persegi dengan kinerja lebih baik.

Untuk menarik minat pembeli, pengembang masih aktif menawarkan beragam promosi, seperti bebas biaya administrasi, paket furnitur, hingga voucher belanja. Setelah insentif PPN sempat dipangkas menjadi 50%, pemulihan insentif penuh hingga 2026 kembali memperkuat sentimen pasar dan meningkatkan kepercayaan konsumen.

Dukungan Pemerintah dan Program Perumahan

Segmen hunian terjangkau tetap menjadi prioritas utama pemerintah melalui program KPR FLPP dengan bunga tetap 5%, uang muka 1%, dan tenor hingga 20 tahun. Program ini juga diperluas lewat Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan, yang memberikan akses pembiayaan tambahan bagi pengembang dan pelaku UMKM konstruksi.

KPR FLPP (Kredit Pemilikan Rumah – Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) merupakan skema pembiayaan bersubsidi dari pemerintah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), agar dapat membeli rumah dengan syarat ringan.

Pemerintah menargetkan pembangunan tiga juta rumah baru di bawah pemerintahan Prabowo–Gibran. Hingga akhir September 2025, telah tersalurkan 198.766 unit rumah FLPP senilai Rp24,67 triliun, melalui kerja sama dengan 40 bank dan lebih dari 10.000 pengembang di seluruh Indonesia.