Tren Global

Kontroversial, Tony Blair Calon Pimpinan Otoritas Transisi Gaza Pascaperang

  • Tony Blair dikabarkan akan pimpin badan transisi Gaza pascaperang. Rencana ini didukung AS dan sedang dibahas untuk mandat PBB.
Mantan PM Inggris Tony Blair.
Mantan PM Inggris Tony Blair. (occrp.org ( Enrique Shore/Alamy Stock Photo))

JAKARTA, TRENASIA.ID - Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, dikabarkan akan memimpin sebuah badan internasional sementara untuk mengelola Gaza pascaperang. 

Rencana ini didukung Amerika Serikat dan sedang dibahas dalam proposal resmi, dengan nama Gaza International Transitional Authority (GITA) atau Otoritas Transisi Internasional Gaza.

Dilansir lamam The Guardian, Senin, 29 September 2025, GITA dirancang sebagai otoritas politik dan hukum tertinggi di Gaza selama masa transisi. Masa tugasnya direncanakan selama lima tahun, sebelum kendali penuh diserahkan kembali kepada pihak Palestina.

Badan ini akan memiliki fungsi komprehensif, mulai dari mengawasi proses pemerintahan, memastikan stabilitas keamanan, hingga mempersiapkan sistem administratif lokal. Struktur kepemimpinan GITA mencakup dewan beranggotakan tujuh orang dengan Tony Blair sebagai ketua, serta sekretariat beranggotakan maksimal 25 orang.

Model kelembagaannya disebut merujuk pada pengalaman transisi di Timor Timur dan Kosovo, yang diawasi oleh badan internasional sebelum penyerahan kekuasaan ke pemerintahan lokal.

Baca Juga : Harga Emas Dunia Nyaris Sentuh Rp62 Juta, Diprediksi Bullish hingga 2026

Basis di Mesir, Didukung Mandat Internasional

Menurut The Guardian, GITA direncanakan akan beroperasi sementara dari el-Arish, Mesir, wilayah dekat perbatasan selatan Gaza. Setelah situasi keamanan membaik, pusat operasi akan dipindahkan ke Gaza dengan dukungan pasukan multinasional di bawah koordinasi PBB.

Proposal ini mendapatkan dukungan kuat dari Amerika Serikat dan diarahkan untuk memperoleh mandat resmi PBB. Negara-negara Teluk juga disebut tengah didekati untuk memberikan dukungan politik dan pendanaan.

Rencana penunjukan Tony Blair sebagai pimpinan GITA memicu perdebatan tajam. Blair masih dianggap sebagai figur yang sangat kontroversial, terutama karena perannya dalam menyeret Inggris ke Perang Irak 2003 berdasarkan intelijen yang keliru.

Di mata banyak warga Palestina, Blair adalah tokoh yang dianggap menghambat upaya mereka untuk meraih status kenegaraan, sehingga kehadirannya dalam struktur transisi dianggap problematik. Meski demikian, kantor Blair menegaskan bahwa ia tidak mendukung pemindahan paksa warga Gaza atau kebijakan yang bertentangan dengan hukum internasional.

Baca Juga : Badai Telah Berlalu? Analis Jagokan Sektor Telekomunikasi, TLKM Jadi Pilihan Utama

Rencana Arab vs GITA

Rencana GITA muncul di tengah berbagai proposal alternatif untuk masa depan Gaza. Otoritas Palestina dan Hamas sebelumnya lebih menyambut baik rencana Arab, yang mengusulkan pemerintahan sementara dijalankan oleh komite ahli independen, bukan otoritas asing.

Dalam konteks politik yang lebih luas, beberapa negara Barat seperti Inggris, Prancis, Kanada, dan Australia baru-baru ini mengakui Negara Palestina secara resmi, menandai perubahan signifikan dalam dinamika diplomatik internasional.

Hingga kini, rencana pembentukan GITA masih berada di tahap diskusi awal. Belum ada kepastian apakah Tony Blair akan benar-benar menerima peran tersebut, atau bagaimana penerimaan publik di Gaza jika skema ini dijalankan. 

Namun, proposal ini jelas menandai babak baru perdebatan tentang siapa yang akan mengelola Gaza setelah perang yang menghancurkan wilayah tersebut.