Jurus Diet Ketat KFC (FAST): Tutup Gerai, PHK Karyawan, Tambah Utang
- PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pengelola KFC, menutup 19 gerai dan PHK 400 karyawan demi efisiensi. Ironisnya, utang justru naik jadi Rp3,97 triliun. Namun, rugi bersih menyusut signifikan, memunculkan sinyal awal pemulihan meski fondasi keuangan masih rapuh.

Alvin Bagaskara
Author


Ilustrasi KFC Indonesia. / Facebook @kfcindonesia
(Istimewa)JAKARTA, TRENASIA.ID – Emiten pengelola gerai KFC, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), kini sedang menjalankan langkah penghematan yang menyakitkan. Perusahaan tercatat telah menutup 19 gerai dan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 400 karyawannya sepanjang tahun ini.
Ironisnya, di tengah program efisiensi besar-besaran ini, total utang perusahaan justru dilaporkan meningkat hingga mencapai Rp3,97 triliun. Langkah yang terlihat kontradiktif ini sontak memicu pertanyaan besar di kalangan para investor.
Namun, di balik langkah berat ini, ada sinyal pemulihan pertama yang mulai terlihat: rugi bersih perusahaan menyusut signifikan. Lantas, apa sebenarnya strategi ini dan apakah sudah mulai menunjukkan hasil? Mari kita bedah tuntas.
1. Langkah Berat: Tutup 19 Gerai & PHK 400 Karyawan
Manajemen secara terbuka mengakui telah melakukan langkah-langkah efisiensi yang agresif. Direktur Fast Food Indonesia, Wachjudi Martono, menjelaskan bahwa penutupan gerai dan pengurangan karyawan adalah bagian dari upaya untuk menyehatkan kembali operasional.
Menurutnya, langkah ini diambil untuk menyesuaikan jumlah kru dengan volume transaksi yang ada di setiap gerai. Ini adalah langkah berat yang harus ditempuh untuk membuat kinerja setiap gerai menjadi lebih efisien.
“Kami melakukan efisiensi di segala bidang dan operasi. Sesuaikan jumlah crew dengan transaksi, sehingga ada performa gerai yang efisien,” ujar Wachjudi dalam public expose insidentil pada Kamis, 2 Oktober 2025.
2. Anomali Utang: Kenapa Justru Ditambah?
Di sinilah letak anomali yang paling menarik. Di saat perusahaan sedang berhemat, total liabilitasnya justru meningkat 16,84%, didorong oleh kenaikan utang bank jangka pendek dan jangka panjang.
Namun, Wachjudi menjelaskan bahwa ini bukanlah sekadar menambah utang, melainkan sebuah strategi refinancing. Perusahaan melunasi utang-utang lama yang bersifat jangka pendek, lalu menggantinya dengan fasilitas utang baru yang tenornya lebih panjang.
“Perubahan [liabilitas] itu terjadi karena kami pada 2025 melakukan refinancing atas liabilitas yang ada...di-rollover ke sifatnya yang lebih panjang,” kata Wachjudi, menjelaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk memberikan ruang gerak yang lebih panjang bagi keuangan perusahaan.
3. Sinyal Pemulihan: Rugi Menyusut Signifikan
Langkah efisiensi ini ternyata mulai menunjukkan hasil awal yang positif. Meskipun pendapatan pada semester I-2025 masih turun 3,12% menjadi Rp2,4 triliun, perusahaan berhasil menekan kerugiannya secara signifikan.
Rugi bersih FAST pada paruh pertama tahun ini tercatat sebesar Rp138,75 miliar. Angka ini jauh lebih baik atau menyusut drastis jika dibandingkan dengan rugi pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp348,83 miliar.
Ini adalah sinyal pemulihan pertama yang menunjukkan bahwa langkah-langkah efisiensi yang dijalankan mulai membuahkan hasil di sisi bottom line, meskipun tantangan di sisi pendapatan masih menjadi pekerjaan rumah yang besar.
4. Fondasi yang Masih Rapuh
Meskipun ada sinyal perbaikan, investor perlu menyadari bahwa fondasi keuangan perusahaan masih cukup rapuh. Total aset perusahaan memang meningkat menjadi Rp4,1 triliun, namun sebagian besar didanai oleh utang.
Posisi ekuitas atau modal perusahaan tercatat hanya sebesar Rp129,94 miliar. Angka yang sangat tipis ini menunjukkan bahwa penopang finansial perusahaan masih terbatas dan sangat bergantung pada keberhasilan program efisiensi serta strategi refinancing utangnya.

Alvin Bagaskara
Editor
