Dapur ADMR Goyang: Laba Ambles, Penjualan ke Pihak Ketiga Jadi Biang Kerok
- Laba ADMR anjlok 43% di semester I-2025. Pahami penyebabnya, dari penurunan penjualan ke pihak ketiga hingga tekanan dari rugi selisih kurs.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Emiten batu bara metalurgi Grup Adaro, PT Alamtri Minerals Indonesia Tbk (ADMR), melaporkan kinerja keuangan yang penuh tantangan pada semester I-2025. Laba bersih perusahaan ambles 43,51% secara tahunan, terseret oleh anjloknya pendapatan dari penjualan ke pihak ketiga.
Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2025, laba bersih ADMR tercatat sebesar US$140,49 juta (sekitar Rp2,31 triliun). Angka ini turun tajam jika dibandingkan dengan perolehan pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$247,82 juta.
Pelemahan kinerja ini menunjukkan adanya tekanan berat yang datang dari sisi penjualan eksternal. Lantas, siapa saja pelanggan yang mengurangi pembelian, dan bagaimana kondisi keuangan ADMR saat ini? Mari kita bedah tuntas.
1. Rapor Kinerja: Pendapatan dan Laba Kompak Merosot
Penyebab utama dari anjloknya laba bersih ADMR adalah penurunan pada sisi pendapatan. Sepanjang paruh pertama tahun ini, pendapatan usaha perusahaan tercatat turun 26,86% menjadi US$443,94 juta, dari sebelumnya US$607,05 juta.
Jika dibedah lebih dalam, sumber utama tekanan datang dari penjualan hasil tambang kepada pihak ketiga yang merosot tajam. Pos ini anjlok dari US$388,31juta menjadi hanya US$234,11 juta, menunjukkan adanya pelemahan permintaan yang signifikan dari pasar eksternal.
Sebaliknya, pendapatan dari penjualan kepada pihak berelasi, yaitu Adaro International (Singapore) Pte Ltd., justru relatif stabil di angka US$207 juta. Ini menunjukkan bahwa mesin penjualan internal grup masih berjalan kuat.
2. Siapa Saja Pelanggan yang Ngerem Pembelian?
Laporan keuangan merinci siapa saja pelanggan pihak ketiga yang 'ngerem' pembeliannya. Penjualan kepada PT Risun Wei Shan Indonesia terpangkas drastis dari US$ 93,84 juta menjadi hanya US$34,43 juta.
Nasib serupa juga terjadi pada penjualan ke Posco International Corporation. Pendapatan dari raksasa Korea Selatan ini tergelincir menjadi hanya US$12,97 juta, dari sebelumnya yang mencapai US$77,77 juta.
3. Efisiensi Belum Mampu Selamatkan Laba
Di tengah tekanan pendapatan, ADMR sebenarnya berhasil melakukan efisiensi. Beban pokok pendapatan berhasil ditekan -4,81% menjadi US$263,74 juta, sementara beban usaha juga ikut dipangkas -4,36%.
Namun, efisiensi ini ternyata belum cukup kuat untuk menyelamatkan laba. Akibat pendapatan yang turun jauh lebih dalam, laba bruto perusahaan tetap menipis -45,39% menjadi US$180,19 juta.
4. Tsunami dari Fluktuasi Nilai Tukar
Selain dari sisi operasional, kinerja ADMR juga dihantam oleh tsunami dari fluktuasi nilai tukar. Pada semester I-2025, perusahaan harus menelan total kerugian selisih kurs sebesar US$2,66 juta atau setara Rp43 miliar.
Kondisi ini berbanding terbalik 180 derajat dengan periode yang sama tahun lalu. Saat itu, perusahaan justru berhasil mencatatkan keuntungan selisih kurs, menunjukkan betapa besarnya dampak volatilitas mata uang terhadap kinerja bottom line perusahaan.
5. Harta Karun di Balik Laporan: Tumpukan Kas Jumbo
Meskipun laba bersihnya tertekan, neraca keuangan ADMR justru menunjukkan kekuatan yang luar biasa. Posisi kas dan setara kas perusahaan tercatat meningkat menjadi US$429,94 juta, menunjukkan likuiditas yang sangat tebal.
Total aset perusahaan juga ikut menguat menjadi US$2,44 miliar. Meskipun total liabilitas ikut membengkak, posisi ekuitas atau modal yang mencapai US$1,55 miliar menunjukkan fondasi keuangan yang masih sangat kokoh.

Alvin Bagaskara
Editor
