Bitcoin Sentuh Level Terendah, Investor Indonesia Tetap Gagah
- Bitcoin jatuh ke level terendah dalam lebih dari enam bulan, memicu pelemahan pasar kripto global. Namun di tengah tekanan tersebut, Indonesia menunjukkan ketahanan yang cukup kuat: nilai transaksi memang turun, tetapi jumlah investor kripto justru terus bertambah. Apa yang membuat pasar domestik tetap tangguh?

Ananda Astri Dianka
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Pasar kripto global kembali tertekan pada Jumat, 21 November 2025. Bitcoin yang menjadi barometer utama industri kripto sempat jatuh ke level terendah dalam lebih dari enam bulan, menyentuh US$86.325 atau sekitar Rp1,44 miliar. Harga kemudian sedikit pulih dan bergerak di kisaran US$86.990. Pelemahan ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran investor soal peluang pemotongan suku bunga The Fed bulan depan.
Sentimen pasar berubah setelah data ketenagakerjaan Amerika Serikat keluar jauh lebih kuat dari perkiraan. Perekonomian AS menambah 119.000 tenaga kerja pada September, jauh di atas proyeksi 50.000. Data ini membuat pelaku pasar kembali meragukan kemungkinan penurunan suku bunga Desember, dengan peluangnya kini hanya sekitar 40 persen menurut CME FedWatch.
CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, menilai gejolak global itu ikut mempengaruhi pasar dalam negeri, terutama dari sisi volume transaksi. Namun, ia menegaskan bahwa pasar kripto Indonesia masih menunjukkan ketahanan lebih baik dibanding kondisi global.
“Volatilitas global memang berdampak ke aktivitas perdagangan di Indonesia. Tapi menariknya, walaupun nilai transaksi turun, jumlah pengguna kripto justru terus meningkat. Ini menunjukkan minat masyarakat tetap kuat meski pasar sedang cooling down,” ujar Calvin dalam risetnya, Jumat 21 November 2025.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperlihatkan nilai transaksi kripto di Indonesia mencapai Rp409,56 triliun sepanjang Januari–Oktober 2025, turun 13,77 persen dari Rp475 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Namun jumlah investor kripto terus bertambah, mencapai 18,61 juta pada September 2025 atau naik 3,05 persen hanya dalam satu bulan. Secara rata-rata, jumlah investor domestik bahkan tumbuh lebih dari 3 persen setiap bulan.
Tren tersebut menunjukkan bahwa investor lokal bukan mundur dari pasar, melainkan memilih strategi yang lebih hati-hati. Ini juga menggambarkan bahwa pasar domestik masih relatif stabil di tengah tekanan global.
Melihat ke depan, Calvin memproyeksikan perdagangan kripto kemungkinan memasuki fase konsolidasi hingga akhir tahun, seiring sikap tunggu dan lihat pelaku pasar global. Ia menilai kebijakan suku bunga The Fed, tensi geopolitik, aliran likuiditas, hingga masuknya dana institusional akan menjadi penentu utama arah pasar beberapa kuartal ke depan.
“Kita belum melihat tanda-tanda bahwa pasar masuk ke fase bearish struktural. Banyak indikator on-chain, adopsi pengguna, dan aktivitas pengembang masih stabil. Ini lebih mencerminkan pendinginan pasar ketimbang pembalikan tren besar,” katanya.
Calvin juga menilai kebijakan pemerintah akan menjadi penopang penting bagi pasar domestik, mulai dari aturan perpajakan, rencana bursa aset kripto tambahan, hingga edukasi publik. Menurutnya, upaya tersebut bisa memperkuat fondasi industri kripto di Indonesia.
Memasuki 2026, pasar berpotensi bergerak lebih jelas. Skenario penguatan dapat terjadi bila lingkungan makro global membaik: suku bunga menurun, selera risiko kembali naik, dan likuiditas baru masuk ke pasar. Siklus empat tahunan (post-halving) Bitcoin yang secara historis sering memicu penguatan, juga bisa ikut memberi dorongan.
Meski begitu, risiko tetap perlu diwaspadai. Jika tekanan makro berlanjut, pasar mungkin bergerak sideways lebih lama dengan kecenderungan bearish.
“Investor perlu tetap waspada dan memahami risikonya. Tapi kami melihat minat masyarakat Indonesia terus tumbuh. Ini sinyal positif bahwa ekosistem kripto semakin matang dan siap naik kelas dalam jangka panjang,” ujar Calvin mengakhiri.

Ananda Astri Dianka
Editor
