Kredit UMKM Loyo, OJK Bisa Apa?
- Data dari OJK dan Bank Indonesia menunjukkan bahwa tren pertumbuhan kredit UMKM terus mengalami penurunan. Sepanjang 2024, porsi kredit UMKM terhadap total kredit perbankan menurun dari 20,27% pada Maret menjadi hanya 19,5% di akhir tahun. Bahkan pada Februari 2025, pertumbuhan kredit UMKM tercatat hanya 2,51% secara tahunan (year-on-year/yoy), jauh tertinggal dari kredit korporasi yang tumbuh 15,95% yoy.

Idham Nur Indrajaya
Author


JAKARTA — Kredit kepada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengalami perlambatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Meski UMKM merupakan tulang punggung ekonomi nasional, kontribusinya terhadap total kredit perbankan justru terus menurun. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini mengambil langkah strategis melalui penyusunan Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) untuk membuka akses pembiayaan yang lebih mudah, inklusif, dan berkelanjutan bagi pelaku UMKM.
Data dari OJK dan Bank Indonesia menunjukkan bahwa tren pertumbuhan kredit UMKM terus mengalami penurunan. Sepanjang 2024, porsi kredit UMKM terhadap total kredit perbankan menurun dari 20,27% pada Maret menjadi hanya 19,5% di akhir tahun. Bahkan pada Februari 2025, pertumbuhan kredit UMKM tercatat hanya 2,51% secara tahunan (year-on-year/yoy), jauh tertinggal dari kredit korporasi yang tumbuh 15,95% yoy.
Situasi ini turut diperparah oleh tingginya rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) di sektor UMKM. OJK mencatat NPL UMKM per Februari 2025 mencapai 4,15%, lebih tinggi dari rata-rata industri yang hanya 1,76%. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menegaskan bahwa risiko kredit UMKM cukup tinggi, tercermin dari rasio NPL gross sebesar 4,15%, yang berada di atas rata-rata industri perbankan.
- Kejahatan Homo Sapiens di Masa Silam: Warisan Kelam yang Masih Terasa Hingga Kini
- Diabetes Bisa Serang Anak, Berikut Gejala dan Cara Pencegahannya
- Dihadiri Bintang Squid Game hingga One Piece, Berikut Link Nonton Netflix Tudum 2025
Bank Lebih Pilih Korporasi, UMKM Tertinggal
Kondisi ini membuat banyak bank lebih memilih menyalurkan kredit ke segmen korporasi yang dianggap lebih aman. Dalam laporan kinerja sejumlah bank besar, seperti BTN dan CIMB Niaga, terlihat bahwa pertumbuhan kredit mereka justru berasal dari segmen-segmen tertentu di luar UMKM.
Tak hanya dari sisi permintaan, dari sisi penawaran pun bank semakin selektif. Persyaratan agunan yang ketat serta ketentuan underwriting yang konservatif menjadi kendala besar bagi UMKM untuk mengakses pembiayaan. Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, bahkan menyebut bahwa masih banyak bank yang mewajibkan agunan konvensional yang sulit dipenuhi pelaku UMKM.
RPOJK UMKM: Solusi Regulasi untuk Mendorong Pembiayaan
Sebagai respons atas stagnasi pembiayaan ini, OJK tengah menyusun Rancangan Peraturan OJK tentang Akses Pembiayaan kepada UMKM (RPOJK UMKM). Regulasi ini merupakan bagian dari implementasi UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang bertujuan memperkuat sektor keuangan nasional, termasuk UMKM sebagai pilar utama.
Dian Ediana Rae menjelaskan bahwa RPOJK UMKM akan menjadi kerangka regulasi menyeluruh yang berlaku untuk bank maupun Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB). “OJK ingin memastikan adanya kemudahan akses pembiayaan di setiap tahapan bisnis UMKM,” ujarnya melalui jawaban tertulis, dikutip Senin, 5 Mei 2025.
Baca Juga: Biasa Dipakai Konsumsi, Kini Fintech Lending Semakin Dilirik UMKM
Beberapa poin penting dalam RPOJK UMKM meliputi:
- Penetapan kebijakan khusus untuk sektor UMKM dengan pengaturan lebih fleksibel dibandingkan kredit korporasi.
- Skema pembiayaan disesuaikan dengan karakteristik usaha musiman, sektor informal, dan komunitas lokal.
- Penyederhanaan dokumentasi, penilaian kredit alternatif, serta percepatan proses bisnis berbasis digital.
- Mendorong kolaborasi antara bank dan fintech untuk efisiensi pembiayaan mikro.
- Penyesuaian standar penilaian risiko agar tetap prudent namun tidak menghambat akses.
Kebijakan Tambahan dan Program Penunjang
Selain RPOJK, OJK juga menyiapkan berbagai program untuk mendukung perluasan akses kredit UMKM. Beberapa program unggulan tersebut antara lain:
- Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) dan Bangga Berwisata di Indonesia (BBWI), yang bertujuan memperluas pasar UMKM melalui kampanye dan ekosistem digital.
- Kredit/Pembiayaan Melawan Rentenir (K/PMR), menyediakan pembiayaan mudah dengan bunga ringan agar UMKM tidak terjebak lintah darat.
- Kredit/Pembiayaan Sektor Prioritas (KPSP), dengan insentif pembiayaan untuk sektor pangan, pariwisata, pertanian, dan digital.
- Program Business Matching, yang mempertemukan langsung pelaku UMKM dengan lembaga pembiayaan agar kerja sama dapat segera direalisasikan.
Dari sisi ketentuan prudensial, OJK telah menetapkan bahwa kualitas aset kredit UMKM hingga Rp25 miliar hanya dinilai dari ketepatan pembayaran pokok dan bunga, untuk bank yang memenuhi kriteria tertentu. Dalam perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), kredit UMKM juga diberi bobot risiko lebih rendah (45%–85%) dibanding kredit korporasi tanpa peringkat (100%).
Hambatan Regulasi dan Harapan ke Depan
Namun, tantangan masih membayangi. Meski target nasional penyaluran 30% kredit ke UMKM telah lama dicanangkan, regulasi terbaru tidak menetapkan kewajiban kuantitatif tersebut secara eksplisit. Ini membuat bank tidak memiliki insentif kuat untuk menaikkan porsi kredit UMKM.
Sejumlah pihak juga menyoroti belum siapnya infrastruktur keuangan dan rendahnya literasi pelaku UMKM. Dalam hal ini, OJK menekankan pentingnya sinergi antar pihak: pemerintah, perbankan, LKNB, dan pelaku UMKM.
- Korupsi BJB dan Bank Jatim Terkuak, OJK 'Beres-beres' BPD
- Kampanye Unik Jepang dalam Mengedukasi Turis Asing tentang Etika
- Kasus Pagar Laut Nyaris Tenggelam
Pemerintah dan OJK Dorong Transformasi Digital UMKM
Pemerintah turut memperluas program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan target Rp300 triliun pada 2025 dan bunga ringan 6–7% untuk usaha mikro. Subsidi bunga dan penghapusan tagihan kredit macet juga disiapkan bagi UMKM padat karya.
Digitalisasi UMKM menjadi kunci utama ke depan. Kementerian Koperasi dan UKM mendorong penggunaan teknologi informasi untuk mencatat transaksi, sehingga data keuangan UMKM dapat diakses lembaga keuangan untuk proses credit scoring. Hal ini diharapkan menjadi pengganti agunan konvensional yang selama ini menjadi hambatan utama.

Ananda Astridianka
Editor
