Nasional

Melihat Ongkos Berat Pemekaran Daerah

  • Jika seluruh 341 usulan DOB disetujui, negara harus menyediakan dana awal yang sangat besar. Dengan estimasi konservatif Rp300 miliar per kabupaten/kota dan Rp1 triliun per provinsi, kebutuhan anggaran bisa menembus lebih dari Rp100 triliun—angka yang setara dengan pembangunan tahap awal Ibu Kota Nusantara (IKN).
putri-nabila-V3NC4xG_CA0-unsplash.jpg
Peta Indonesia (Unsplash)

JAKARTA – Wacana pemekaran daerah atau pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) kembali mencuat ke permukaan. Hingga April 2025, Kementerian Dalam Negeri mencatat terdapat 341 usulan DOB dari berbagai penjuru Indonesia.

Di balik semangat otonomi dan pemerataan pembangunan, terselip persoalan klasik: tingginya biaya pemekaran yang berpotensi menggerus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda, mengungkapkan bahwa sebagian besar usulan DOB masih berada dalam tahap awal. Hanya sekitar 10% yang telah melengkapi dokumen administratif dasar, seperti dukungan formal dari gubernur dan DPRD provinsi.

Secara administratif, usulan tersebut terdiri dari 42 calon provinsi, 252 kabupaten, 36 kota, enam permintaan status daerah istimewa, dan lima daerah khusus. Namun, kelengkapan administrasi hanyalah salah satu tantangan; yang lebih berat adalah biaya besar yang harus ditanggung negara.

Biaya Fantastis Pemekaran Daerah

Pemekaran wilayah tidak sekadar memenuhi aspirasi politik atau masyarakat, tetapi juga bersinggungan langsung dengan realitas fiskal yang berat. Kementerian Dalam Negeri pernah menolak usulan serupa pada 2019. Saat itu, perhitungan Kemendagri menunjukkan bahwa membentuk satu kabupaten/kota membutuhkan dana sekitar Rp300 miliar, sedangkan satu provinsi baru bisa memakan biaya hingga Rp1 triliun per tahun.

Biaya tersebut mencakup pembangunan gedung pemerintahan seperti kantor bupati, DPRD, dan OPD, serta infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, air bersih, rumah sakit, sekolah, dan fasilitas keamanan. Di luar itu, negara juga harus membentuk birokrasi baru, termasuk merekrut ASN, menggaji pegawai, menyediakan logistik administrasi, dan menyelenggarakan pelatihan.

Jika seluruh 341 usulan DOB disetujui, negara harus menyediakan dana awal yang sangat besar. Dengan estimasi konservatif Rp300 miliar per kabupaten/kota dan Rp1 triliun per provinsi, kebutuhan anggaran bisa menembus lebih dari Rp100 triliun—angka yang setara dengan pembangunan tahap awal Ibu Kota Nusantara (IKN).

Tahun 2019 menjadi catatan penting ketika Kemendagri menolak 314 usulan DOB karena tidak sesuai dengan kemampuan fiskal negara. Saat itu, Menko Polhukam Wiranto menyebut bahwa pemekaran yang masif dapat menjadi "bom waktu" fiskal dan menciptakan ketimpangan baru, terutama di daerah yang belum siap secara ekonomi dan infrastruktur.

Studi Kasus Papua: Pemekaran Cepat, Biaya Berat

Pengalaman pemekaran tiga provinsi baru di Papua menjadi contoh konkret bagaimana keputusan politik dapat berdampak besar terhadap keuangan negara dan tata kelola pemerintahan.

Pada 30 Juni 2022, DPR RI mengesahkan pembentukan tiga provinsi baru di Papua—Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan. Hanya dalam waktu 2,5 bulan sejak pengesahan RUU DOB, pemerintah langsung meresmikan ketiga provinsi tersebut, menjadikannya salah satu proses pemekaran tercepat dalam sejarah Indonesia.

Namun, kecepatan ini diiringi konsekuensi berat. Penambahan wilayah administratif baru secara langsung memengaruhi anggaran Pemilu 2024. Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI harus menyesuaikan seluruh sistem pemilu, termasuk pembentukan KPU dan Bawaslu provinsi, penyesuaian logistik, pencetakan surat suara, serta distribusi ke wilayah terpencil.

Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari, menyebut bahwa perubahan ini membuat anggaran Pemilu 2024 berpotensi membengkak signifikan. Penyesuaian dapil, penambahan kursi DPR/DPD, serta pemilihan kepala daerah baru juga memerlukan anggaran tambahan dan regulasi teknis yang cepat.

Dampak lainnya muncul di sektor keamanan. Kepolisian harus membentuk tiga Polda baru, lengkap dengan personel, struktur organisasi, markas besar, kendaraan operasional, serta rekrutmen polisi lokal yang memahami karakteristik budaya Papua.

Tak kalah penting, pembentukan pemerintahan baru juga menuntut kecepatan. Setelah pelantikan pejabat gubernur sementara oleh Kemendagri pada Agustus 2022, masing-masing provinsi harus membentuk perangkat daerah dalam waktu maksimal tiga bulan. Rekrutmen ASN ditargetkan selesai dalam enam bulan, dengan 80% di antaranya berasal dari Orang Asli Papua (OAP). Target ini memerlukan pelatihan intensif dan sistem SDM yang adaptif, mengingat keterbatasan infrastruktur pendidikan di beberapa wilayah.

Semua kebutuhan ini—dari infrastruktur, penggajian ASN, hingga layanan publik—dibebankan ke APBN. Tak heran jika muncul kekhawatiran: jika model pemekaran seperti Papua direplikasi di daerah lain, APBN bisa terbebani secara jangka panjang dan berkelanjutan.