Korporasi

Kuartal I-2025, SMRA Terhimpit Beban Keuangan dan Arus Kas Negatif

  • Kinerja SMRA melemah akibat beban bunga yang melonjak dan arus kas operasi yang berbalik negatif di tengah biaya operasional yang membengkak.
SUM B- (1).jpg
PT Summarecon Agung Tbk (Summarecon.com)

JAKARTA – PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) menghadapi tekanan keuangan dari dua sisi pada kuartal I-2025. Lonjakan beban bunga dan berbaliknya arus kas operasional ke zona negatif menekan kinerja perusahaan, membuat laba bersih anjlok hingga 46% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Perusahaan membukukan laba bersih Rp238,22 miliar sepanjang Januari–Maret 2025. Angka itu turun tajam dari posisi Rp441,39 miliar pada kuartal I-2024. Pelemahan kinerja ini turut menyeret laba per saham dasar yang menyusut ke Rp14,43 per lembar, dari sebelumnya Rp26,74 pada periode yang sama tahun lalu.

Sementara itu, pendapatan usaha SMRA tercatat Rp2,1 triliun, turun 1,4% secara tahunan dari sebelumnya Rp2,13 triliun. Meskipun turunnya relatif tipis, beban pokok penjualan dan beban langsung tetap tinggi di angka Rp1,03 triliun. Hal ini mendorong laba kotor terkoreksi menjadi Rp1,06 triliun.

Dari sisi operasional, tekanan juga datang dari membengkaknya biaya internal. Beban umum dan administrasi meningkat menjadi Rp312,11 miliar, dari Rp276,53 miliar pada periode sama tahun lalu. Beban penjualan pun ikut melonjak ke Rp125,6 miliar, dari sebelumnya Rp106,84 miliar, mencerminkan kenaikan biaya promosi dan distribusi.

Laba usaha perusahaan turun menjadi Rp629,33 miliar, dari posisi Rp718,16 miliar pada kuartal I-2024. Di saat yang sama, pendapatan keuangan melemah menjadi Rp41,68 miliar, padahal tahun lalu masih sebesar Rp50,44 miliar. Sebaliknya, beban keuangan justru naik signifikan ke Rp268,85 miliar.

Penurunan pendapatan bunga serta kenaikan beban utang membuat laba sebelum pajak terkoreksi ke Rp316,8 miliar. Tahun lalu, angka ini masih berada di kisaran Rp445,96 miliar. Setelah dikurangi beban pajak final dan penghasilan, laba periode berjalan turun menjadi Rp316,04 miliar.

Yang paling menonjol dari laporan kuartalan SMRA kali ini adalah posisi arus kas operasi. Perusahaan membukukan arus kas negatif sebesar Rp61,28 miliar dari aktivitas operasional. Padahal, pada kuartal yang sama tahun lalu, arus kas operasi masih positif senilai Rp319,88 miliar.

Berbaliknya arus kas ini terjadi karena penerimaan dari pelanggan menurun, sementara pembayaran kepada pemasok, karyawan, dan biaya proyek meningkat. Di tengah biaya keuangan yang kian menekan, hal ini memberi sinyal tekanan terhadap likuiditas jangka pendek perusahaan.

Meski begitu, neraca perusahaan masih menunjukkan ketahanan struktur aset dan ekuitas. Total aset per akhir Maret 2025 tercatat sebesar Rp34,24 triliun, naik dari Rp33,53 triliun pada akhir 2024. Persediaan properti masih menjadi pos dominan dengan nilai lebih dari Rp10,7 triliun.

Liabilitas perusahaan naik menjadi Rp20,09 triliun dari Rp19,7 triliun, sementara total ekuitas tumbuh menjadi Rp14,15 triliun. Peningkatan ini sebagian ditopang oleh tambahan setoran modal dari pemegang saham nonpengendali serta saldo laba ditahan yang belum dibagikan.

Struktur neraca yang solid memang memberi ruang untuk bergerak, tetapi tekanan bunga dan lemahnya konversi proyek ke arus kas tetap jadi perhatian. SMRA perlu berhati-hati dalam ekspansi agar tidak memperparah tekanan likuiditas yang sudah mulai terasa sejak awal tahun.

Dengan portofolio township dan pusat perbelanjaan yang sudah matang, SMRA masih memiliki potensi jangka panjang. Namun dalam jangka pendek, keberhasilan menjaga efisiensi biaya dan mengelola utang akan menentukan seberapa tangguh perusahaan bertahan di tengah tekanan pasar properti.