Talangi Kopdes Merah Putih, Bank BUMN Butuh Rp375 Triliun
- Pembangunan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih di penjuru Nusantara diperkirakan membutuhkan dana sekitar Rp375 triliun. Dana tersebut rencananya diambil dari skema pinjaman bank-bank BUMN. Nantinya, koperasi diharapkan mencicil pinjaman tersebut dari dana desa setiap tahun.

Chrisna Chanis Cara
Author


JAKARTA—Pembangunan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih di penjuru Nusantara diperkirakan membutuhkan dana sekitar Rp375 triliun. Dana tersebut rencananya diambil dari skema pinjaman bank-bank BUMN. Nantinya, koperasi diharapkan mencicil pinjaman tersebut dari dana desa setiap tahun.
Informasi yang dihimpun TrenAsia.con, pembangunan Kopdes Merah Putih di sebuah desa membutuhkan biaya Rp3 miliar hingga Rp5 miliar. Artinya, bank BUMN perlu menggelontorkan pinjaman hingga Rp375 triliun untuk pendirian koperasi di tiap desa. Sebagai informasi, ada sekitar 75 ribu desa di Indonesia.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, mengatakan Kopdes Merah Putih bakal dibentuk di semua desa serta mendapatkan dukungan pemerintah. Menurut Tito, dana yang dibutuhkan untuk satu koperasi mencapai Rp5 miliar.
Dana itu nantinya untuk mendirikan gerai sembako, apotek desa, unit simpan pinjam, klinik desa, cold storage hingga distribusi logistik. “Ada gudang, gerai, apotek, segala macam. Jadi one-stop system, one-drop system, one-stop solution," ujar Tito dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 7 Maret 2025, dikutip dari Antara.

Tito mengatakan nantinya koperasi bakal mendapatkan dukungan dana awal dari pinjaman bank BUMN atau Himbara (Himpunan Bank Negara). “Kalau tidak salah (kebutuhan koperasi) sekitar Rp5 miliar. Nanti akan dapat dukungan pemerintah, di antaranya Himbara,” kata dia.
Menteri Koperasi (Menkop), Budi Arie Setiadi, mengatakan pelibatan Himbara menjadi terobosan strategis Presiden Prabowo Subianto dalam penguatan koperasi. Budi mengatakan selama ini koperasi sering terkendala mengakses pinjaman karena perlu jaminan. “Coba (koperasi) pinjam uang ke Himbara kalau enggak ada jaminan, belum tentu dapat,” ujarnya.
Menkop mengatakan dana Rp5 miliar per kopdes mencakup pembangunan gudang, cold storage, gerai, serta pengadaan dua truk untuk keperluan logistik desa. “Jadi setiap desa punya dua truk untuk mengangkut barang hasil desa, termasuk juga membawa barang-barang ke desa,” jelasnya
Lawan Rentenir
Budi Arie menyebut Presiden sangat menaruh perhatian terhadap Koperasi Desa Merah Putih. Menurut Budi, Prabowo ingin melawan rentenir hingga pinjaman online (pinjol) di wilayah pedesaan dengan penguatan ekonomi kerakyatan. “Koperasi strategis untuk memutus rentenir, tengkulak, pinjaan online yang menjadi sumber kemiskinan di desa-desa,” tuturnya.
Pihaknya menyebut selama ini sebagian warga pedesaan belum tersentuh perbankan dan jauh dari koperasi, sehingga mencari alternatif pendanaan mudah seperti pinjol. “Warga perlu keluar dari lingkaran setan kemiskinan, gali lubang tutup lubang,” tuturnya.
Lebih lanjut, Kopdes diharapkan dapat fokus menyerap hasil pertanian masyarakat dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Sehingga, hal ini dapat mengantisipasi hasil pertanian yang dibeli dengan sangat murah. “Muaranya meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa,” ujar Menkop.
Sementara itu, suara penolakan mulai menggema terhadap Kopdes Merah Putih, yang rencananya bakal diluncurkan 12 Juli 2025. Informasi yang dihimpun TrenAsia.com, sejumlah kepala desa (kades) di berbagai daerah menolak pembentukan Kopdes Merah Putih. Kasak-kusuk penolakan mulai tersiar di grup medsos yang diikuti para kades.
Baca Juga: Kopdes Merah Putih dan Ambisi Ekonomi Kerakyatan Prabowo
Penelusuran TrenAsia.com, pembangunan Kopdes dinilai tumpang tindih dengan program, desa yang sudah berjalan. Pemerintah Desa juga telanjur mengalokasikan 20% dana desa untuk ketahanan pangan lewat BUMDes.
Selain itu, pembangunan Koperasi Desa Merah Putih dinilai tidak sesuai dengan UU Desa yang mengamanatkan pembentukan BUMDes, bukan koperasi. Dalam kesempatan terpisah, pengamat koperasi, Suroto, menilai sudah saatnya BUMDes dievaluasi.
“Sudah 10 tahun lebih BUMDes dibentuk, banyak uang negara, uang rakyat yang diinvestasikan. Namun dampaknya dengan biaya yang dikeluarkan belum terlihat efektif,” ujar Suroto. Dia menyebut sudah saatnya masyarakat mengerjakan sendiri bisnis di tataran lokal, bukan dikerjakan pemerintah seperti dalam bentuk BUMDes selama ini.

Chrisna Chanis Cara
Editor
