Perpanjang Umur Cadangan Nikel, Kementerian ESDM Dorong Eksplorasi Wilayah Greenfield
- Kementerian ESDM mendorong eksplorasi wilayah greenfield bijih nikel sebagai upaya untuk meningkatkan umur dan cadangan mineral logam tersebut dalam waktu yang akan datang.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong eksplorasi wilayah greenfield bijih nikel sebagai upaya untuk meningkatkan umur dan cadangan mineral logam tersebut dalam waktu yang akan datang.
Staff Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif, menyatakan bahwa peluang tersebut sangat signifikan bagi perusahaan yang berkeinginan untuk melakukan kegiatan penambangan nikel di Indonesia.
“Jadi sebenarnya umur [nikel] tadi dan jumlah cadangan dan sumber daya akan bertambah kalau tingkat eksplorasi ini kita giatkan. Nah, tentu diperlukan investasi yang tidak sedikit. Ini yang perlu diupayakan," Irwandy seperti dikutip dari siaran pers, Kamis 19 Oktober 2023.
- Perang Harga, Pendapatan Tesla Kuartal III Naik Tapi Laba Turun
- Kredit Macet Sektor Otomotif Melonjak ke 2,65 Persen, OJK Ungkap Penyebanya
- Hingga Kuartal III 2023, Generali Indonesia Telah Bayarkan Klaim Hingga Rp859,9 Miliar
Irwandy menyebut Indonesia memegang posisi sebagai pemilik terbesar cadangan komoditas nikel di dunia, mencapai 23% dari total cadangan global. Apabila dirincikan, sumber daya nikel di Tanah Air mencapai 17,7 miliar ton bijih dan 177,8 juta ton logam, dengan cadangan sebanyak 5,2 miliar ton bijih dan 57 juta ton logam.
Tambahnya lagi, terdapat beberapa daerah di Indonesia yang memiliki kandungan nikel, namun urung juga menjalani proses eksplorasi (greenfield), yakni wilayah Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.
Irwandy menyatakan bahwa untuk produksi nikel kelas 2, seperti nikel pig iron (NPI) dan feronikel, diperkirakan umurnya berkisar antara 6 hingga 11 tahun. Namun, jika berbicara tentang baterai nikel kelas 1, umurnya masih diperkirakan antara 25 hingga 112 tahun.
“Kalau kita lihat sekarang cadangan 5,2 miliar ton ya kira-kira hampir sama jumlahnya antara yang saprolit dengan limonite kemudian sumber dayanya sekitar 17 miliar ton, nah sumber daya Inilah yang harus kita alihkan menjadi cadangan dan diperlukan upaya eksplorasi detail," ungkapnya.
Menurutnya, untuk meningkatkan umur nikel, perlu mengurangi laju konsumsi bijih nikel, termasuk mempertimbangkan cara mengolah produk NPI dan feronikel secara industrialisasi menjadi stainless steel.
“Bagi mereka yang sudah berupaya memiliki teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) untuk produksi NPI dan feronikel. Untuk memberikan dorongan tersebut di RKEF, produksi NPI dan feronikel nanti diupayakan untuk terus ke arah stainless steel untuk mengurangi konsumsi biji nikel di hulu," kata dia.
Potensi Cadangan Nikel
Merujuk booklet Tambang Nikel 2020, peta penyebaran lokasi sumber daya dan cadangan nikel di luar wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Kontrak Karya (KK) nikel di Pulau Sulawesi pada tahun 2020 menunjukkan bahwa sekitar 77% wilayah potensial pembawa mineralisasi di Sulawesi Tenggara belum memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), dengan potensi cadangan sebanyak 2,6 miliar ton.
Sementara itu, di Maluku, sekitar 43% wilayah potensial pembawa mineralisasi belum memiliki WIUP, dengan cadangan mencapai 1,4 miliar ton. Untuk Papua, data potensi investasi menarik, dengan potensi cadangan sekitar 0,06 miliar ton dan wilayah potensial pembawa mineralisasi yang belum memiliki WIUP sebesar 98%.
Melihat luasnya wilayah greenfield nikel yang menjanjikan dengan cadangan yang besar dan peluang industri hilir nikel yang masih diperlukan, Indonesia menjadi pilihan menarik untuk pengembangan investasi di sektor pertambangan nikel.

Rizky C. Septania
Editor
