Rusia Sita Aset Perusahaan Barat yang Masih Beroperasi
- Rusia dilaporkan menyita aset perusahaan Barat yang masih beroperasi di Negaranya meski telah diminta untuk berhenti.

Rizky C. Septania
Author


MOSKOW- Rusia dilaporkan menyita aset perusahaan Barat yang masih beroperasi di negaranya meski telah diminta untuk berhenti. Penyitaan aset tersebut membuat mereka kemungkinan lebih sulit meninggalkan negara tersebut.
Mengutip Financial Times Jumat, 16 Juni 2023, Presiden Rusia Vladimir Putin diam-diam menandatangani dekrit baru minggu ini. Dekrit ini memberi Rusia kekuatan untuk menyita aset Barat dengan diskon besar dan kemudian menjualnya untuk mendapatkan keuntungan.
Pemerintah Rusia bermaksud menggunakan alasan ancaman nasionalisasi untuk menghukum perusahaan-perusahaan Barat yang tidak mematuhi peraturan Rusia.
Perlu diketahui, perusahaan-perusahaan Barat "sangat diterima" untuk menjalankan bisnis di Rusia. Namun menurut juru bicara Kremlin Dmitry Peskov beberapa perusahaan asing yang beroperasi di negara itu gagal membayar iuran. Karenanyanya, mereka meninggalkan Rusia dengan kerugian besar.
"Kalau ada perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya, maka tentu masuk kategori perusahaan nakal. Kami ucapkan selamat tinggal kepada perusahaan-perusahaan itu. Dan yang kami lakukan dengan aset mereka setelah itu adalah urusan kami," ujar Peskov sebagaimana dikutip TrenAsia.com dari Insider Jumat, 16 Juni 2023.
Wajibkan Pemilik Saham Jadi Orang Rusia
Dekrit Putin juga mewajibkan semua pembeli swasta perusahaan Barat untuk menjadi sepenuhnya milik Rusiadan dalam proses menghapus pemegang saham non-Rusia.Aturan baru itu menandai eskalasi dalam tindakan keras Moskow.
Pada Desember, Rusia mengatakan perusahaan Barat harus menawarkan diskon 50% atau lebih kepada pembeli Rusia dan memberikan kontribusi "sukarela" ke anggaran Kremlin sebesar 5%-10% dari harga kesepakatan apa pun.
Itu terjadi ketika Rusia berjuang melawan ekonomi yang melambat dan berjuang untuk mengumpulkan lebih banyak uang untuk mendanai invasi yang sedang berlangsung ke Ukraina.
Perusahaan asing yang meninggalkan negara dapat memperburuk arus keluar modal yang meninggalkan Rusia. Ini tentunya dapat lebih merusak ekonominya dan berpotensi merugikan rubel serta investor.

Ananda Astri Dianka
Editor
