Tips Donasi Pakaian Agar Tidak Jadi Sampah di Lokasi Bencana
- Donasi pakaian bisa menimbulkan persoalan baru jika pakaian tersebut diberikan tanpa melalui proses penyortiran. Simak tips berdonasi pakaian untuk membantu warga terkena bencana.

Distika Safara Setianda
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Di tengah duka yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat akibat banjir, tanah longsor, hingga berbagai tantangan sosial dan ekonomi yang dihadapi masyarakat, semangat warga bantu warga kembali membuktikan bahwa budaya gotong royong masih melekat kuat dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Dari warung makan, perusahaan ekspedisi, hingga platform donasi, semua bergerak cepat memberikan bantuan bagi jutaan warga yang terdampak bencana di Sumatra. Seperti jaringan ekspedisi JNE yang mengaktifkan pengiriman gratis untuk bantuan kemanusiaan ke Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Melalui program ini, masyarakat di seluruh Indonesia bisa mengirim berbagai kebutuhan darurat seperti popok bayi, makanan bayi, obat-obatan, sembako, pakaian layak pakai, hingga selimut dengan batas berat maksimal 10 kilogram.
Bicara soal donasi, ada bebrapa cara bijak untuk berdonasi terutama pakaian. Masalah ini hampir selalu muncul setiap kali terjadi bencana, ketika berdonasi, sebagian orang justru menyumbangkan barang yang tak layak. Seperti ditulis The New York Times, setelah bencana alam, niat tulus untuk membantu sering berubah menjadi kesempatan untuk membersihkan lemari pakaian.
Aksi cepat masyarakat dalam menggalang donasi dan menyalurkan sumbangan patut diapresiasi. Namun, dalam memberikan bantuan, terutama pakaian bekas, kita perlu lebih berhati-hati. Tanpa perencanaan yang tepat, niat baik tersebut justru bisa menimbulkan persoalan baru bagi lingkungan maupun para penyintas bencana.
Donasi pakaian bisa menimbulkan persoalan baru jika pakaian tersebut diberikan tanpa melalui proses penyortiran. Proses ini penting karena tidak semua pakaian bisa dipakai atau berada dalam kondisi yang layak. Misalnya pakaian yang berjamur, sobek, atau berlubang.
Alasan kemanusiaan bukan satu-satunya pemicu orang menyumbangkan pakaian. Kadang, kita melakukannya sekadar untuk mengurangi tumpukan barang di lemari. Namun, perlu diingat posko bencana bukan satu-satunya tempat untuk menyalurkan donasi pakaian.

Dilansir dari The Conversation, jika pakaian disumbangkan tanpa diseleksi, hal ini justru berpotensi menambah jumlah sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), bahkan menumpuk begitu saja di area terdampak bencana.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga menyoroti dampak donasi pakaian bekas. Lembaga tersebut mengimbau masyarakat agar hanya mengirimkan pakaian untuk korban bencana apabila memang dibutuhkan dan diminta oleh pihak yang mengelola posko bantuan.
Sebelum menggalang donasi atau menyerahkan barang, masyarakat perlu memahami terlebih dahulu apa saja kebutuhan di lokasi bencana. Pasalnya, jenis bantuan yang dibutuhkan para penyintas tentunya berbeda-beda tergantung kondisi dan situasi darurat yang mereka alami.
Oleh karena itu, penting bagi calon donatur maupun lembaga penyalur bantuan perlu mengidentifikasi kebutuhan pakaian di suatu lokasi bencana. Dengan begitu, bantuan yang diberikan bisa lebih tepat sasaran dan benar-benar membantu para penyintas.
Pastikan pakaian yang akan didonasikan dalam kondisi bersih, rapi, dan wangi, layaknya pakaian yang baru selesai dilaundry. Jika pakaian tersebut sudah lama tersimpan di lemari, sebaiknya dicuci terlebih dahulu lalu disetrika agar kembali rapi sebelum disumbangkan.
Kelompokkan pakaian berdasarkan usia, jenis kelamin, dan ukuran, apakah untuk balita, anak-anak, remaja, atau dewasa. Jangan lupa berikan label yang jelas pada setiap paket berisi keterangan detail, misalnya “Kaos Anak Laki-laki 9-10 Tahun, M.”
Dengan begitu, petugas posko maupun penyintas dapat lebih mudah menemukan pakaian yang mereka butuhkan.
Niat untuk membantu memang tidak perlu dipertanyakan. Namun, niat baik saja tidak cukup, niat tersebut harus disertai dengan adab. Adab mencerminkan bagaimana kita menghargai orang lain, dan menunjukkan bagaimana kita memuliakan mereka yang menerima bantuan.

Distika Safara Setianda
Editor
