Tantangan Ekologis Toba Pulp Lestari (INRU): Dari Sukanto Tanoto ke Joseph Oetomo
- Kontroversi TPL yang berlarut-larut sejak 1983 kembali memanas akibat isu banjir dan tanah adat. Simak sejarah konflik dan transisi kepemilikan dari Grup RGE ke kendali Joseph Oetomo.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – PT Toba Pulp Lestari Tbk (INRU) menjadi sorotan utama seiring bencana banjir yang melanda Sumatra Utara dan tuntutan penutupan operasional. Kontroversi ini menyoroti sejarah panjang perusahaan pulp tersebut sejak didirikan pada tahun 1983 di Kabupaten Toba.
Namun, pertanyaan "siapa pemilik TPL" kini memerlukan jawaban berlapis. Sosok pendiri (Sukanto Tanoto) kini tidak lagi menjadi pengendali utama. Perusahaan (INRU) saat ini dikendalikan oleh investor asing yang terafiliasi dengan Joseph Oetomo, yang harus merespons tekanan publik.
TPL, yang mulanya bernama PT Inti Indorayon Utama Tbk, kini harus merespons tekanan publik terbaru. Tuntutan masyarakat menyoroti masalah ekologis, konflik lahan adat, dan kriminalisasi terhadap petani di tanah Batak.
1. Sejarah Konflik dan Pembatalan Operasi
Konflik berkepanjangan sempat membuat operasi perusahaan terhenti di akhir 1990-an. Presiden BJ Habibie kala itu menghentikan sementara operasi PT Inti Indorayon Utama dan memerintahkan audit lingkungan menyeluruh.
Di era pemerintahan Gus Dur, perusahaan bahkan dinyatakan harus ditutup atau direlokasi secara total. Namun, tekanan investasi asing membuat pemerintah memberikan izin operasi kembali pada tahun 2000 dengan catatan penghentian produksi rayon.
Pada akhir 2000, perusahaan memutuskan menghentikan operasional sebagai dampak konflik yang berkepanjangan. PT Inti Indorayon Utama Tbk kemudian berubah nama menjadi PT Toba Pulp Lestari Tbk pada RUPS 15 November 2000 sebagai bagian dari restrukturisasi.
2. Pengendali Saat Ini: Profil Joseph Oetomo
Meskipun Sukanto Tanoto adalah pendiri, PT Toba Pulp Lestari Tbk (INRU) kini telah beralih sepenuhnya. Pemegang saham mayoritas perusahaan saat ini adalah Allied Hill Limited, perusahaan investasi yang berbasis di Hong Kong.
Pengalihan kendali ini memisahkan tanggung jawab masa lalu perusahaan dengan pengelola saat ini. Allied Hill mengakuisisi 92,54% saham INRU melalui transaksi senilai Rp555,8 miliar, setelah beralih kendali dari afiliasi Sukanto Tanoto (Pinnacle Company Pte. Ltd.) pada periode 2007-2021.
Manajemen baru harus menghadapi dan menyelesaikan warisan masalah ekologis dan konflik lahan adat yang sudah berlangsung puluhan tahun. Keputusan bisnis TPL selanjutnya akan berada di bawah kendali penuh pemilik baru, Joseph Oetomo, bukan lagi Grup RGE.
3. Tuntutan Masyarakat dan Akar Masalah
Protes yang terjadi pada Mei 2025 menunjukkan tuntutan masyarakat tidak hanya sebatas isu lingkungan. Massa aksi mendesak penghentian segala bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat adat dan petani di tanah Batak.
Tuntutan paling fundamental adalah mengembalikan seluruh tanah adat yang diklaim telah dirampas oleh PT TPL kepada pemilik sahnya. Massa juga meminta pemerintah setempat berkomitmen mendukung penutupan operasional PT TPL secara permanen.
4. Warisan Pendiri: Sukanto Tanoto (RGE Group)
Sukanto Tanoto, pendiri TPL, telah membangun kerajaan bisnis global di berbagai sektor melalui Royal Golden Eagle (RGE) Group. Ia menguasai kepentingan yang luas dalam pulp, kertas, minyak sawit, dan energi di seluruh Asia, Tiongkok, Brasil, dan Kanada.
Grup RGE memiliki APRIL (pulp, kertas) dan Bracell, salah satu produsen selulosa khusus terbesar di dunia. Meskipun dikritik Greenpeace, grup tersebut merilis kebijakan keberlanjutan pada 2015 untuk menghilangkan deforestasi dari rantai pasokannya.
5. Konteks Ekologis dan Kelanjutan Bisnis TPL
TPL saat ini memproduksi bubur kertas (pulp) berbahan baku kayu eukaliptus. Bisnis inti ini sangat bergantung pada pasokan kayu dan area konsesi lahan yang menjadi sumber konflik dengan masyarakat sekitar.
Isu lingkungan menjadi sangat sensitif karena konversi hutan alami untuk bahan baku kayu tersebut. Masalah ini memperburuk risiko bencana hidrometeorologi, seperti banjir yang belakangan melanda Sumatra Utara, karena hilangnya fungsi resapan air alami.
PT Toba Pulp Lestari kini berada di persimpangan jalan, di mana keberlanjutan bisnisnya akan sangat bergantung pada kemampuan manajemen baru dalam menyelesaikan konflik lahan adat, memulihkan kepercayaan publik, dan menerapkan standar ekologis yang ketat.

Alvin Bagaskara
Editor
