Tren Ekbis

Suntikan Rp200 T ke Perbankan Jangan Lari ke Konglomerat!

  • Pemerintah dinilai perlu memberikan regulasi dan sanksi tegas pada perbankan agar tak serampangan dalam penyaluran kredit senilai Rp200 triliun. Jika tidak, kucuran dana besar tersebut berpotensi menambah jurang kesenjangan ekonomi di masyarakat.
Aktivis-Koperasi-Suroto.jpg
Pengamat koperasi yang juga CEO INKUR, Suroto. (Istimewa)

JAKARTA, TRENASIA.ID—Guyuran dana negara sebesar Rp200 triliun ke bank BUMN diwanti-wanti fokus pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Pemerintah dinilai perlu memberikan regulasi dan sanksi tegas pada perbankan agar tak serampangan dalam penyaluran kredit. 

Jika tidak, kucuran dana besar tersebut berpotensi menambah jurang kesenjangan ekonomi di masyarakat. Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto, mengaku tak yakin perbankan mampu menyalurkan dana hingga ratusan triliun rupiah pada UMKM, terutama usaha mikro dan kecil. 

Hal ini mengingat kondisi usaha mikro-kecil dan sumbangsihnya pada perekonomian nasional. “Sejak lama kita mendengar jargon UMKM adalah tulang punggung ekonomi nasional. Faktaya tidak demikian,” ujar Suroto dalam keterangannya pada TrenAsia, Selasa, 16 September 2025. 

Suroto mengungkap kontribusi UMKM  terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2024 yaitu 61,07% dari Rp22.139 triliun. UMKM, imbuhnya, juga menyerap tenaga kerja hingga 97% dari total tenaga kerja nasional, yaitu sekitar 117 juta orang.

“Namun, ketika ditelusuri kontribusinya terhadap PDB, usaha mikro dan kecil yang jumlahnya 99,6% pelaku usaha rakyat itu hanya menyumbang sekitar 18% PDB. Sementara 82% kue ekonomi nasional dikuasai segelintir usaha menengah-besar yang notabene adalah kepanjangan tangan pengusaha konglomerasi,” ujarnya.  

Lari ke Proyek Besar

Dengan kondisi tersebut, pihaknya pesimistis kucuran dana dari sisa anggaran lebih (SAL) ke bank BUMN dapat menjadi kredit produktif untuk pelaku usaha mikro dan kecil. “Lebih mungkin dana tersebut lari ke proyek-proyek besar berskala nasional seperti pembiayaan ekspansi sawit, tambang nikel, atau proyek infrastruktur yang cenderung menumpuk pada kelompok usaha besar,” tuturnya. 

Jika demikian, Suroto khawatir guyuran Rp200 triliun yang awalnya bertujuan menggerakkan roda ekonomi justru malah meningkatkan kesenjangan ekonomi. “Segelintir konglomerat akan semakin kaya dan kuat, sementara rakyat hanya jadi penonton. Padahal SAL adalah uang hasil pajak dari rakyat,” tutur lelaki yang juga CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR) itu. 

Pihaknya mendorong pemerintah memberlakukan kewajiban imperatif bagi perbankan untuk menyalurkan minimal 50% portofolio kredit ke sektor UMKM, dengan porsi lebih besar untuk usaha mikro dan kecil. 

Hal itu agar dana penempatan pemerintah benar-benar memperkuat basis ekonomi rakyat. “Aturan ini tidak cukup hanya berbentuk insentif, tapi harus ada sanksi tegas bagi bank yang gagal mencapainya,” ujarnya. 

Selain itu, subsidi bunga seperti kredit program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) harus disertai evaluasi ketat. “Jangan biarkan subsidi ini justru menjadi sumber rente bagi bank tanpa memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan pelaku usaha.” 

Lebih lanjut, pemerintah perlu membangun ekosistem usaha rakyat yang berpihak pada UMKM, memberi perlindungan bagi ritel tradisional, dan memastikan harga komoditas rakyat stabil. 

“Lahirnya bank komunitas atau bank koperasi yang benar-benar fokus membiayai ekonomi rakyat juga perlu didorong agar warga tidak terjebak ke dalam sistem monokultur perbankan,” ujar Suroto. 

Baca Juga: Menghitung Risiko Guyuran Dana Rp200 Triliun ke Perbankan

Senada, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), Muhaimin Iskandar, berharap UMKM dapat menikmati dana Rp200 triliun yang digelontorkan ke bank BUMN. “Saya sangat berharap UMKM mendapatkan peluang,” ujar Cak Imin, sapaan akrabnya, dikutip dari Antara.

Cak Imin mendorong pelaku UMKM berbenah supaya akses kredit yang disiapkan pemerintah tidak sia-sia. Di sisi lain, dia berharap perbankan paham kondisi lapangan dengan memprioritaskan usaha kecil sebagai penerima pinjaman. “Bila dua hal ini dilakukan, saya yakin UMKM berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi,” ujar Cak Imin. 

Diketahui, dana negara sebesar Rp200 triliun yang sebelumnya disimpan di Bank Indonesia kini ditempatkan di sejumlah bank Himbara. Rinciannya yakni Rp55 triliun masing-masing di Bank Mandiri, BRI, dan BNI, sebesar Rp25 triliun di BTN, serta Rp10 triliun di Bank Syariah Indonesia (BSI).

Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, menilai penambahan dana ke sistem perbankan akan mendorong likuiditas. Kondisi itu perlahan bakal menurunkan suku bunga di pasar, yang pada akhirnya berdampak positif bagi nasabah. “Kalau bunga turun, masyarakat yang tadinya lebih suka menyimpan uang di bank akan mulai belanja,” ujarnya. 

Menkeu memproyeksikan pelaku usaha akan lebih berani mengambil kredit. Dengan demikian, sisi permintaan dan penawaran akan tumbuh bersamaan. Ia meyakini penambahan likuiditas tidak akan menimbulkan gejolak. “Saya nggak bilang M0 atau base money tumbuh 100% kayak 1998 dulu. Kami pikir base money tumbuh dua digit saja cukup untuk mendorong ekonomi,” ujarnya.