Industri

Silikon Kristalin untuk PLTS Wajib SNI demi Keamanan Pengguna

  • JAKARTA – Standar modul surya fotovoltaik (PV) silikon kristalin diklaim mampu melindungi keamanan dan keselamatan konsumen. Hal ini disebabkan oleh syarat utama penggunaan yang wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). “Pembubuhan tanda SNI sudah menjadi common practice yang merujuk pada International Electrotechnical Commission (IEC),” ungkap Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal EBTKE […]

<p>Indonesia memiliki potensi sumber daya mencapai 23.965,5 Mega Watt (MW) dengan kapasitas terpasang sebesar 2.130 MW. Hal ini membuat Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara dengan panas bumi terbesar di dunia.  / Kementerian ESDM</p>

Indonesia memiliki potensi sumber daya mencapai 23.965,5 Mega Watt (MW) dengan kapasitas terpasang sebesar 2.130 MW. Hal ini membuat Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara dengan panas bumi terbesar di dunia. / Kementerian ESDM

(Istimewa)

JAKARTA – Standar modul surya fotovoltaik (PV) silikon kristalin diklaim mampu melindungi keamanan dan keselamatan konsumen. Hal ini disebabkan oleh syarat utama penggunaan yang wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

“Pembubuhan tanda SNI sudah menjadi common practice yang merujuk pada International Electrotechnical Commission (IEC),” ungkap Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya pada sebuah diskusi daring, akhir pekan lalu.

Menurut Chrisnawan, dengan adanya label SNI, masyarakat bisa meyakini bahwa produk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sudah melewati proses pengujian dan pengawasan sehingga keandalan mutu tetap terjaga.

Adapun pihak yang wajib mengajukan sertifikasi SNI, meliputi produsen dan importir, yakni badan usaha yang mengimpor PV silikon kristalin untuk dipasarkan di dalam negeri. Selain itu, pelaku usaha tersebut merupakan perwakilan resmi dari produsen di luar negeri.

PLTS merupakan program prioritas pemerintah dalam mengejar target bauran EBT sebesar 23% pada 2025. Pasalnya, pembangkit ini dianggap memiliki potensi jangka waktu pembangunan yang relatif lebih cepat dibandingkan pembangkit lainnya.

“Pembangunan dan instalasi PLTS lebih cepat, bisa hanya satu tahun,” ungkapnya.

Diketahui, potensi energi surya di Tanah Air mencapai 207,8 Giga Watt (GW), sedangkan pemakaian saat ini sebesar 153 Mega Watt.

Di samping itu, biaya teknologi yang efisien dan kompetitif juga menjadi pertimbangan. Pada 2013, harga PLTS dipatok sebesar 20 sen dolar (per kWh). Kemudian pada lima tahun terakhir kurang lebih 10 sen. Bahkan, Chrisnawan bilang, mutakhir ini terdapat investor yang berminat pada rentang harga 4 sen.

Menurut dia, penurunan harga ini dipengaruhi oleh ongkos teknologi global yang juga menurun. Selain itu, penetrasi pasar semakin banyak, serta didukung oleh kemudahan izin.

Dengan demikian, semakin banyak orang yang memasang PLTS, maka onkosnya semakin rendah. Ia pun berharap sinyal tersebut bisa menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di bidang pengembangan EBT khususnya tenaga surya.