Serupa Bobibos, Perusahaan Asing Ini Olah Jerami jadi Bahan Bakar
- Bahan baku utama yang digunakan BBM Bobibos ini berasal dari jerami yang diolah menjadi bioetanol. Pembuatan bahan bakar dari jerami bukan sesuatu baru.

Distika Safara Setianda
Author

JAKARTA, TENASIA.ID – Nama Bobibos akhir-akhir ini menjadi perbincangan publik karena dinilai berpotensi menjadi salah satu sumber energi alternatif, dengan nilai oktan (RON) 98 atau setara dengan BBM Pertamax Turbo milik Pertamina dan Shell V-Power.
Diketahui, bahan baku utama yang digunakan BBM Bobibos ini berasal dari jerami yang diolah menjadi bioetanol. Pembuatan bahan bakar dari jerami bukan sesuatu baru. Konsep ini telah banyak diperkenalkan melalui berbagai penelitian internasional.
Dilansir dari teagasc.ie, jerami memang bukan sumber energi utama yang dapat menyelesaikan masalah energi dunia. Namun, karena jerami merupakan produk sampingan dari kegiatan pertanian pangan, potensinya sebagai sumber bahan bakar alternatif yang berkelanjutan dan terbarukan patut diperhitungkan.
Salah satu contoh biofuel canggih adalah etanol selulosa yang diproduksi dari sisa hasil pertanian seperti jerami. Bahan bakar ini mampu memberikan penghematan gas rumah kaca yang sangat tinggi dan dapat digunakan dengan infrastruktur kendaraan serta energi yang sudah ada.
Hal tersebut menjadikan etanol selulosa sebagai sumber energi penting dalam upaya dekarbonisasi sektor transportasi dan pencapaian target perlindungan iklim global.
Selain itu, dengan memanfaatkan limbah pertanian seperti jerami, etanol selulosa dapat memperluas produksi biofuel ke bahan baku non-pangan yang selama ini belum dimanfaatkan danmeningkatkan kinerja keseluruhan biofuel secara keseluruhan.
Dilansir dari Bloomberg, menurut sebuah perusahaan yang baru saja membuka fasilitas produksi di benua tersebut, mengubah jerami menjadi etanol akan menjadi bisnis yang sangat menguntungkan di Eropa.
Clariant AG, produsen bahan kimia asal Swiss, telah membuka pabrik di Rumania untuk memproduksi apa yang disebut biofuel canggih dengan menggunakan limbah pertanian atau tanaman untuk menghasilkan bahan bakar yang dapat dicampur menjadi bensin dan solar.
Hal ini dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan etanol generasi pertama yang masih menggunakan bahan pangan seperti gula atau jagung.
Menurut CEO Clariant Conrad Keijzer, metode baru ini dapat menghasilkan efisiensi karbon yang lebih tinggi dan membuat produksi etanol menjadi lebih menguntungkan dibandingkan proses yang ada saat ini.
“Kami memperkirakan harga jualnya bisa dua kali lipat dari etanol generasi pertama,” ujar Keijzer dalam sebuah konferensi. “Hal itu terjadi karena sudah diatur melalui kebijakan,” tambahnya.
Clariant membangun pabrik tersebut terutama untuk mempromosikan teknologi miliknya, yang kini juga ditawarkan kepada perusahaan lain melalui sistem lisensi.
Uni Eropa sendiri telah menargetkan agar setidaknya 0,2% dari total bahan bakar transportasi berasal dari biofuel generasi lanjut pada tahun depan, dan meningkat menjadi 2,2% pada tahun 2030.
Teknologi milik Clariant ini juga berpotensi diterapkan di sektor kimia dan penerbangan. “Ini adalah contoh nyata dari solusi ekonomi sirkular,” kata Keijzer.
Perusahaan internasional lain yang turut mengembangkan energi dari jerami adalah DP. Alih-alih memproduksi campuran bahan bakar seperti bensin, mereka membangun lebih dari 40 pembangkit listrik tenaga jerami yang tersebar di Eropa dan China.
Boiler berbahan bakar jerami ini dilengkapi dengan rangkaian komponen khusus, termasuk kisi getar berpendingin air yang dirancang untuk mengolah berbagai jenis jerami, mulai dari gandum, jagung, hingga padi.
Berbagai riset internasional menunjukkan potensi besar pemanfaatan sisa tanaman seperti jerami menjadi hal yang potensial. Hanya saja perlu kajian lebih mendalam terkait kapasitas bahan baku an teknologi pengolahannya hingga bisa menjadi energi alternatif.
Bobibos Belum Ada Sertifikasi
Menanggapi peluncuran Bobibos, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan bahan bakar tersebut belum mengantongi sertifikasi hasil uji laboratorium.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Laode Sulaeman menegaskan, setiap produk BBM yang ingin digunakan secara resmi di Indonesia wajib melewati proses uji laboratorium terlebih dahulu.
Dia meyebutkan, pihak Bobibos telah mengusulkan uji laboratorium ke Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas). Namun, hasil pengujian tersebut belum bisa dipublikasikan karena masih bersifat rahasia.
“Hasil ujinya ini masih secrecy agreement, maksudnya masih tertutup ya. Saya belum bisa menyampaikan tersebut. Kalau minta uji berarti kan hasilnya laporan hasil uji, bukan sertifikasi,” katanya, Jumat, 7 November 2025.

Laode menegaskan pihak Kementerian ESDM belum mengeluarkan sertifikasi yang memungkinkan produk Bobibos dipasarkan atau dikomersialisasikan secara bebas kepada masyarakat.
“Ini saya perlu luruskan di sini biar tidak terjadi simpang siur, kemarin saya juga dapat (informasi) oh sudah disertifikasi. Saya luruskan di sini bahwa ini belum disertifikasi,” jelasnya.
Ia menjelaskan, proses pengujian bahan bakar sebelum dapat dipasarkan secara bebas butuh waktu setidaknya delapan bulan. Setelah tahap tersebut, biasanya masih ada berbagai evaluasi lanjutan yang harus dilakukan.
“Diperlukan uji macam-macam ya, uji oksidasi, uji mesin, dan lain-lain. Nah di sana minimal itu 8 bulan, baru BBM tersebut bisa dinyatakan layak untuk dipakai. Itu minimal ya,” terang Laode.
Ia menekankan, pemerintah tidak ingin membatasi inovasi yang dilakukan masyarakat. Namun, ia mengingatkan terdapat prosedur yang harus dipenuhi oleh pihak pengembang bahan bakar alternatif tersebut sebelum dapat diedarkan.
“Saya ingin menyampaikan prosedur legal bagaimana suatu BBM tersebut disahkan oleh pemerintah untuk menjadi bahan bakar resmi,” tegasnya.

Chrisna Chanis Cara
Editor