Rugi Garuda Indonesia (GIAA) Bengkak Semester I-2025, Ekuitas Masih Negatif
- Garuda Indonesia rugi membengkak, ekuitas negatif, tapi suntikan dana Rp6,65T dan strategi manajemen jadi penopang utama.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) untuk semester pertama 2025 yang baru dirilis menyajikan sebuah rapor merah yang mengkhawatirkan. Maskapai pelat merah ini tercatat masih berkutat dengan pembengkakan rugi dan kondisi ekuitas yang negatif.
Meskipun begitu, di balik angka-angka yang suram ini, ada satu agenda besar yang menjadi 'juru selamat' dan penopang utama keberlangsungan hidup perusahaan: suntikan dana jumbo dari sovereign wealth fund Indonesia, Danantara.
Lantas, sedalam apa 'luka' yang tercermin dalam laporan keuangan GIAA dan bagaimana dana dari Danantara akan menjadi obat-nya? Mari kita bedah tuntas.
1. Rapor Laba Rugi: Pendapatan Turun, Rugi Justru Bengkak
Dari sisi laba rugi, kinerja GIAA pada paruh pertama 2025 menunjukkan tekanan yang berat. Pendapatan usaha tercatat turun 4,47% secara tahunan menjadi US$1,54 miliar, diseret oleh anjloknya pendapatan dari segmen penerbangan terjadwal.
Di saat yang sama, rugi bersih justru membengkak 41,36% menjadi US$143,7 juta atau sekitar Rp2,33 triliun. Meskipun beban operasional penerbangan berhasil ditekan, lonjakan beban pemeliharaan dan perbaikan menjadi salah satu 'biang kerok' utama dari pembengkakan rugi ini.
2. Kondisi Neraca: Bom Waktu Ekuitas Negatif
'Luka' yang lebih dalam justru terlihat di sisi neraca keuangan. GIAA masih berkutat dengan ekuitas negatif sebesar US$1,49 miliar. Kondisi ini terjadi karena total liabilitas atau utang perusahaan (US$6,51 miliar).
Ekuitas negatif adalah 'alarm' bahaya bagi kesehatan finansial sebuah perusahaan. Ini menunjukkan bahwa secara akuntansi, nilai kewajiban perusahaan lebih besar daripada total nilai aset yang dimilikinya, sebuah kondisi yang sangat berisiko.
3. Obat Penyelamat: Suntikan Dana Rp6,65 Triliun dari Danantara
Di tengah kondisi kritis ini, Danantara turun tangan sebagai 'juru selamat'. Mereka memberikan dukungan awal berupa pinjaman pemegang saham (shareholder loan) senilai Rp6,65 triliun (US$405 juta), yang menjadi 'obat' penyelamat bagi operasional GIAA.
Dana segar ini akan langsung dialokasikan untuk kebutuhan yang paling mendesak. Fase awal kolaborasi ini akan difokuskan pada perawatan dan peningkatan kesiapan operasional armada Garuda Indonesia Group, baik untuk Garuda maupun anak usahanya, Citilink.
4. Jurus Bertahan Manajemen: Tiga Pilar Strategis
Manajemen Garuda sendiri tidak hanya pasrah menunggu 'obat' dari pemerintah. Direktur Niaga Garuda Indonesia, Reza Aulia Hakim, menyatakan bahwa perseroan tengah berupaya menjalankan berbagai strategi untuk mendongkrak kinerjanya.
Fokus utama mereka saat ini adalah program strategis tiga pilar, yang mencakup evaluasi finansial dan komersial, akselerasi kinerja perusahaan, dan ekspansi jaringan. Ini adalah upaya internal untuk memperbaiki fundamental bisnis dari dalam.
"Fokus utama kami tidak hanya membalikkan kinerja ke positif, tapi kokoh. Kami berupaya wujudkan laba positif dan ekuitas on the track," kata Reza dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI pada Senin, 22 September 2025.
5. Apa Artinya Ini Bagi Investor?
Bagi investor, laporan keuangan ini adalah konfirmasi dari tantangan fundamental yang masih sangat berat. Namun, suntikan dana dari Danantara adalah jaring pengaman yang sangat kuat, yang memberikan kepastian bahwa perusahaan akan terus beroperasi.
Keberhasilan dari pertaruhan ini akan sangat bergantung pada efektivitas eksekusi strategi tiga pilar oleh manajemen dalam memanfaatkan 'napas' tambahan yang diberikan oleh Danantara. Investor kini menantikan apakah 'obat' ini benar-benar bisa menyembuhkan 'penyakit' yang ada.

Alvin Bagaskara
Editor
