Tren Ekbis

Pengguna Rokok Elektrik Diproyeksi Meningkat pada 2026

  • Pengguna vape diproyeksikan meningkat pada 2026 seiring naiknya kesadaran perokok dewasa terhadap produk alternatif.
image.webp
Rokok Elektrik (HonestDocs)

JAKARTA, TRENASIA.ID - Jumlah pengguna rokok elektrik atau vape diproyeksikan terus bertambah pada 2026, seiring meningkatnya kesadaran perokok dewasa terhadap risiko rokok konvensional dan berkembangnya edukasi mengenai produk alternatif. 

Ketua Gerakan Bebas Tar dan Asap Rokok (GEBRAK), Garindra Kartasasmita mengungkapkan bahwa sekian banyaknya produk alternatif dari rokok konvensional, secara perlahan anak-anak muda mulai beralih ke produk vape atau rokok elektrik.

“Kita harapkan proyeksinya meningkat. Karena meningkat seperti dengan gerakan lainnya sudah lebih dulu sukses ya. Dari kasus ini kaya di Rusia bisa sukses, di Selandia Baru juga sukses, di Eropa juga sukses,” ungkap Garindra kepada TrenAsia, Selasa, 23 Desember 2025.

Garindra menegaskan, produk alternatif ini sudah cukup lama di Indonesia dan mulai dilirik secara perlahan. Namun, masih banyak pula pihak-pihak seperti pemerintah dan masyarakat yang belum mendukung keberadaan rokok elektrik ini. 

Sebagai informasi, dalam 5th Scientific Summit di Yunani pada 21–22 September 2022, Direktur Centre of Research Excellence: Indigenous Sovereignty & Smoking Selandia Baru, Marewa Glover, menjelaskan bahwa Selandia Baru menjadi negara pertama yang menerapkan Undang-Undang Lingkungan Bebas Asap melalui Smokefree Environments and Regulated Products Act pada 1990.

Regulasi tersebut bertujuan menekan dampak buruk rokok dan terus diperbarui selama puluhan tahun melalui pembatasan iklan, pengemasan, serta kenaikan cukai. Namun, kebijakan tersebut belum mampu menurunkan prevalensi merokok secara signifikan. Pada 1992, tingkat perokok tercatat 27% dan baru turun menjadi 18,4% sekitar 20 tahun kemudian. Pendekatan saat itu masih berfokus pada pengendalian konsumsi rokok konvensional.

Penurunan yang lebih tajam terjadi setelah produk tembakau alternatif diperkenalkan pada 2015. Pada 2020, prevalensi merokok turun menjadi 10,9% dan kembali menurun menjadi 9,4% pada 2021. Tren ini diperkuat oleh amandemen undang-undang pada November 2020 yang mengatur produk tembakau alternatif, sekaligus membuka opsi bagi perokok dewasa dengan tetap melarang penjualan kepada anak di bawah 18 tahun.

Hal ini tersebut sejalan dengan keputusan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, yang sudah memastikan bahwa tidak akan ada kenaikan tarif cukai rokok pada 2026. Keputusan ini diambil mengikuti permintaan dari Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) agar tarif cukai dipertahankan.

Melansir dari laman Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia, Rabu, 24 Desember 2025, tingginya tarif cukai rokok saat ini yang mencapai rata-rata 57% dinilai berpengaruh pada peningkatan pemutusan hubungan kerja (PHK). Selain itu, kebijakan tersebut juga dianggap memicu maraknya peredaran rokok ilegal.

Momentum tersebut mampu menjadi salah satu peluang untuk membuka penyebaran rokok elektrik maupun produk alternatif lainnya. Meski demikian, pelaku industri dan pegiat edukasi menekankan bahwa vape bukanlah produk tanpa risiko, melainkan opsi transisi bagi perokok yang ingin mengurangi atau berhenti merokok. Menurut Garindra, hingga saat ini vape seharusnya tidak diposisikan sebagai produk yang “lebih baik” dari rokok.

Namun, vape dapat dipahami sebagai alternatif yang dapat digunakan oleh perokok dewasa yang kesulitan menghentikan kebiasaan merokok secara langsung. Tujuan akhirnya adalah tetap berhenti sepenuhnya, dari konsumsi rokok maupun vape.

Selain itu, tingkat literasi masyarakat Indonesia terhadap rokok elektrik masih relatif rendah. Jika di sejumlah negara seperti Malaysia atau wilayah tertentu di Asia Tenggara tingkat pemahaman publik terhadap vape telah mencapai sekitar 70%, bahkan di Indonesia angkanya diperkirakan masih berada di kisaran 10%.

Kondisi ini membuat banyak masyarakat ragu dan terjebak pada narasi negatif, tanpa memahami fungsi vape sebagai alat bantu transisi bagi perokok dewasa. Wayne, salah satu retailer vape mencatat bahwa dalam dua hingga tiga tahun terakhir, produk berbasis pod semakin diminati karena dinilai lebih praktis dan mudah digunakan dibanding perangkat konvensional. Tren ini diperkirakan berlanjut seiring masuknya pengguna dewasa baru yang mencari alternatif lebih sederhana.

Wayne juga menegaskan pentingnya tanggung jawab dalam distribusi dan edukasi. Penjualan vape kepada anak di bawah umur disebut menjadi garis merah yang tidak dapat ditoleransi. Menurutnya, banyak pelaku usaha vape yang berkomitmen pada edukasi, untuk selalu melakukan verifikasi usia serta memberikan informasi yang berimbang, bukan sekadar mendorong penjualan produk semata.

Di sisi lain, GEBRAK menilai peningkatan pengguna rokok elektrik harus diiringi dengan edukasi publik yang konsisten dan berbasis fakta. Melalui kolaborasi dengan vapestore dan komunitas, GEBRAK menargetkan perluasan sosialisasi pada 2026 agar lebih banyak perokok dewasa memahami opsi transisi yang tersedia, sekaligus menyadari bahwa tujuan akhirnya adalah berhenti merokok.

Ke depannya, proyeksi pertumbuhan pengguna rokok elektrik di Indonesia sangat bergantung pada pendekatan regulasi pemerintah. Pelaku industri berharap kebijakan tidak hanya melihat vape dari satu sisi, tetapi mempertimbangkan pengalaman perokok dewasa yang berhasil mengurangi atau menghentikan konsumsi rokok.