Pendapatan Turun, Utang SMGR Tembus Rp27 T: Apa yang Terjadi?
- Laba SMGR anjlok 92% jadi Rp37,9 miliar, pendapatan turun 4,9% ke Rp15,61 triliun. Utang naik Rp27,1 triliun, saham terkoreksi 21% sejak awal 2025.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) menghadapi tekanan kinerja berat sepanjang semester I 2025. Laba bersih merosot 92% menjadi hanya Rp37,9 miliar dari Rp503,5 miliar pada periode sama tahun lalu, sementara pendapatan turun 4,9% menjadi Rp15,61 triliun.
Di sisi lain, total liabilitas konsolidasian justru meningkat. Per Juni 2025, kewajiban perusahaan tercatat Rp27,1 triliun, naik dari Rp26,6 triliun pada akhir 2024. Lonjakan terutama berasal dari liabilitas jangka pendek, yang mempersempit ruang pernapasan keuangan.
Tekanan fundamental ini juga tercermin di lantai bursa. Hingga Jumat, 10 Oktober 2025 pukul 11.06 WIB, saham SMGR diperdagangkan di Rp2.590 per saham atau sudah turun 21,04% sejak awal tahun. Sentimen pasar pun ikut mempertebal bayangan tantangan bagi emiten semen pelat merah tersebut.
Kinerja yang tertekan dan harga saham yang ikut melemah membuat banyak pihak menyoroti kondisi fundamental Semen Indonesia. Untuk memahami lebih jauh, berikut adalah bedah atas pendapatan, struktur utang, arus kas, hingga kondisi anak usaha serta rasio keuangan perseroan.
1. Pendapatan Turun, Margin Menyusut
Pendapatan semester I 2025 tercatat Rp15,61 triliun, lebih rendah Rp800 miliar dibandingkan periode sama 2024. Sumber utama tetap penjualan semen sebesar Rp11,06 triliun, disusul terak Rp1,84 triliun, beton Rp621 miliar, serta produk non-semen lain senilai Rp635 miliar.
Kontribusi dari bisnis logistik, konstruksi, bahan bangunan, hingga persewaan tanah masih relatif kecil, di bawah Rp500 miliar. Porsi tersebut belum mampu menutup pelemahan penjualan semen domestik, yang masih mendominasi struktur pendapatan konsolidasian SMGR hingga lebih dari 70%.
Laba kotor terkoreksi dari Rp3,86 triliun menjadi Rp3,14 triliun. Penurunan ini membuat margin kotor turun dari 23,5% menjadi 20,1%. Biaya energi, batubara, dan distribusi yang tinggi menjadi faktor utama penyempitan ruang profitabilitas perusahaan.
2. Utang Menebal, Bunga Menggerus Laba
Liabilitas konsolidasian per Juni 2025 mencapai Rp27,1 triliun, naik Rp490 miliar dibandingkan akhir 2024. Lonjakan terutama berasal dari liabilitas jangka pendek yang meningkat menjadi Rp15,36 triliun, sedangkan liabilitas jangka panjang tercatat Rp11,77 triliun.
Pinjaman bank jangka panjang sebesar Rp3,65 triliun dan utang obligasi Rp1,59 triliun masih mendominasi struktur kewajiban. Kondisi ini tetap menimbulkan beban keuangan signifikan bagi perseroan meskipun terjadi penurunan beban bunga dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada semester I 2025, beban bunga tercatat Rp426 miliar, turun dari Rp662 miliar pada 2024. Namun, angka ini masih jauh lebih besar dibanding laba bersih Rp37,9 miliar. Perbandingan tersebut menunjukkan rasio utang menjadi isu yang diperhatikan investor.
3. Arus Kas dan Efisiensi Operasional
Meski laba bersih tertekan, arus kas operasi semester I 2025 tetap positif Rp1,17 triliun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan Rp1,02 triliun pada periode sama tahun sebelumnya, menandakan masih adanya kapasitas untuk menjaga likuiditas.
Arus kas investasi tercatat negatif Rp310 miliar, lebih baik dibandingkan negatif Rp627 miliar tahun lalu. Hal ini menunjukkan adanya pengendalian belanja modal. Sementara arus kas pendanaan negatif Rp478 miliar, jauh membaik dari minus Rp3,12 triliun pada 2024.
Dari sisi efisiensi, penurunan jumlah karyawan dan pengelolaan investasi menjadi bagian strategi untuk menekan beban operasional. Meski demikian, tantangan biaya produksi yang tinggi tetap menjadi pekerjaan rumah besar bagi SMGR.
4. Rasio Keuangan Menunjukkan Tekanan
Dari sisi rasio, Debt to Equity Ratio (DER) tercatat 0,57x, artinya setiap Rp1 ekuitas ditopang Rp0,57 utang. Secara struktur modal masih terjaga, namun kewajiban tetap menekan ruang manuver keuangan perseroan.
Return on Equity (ROE) hanya 0,08% dan Return on Assets (ROA) 0,05%. Angka ini menandakan kemampuan menghasilkan laba dari ekuitas dan aset sangat rendah, terutama bila dibandingkan dengan standar industri semen yang umumnya di atas 5–10%.
Sementara itu, Net Profit Margin (NPM) tercatat hanya 0,24%. Margin tipis ini menunjukkan tingginya beban biaya dan bunga yang harus ditanggung. Bagi investor, angka-angka ini menjadi indikator penting mengenai tekanan profitabilitas SMGR sepanjang 2025.
5. Anak Usaha dalam Tekanan
PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SBI), salah satu anak usaha SMGR, menghadapi masalah free float. Sejak Januari 2025, saham SBI disuspensi Bursa Efek Indonesia karena porsi kepemilikan publik belum memenuhi ambang batas minimal 7,5%.
Jika persoalan SBI yang menggunakan kode saham SMCB tidak terselesaikan dalam 24 bulan, risiko delisting bisa terjadi. Situasi ini menambah daftar pekerjaan rumah bagi manajemen, terutama dalam menjaga reputasi tata kelola di tengah portofolio anak usaha yang sangat luas.
Secara keseluruhan, SMGR memiliki 17 anak usaha langsung yang bergerak di berbagai lini bisnis. Mayoritas berada di segmen produksi semen seperti Semen Padang, Semen Tonasa, Semen Gresik, hingga Thang Long Cement di Vietnam. Lainnya di beton, logistik, kawasan industri, IT, dan bahan bangunan.

Alvin Bagaskara
Editor
