Paradoks Saham Bank BUMN: BBNI Laba Turun (Buy), BBTN Naik (Hold)
- Paradoks kinerja bank BUMN: BBTN naik, BBNI turun. Meski begitu, analis masih menilai saham BBNI menarik dengan rekomendasi BUY.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Dua bank BUMN, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN), melaporkan kinerja keuangan yang kontras. Laporan performa selama sembilan bulan pertama 2025 (9M25) menunjukkan hasil yang sangat berbeda bagi kedua emiten perbankan tersebut.
PT Bank Tabungan Negara (BBTN) berhasil mencatatkan pertumbuhan laba bersih yang signifikan sebesar 10,6% (YoY) menjadi Rp2,30 triliun. Kinerja ini didukung oleh performa profitabilitas yang impresif selama sembilan bulan berjalan tahun 2025.
Sebaliknya, laba bersih BBNI tercatat mengalami penurunan 7% secara tahunan (YoY) menjadi Rp15,1 triliun. Analis PT Indo Premier Sekuritas, Jovent Muliadi dan Axel Azriel, menyebut kinerja BBNI ini secara umum in-line dengan ekspektasi pasar, meski labanya tergerus.
1. BBTN: Laba Melesat, Didukung Efisiensi Biaya Dana
Analis Phintraco Sekuritas, Nurwachidah, dalam risetnya, Senin, 27 Oktober 2025, menyoroti bagaimana BBTN berhasil mencetak pertumbuhan laba bersih 10,6% YoY. Kinerja ini didukung oleh lonjakan PPOP yang meroket 83,8% YoY serta pertumbuhan NII sebesar 43,5% YoY.
Menurut Nurwachidah, kunci sukses BBTN terletak pada kemampuan manajemen dalam mengelola biaya dana (cost of funds) secara efisien. Laporan Phintraco merinci, pendapatan bunga BBTN tercatat tumbuh 18,8% YoY menjadi Rp26,58 triliun.
Pada saat yang sama, beban bunga yang dikeluarkan perseroan hanya meningkat tipis 2,5% YoY menjadi Rp13,82 triliun. Selisih ini berhasil mendorong pertumbuhan NII secara signifikan, yang menjadi motor utama profitabilitas BBTN pada periode ini.
2. Tantangan Kualitas Aset BBTN
Namun, kinerja solid BBTN ini diimbangi oleh tantangan pada kualitas aset. Phintraco mencatat bahwa NPL (Non-Performing Loan) Gross BBTN mengalami peningkatan 22 basis poin (bps) YoY. Rasio kredit macet ini kini tercatat berada di level 3,4% pada akhir 9M25.
Peningkatan NPL ini memaksa perseroan untuk mengambil langkah konservatif. BBTN menaikkan beban provisi (pencadangan) secara drastis sebesar 230,4% YoY. Total pencadangan yang disisihkan untuk menutupi risiko kredit macet tersebut mencapai Rp4,48 triliun.
Meski ada tantangan NPL, Phintraco Sekuritas tetap menaikkan target harga BBTN dari Rp1.250 menjadi Rp1.315. Namun, rekomendasi yang diberikan adalah Hold, seiring dengan kenaikan harga sahamnya baru-baru ini.
3. BBNI: Laba Turun Akibat Tekanan Margin
Sementara itu, analis Indo Premier, Jovent Muliadi dan Axel Azriel, dalam risetnya pada Jumat, 24 Oktober 2025, menyebut penurunan laba BBNI disebabkan NII yang lemah (-1% YoY). Pelemahan NII ini memberi imbas langsung pada turunnya Laba Operasional Sebelum Provisi (PPOP) sebesar -2% YoY di periode 9M25.
Tekanan ini juga tercermin jelas pada marjin bunga bersih (NIM) BBNI yang mengalami kontraksi 40 basis poin (bp) YoY menjadi 3,8% di 9M25. Akibat tekanan pada marjin, analis Indo Premier mencatat bahwa manajemen BBNI telah menurunkan panduan NIM untuk tahun ini.
4. Titik Cerah di Balik Laba BBNI
Meski demikian, Indo Premier tetap menjadikan BBNI sebagai pilihan utama (top pick) di sektor perbankan. Rekomendasi ini didukung oleh fundamental yang dinilai solid. Pertumbuhan kredit tercatat kuat sebesar +10,5% YoY, menunjukkan ekspansi bisnis yang tetap berjalan.
Selain kredit, sisi pendanaan juga kuat dengan pertumbuhan dana murah (CASA) yang robus sebesar +13% YoY. Kualitas aset (LAR) juga menunjukkan perbaikan, kini berada di level 10,4%, membaik dari 11,8% pada periode yang sama tahun sebelumnya.
5. Paradoks Valuasi dan Rekomendasi Analis
Perbedaan kinerja ini berujung pada paradoks valuasi dan rekomendasi. BBTN yang labanya naik, hanya mendapat rekomendasi Hold dari Phintraco. Valuasinya disorot karena masih murah, diperdagangkan pada PBV 0,49x, di bawah rata-rata lima tahunnya (0,79x).
Sebaliknya, BBNI yang labanya turun, justru mendapat rekomendasi BUY dari Indo Premier dengan Target Harga Rp4.800. Valuasi BBNI juga disorot karena menarik, diperdagangkan di 0,9x P/B, atau di bawah rata-rata historis 10 tahunnya di level 1,1x.

Alvin Bagaskara
Editor
