BBCA, BBRI, UNVR Kompak Beri Sinyal Cuan! Ini Rekomendasi Saham Hari Ini
- Tiga saham unggulan BBCA, BBRI, dan UNVR diprediksi berpotensi menguat hari ini. Sentimen positif datang dari peluang penurunan suku bunga The Fed dan kinerja cemerlang UNVR di kuartal III 2025.

Ananda Astri Dianka
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Tim Analis Bareksa merekomendasikan tiga saham unggulan untuk perdagangan hari ini, Senin 27 Oktober 2025, yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).
Ketiganya dinilai memiliki prospek menarik, seiring meningkatnya optimisme pasar terhadap peluang hampir 100% pemangkasan suku bunga Amerika Serikat pada rapat The Fed yang akan digelar 29 Oktober mendatang. Sementara itu, UNVR mencatatkan kinerja keuangan kuartal III 2025 yang solid.
1. BBCA – Beli Akumulatif di Rp8.000–8.275
Saham BBCA ditutup melemah 0,6% ke Rp8.275 pada perdagangan 24 Oktober. Analis merekomendasikan strategi buy on weakness atau beli akumulatif di rentang Rp8.000–8.275, dengan target take profit di Rp8.600–8.800 dan batas stop loss di Rp7.700.
Sebagai bank swasta terbesar di Indonesia, BBCA dinilai tetap menjadi pilihan defensif di tengah potensi pelonggaran kebijakan moneter global.
2. BBRI – Beli Akumulatif di Rp3.700–3.850
Harga saham BBRI menguat 0,79% ke Rp3.850 pada 24 Oktober. Saham bank pelat merah yang berfokus pada segmen UMKM ini direkomendasikan beli akumulatif di rentang Rp3.700–3.850, dengan target harga Rp4.000–4.100 dan stop loss di Rp3.550.
Kinerja BBRI terus menunjukkan perbaikan ditopang pertumbuhan kredit yang kuat serta peningkatan efisiensi.
3. UNVR – Beli Saat Koreksi di Rp2.400–2.500
Saham UNVR melonjak 11,95% ke Rp2.530 pada 24 Oktober. Analis menyarankan beli saat koreksi di kisaran Rp2.400–2.500, dengan target ambil untung di Rp2.700–2.800 dan stop loss di Rp2.300.
UNVR melaporkan laba bersih kuartal III 2025 sebesar Rp1,1 triliun, naik 28,5% secara kuartalan (QoQ) dan melesat 117,4% secara tahunan (YoY). Dengan demikian, laba bersih sepanjang Januari–September 2025 mencapai Rp3,3 triliun.
Pertumbuhan tersebut didorong oleh pemulihan penjualan dan efisiensi rantai pasok yang berhasil memperbaiki margin keuntungan.
Penjualan kuartal III tercatat Rp9,4 triliun, tumbuh 7,7% QoQ dan 12,4% YoY. Secara kumulatif, pendapatan Januari–September 2025 naik tipis 0,7% YoY menjadi Rp27,6 triliun, didorong kenaikan harga rata-rata 1,8% meski volume penjualan turun 1,1%.
Market share UNVR berdasarkan nilai sedikit turun ke 33% dari 33,1%, sementara berdasarkan volume menjadi 27% dari 27,3%. Manajemen tetap berhati-hati namun optimistis terhadap pemulihan struktural bisnis ke depan.
Highlight Pasar
Berdasarkan riset teknikal Ciptadana Sekuritas Asia (27/10), IHSG ditutup melemah tipis 0,03% ke level 8.272 pada Jumat (24/10). Meski demikian, aliran dana asing masih positif dengan mencatatkan net buy Rp1,2 triliun, sementara nilai tukar rupiah menguat 25 poin ke Rp16.595 per dolar AS.
Tekanan terbesar indeks datang dari saham sektor teknologi, bahan baku, dan konsumsi siklis yang masing-masing terkoreksi 2,43%, 1,30%, dan 1,13%. Saham-saham besar seperti TLKM, BRPT, dan BRMS turut menekan indeks dengan pelemahan di kisaran 2–4%.
Secara teknikal, IHSG diperkirakan bergerak terbatas di rentang 8.142–8.351, dengan peluang menguat seiring kuatnya arus beli asing hari ini.
Optimisme pasar juga didorong oleh perkembangan positif hubungan dagang AS–China yang mencapai konsensus awal pada KTT ASEAN di Kuala Lumpur pekan lalu. Presiden Donald Trump bahkan menyatakan keyakinannya bahwa kesepakatan dagang dengan Presiden Xi Jinping akan segera tercapai usai pertemuan pada 30 Oktober 2025.
Selain itu, data inflasi konsumen AS (CPI) Oktober 2025 mencatat 3% secara tahunan, sedikit naik dari 2,9% pada September namun masih di bawah ekspektasi pasar. Inflasi inti juga turun ke 3% dari 3,1%, memperkuat ekspektasi pemangkasan lanjutan suku bunga The Fed.
Mengutip CME FedWatch Tool per 27 Oktober, probabilitas penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin mencapai 96,7% pada rapat FOMC mendatang.

Ananda Astri Dianka
Editor
