Memahami Seluk Beluk Kripto, Panduan Lengkap untuk Pemula
- Pelajari seluk beluk aset kripto: cara kerja, jenis-jenis, risiko, dan regulasi terbaru OJK di Indonesia. Cocok untuk pemula yang ingin memahami Bitcoin hingga NFT.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Fenomena aset kripto kian mencuri perhatian publik dalam beberapa tahun terakhir. Mata uang digital ini hadir sebagai alternatif sistem keuangan tradisional yang selama ini dikuasai bank sentral.
Secara sederhana, cryptocurrency merupakan mata uang virtual yang menggunakan teknologi kriptografi untuk mengamankan transaksi. Tidak ada otoritas pusat yang mengendalikan, karena sistemnya desentralisasi. Proses transaksi terjadi langsung antar pengguna, tanpa perantara.
Di balik kripto berdiri blockchain, teknologi buku besar digital yang transparan, sulit dipalsukan, dan terus mencatat setiap transaksi dalam rantai blok data. Teknologi inilah yang memberi daya tarik sekaligus reputasi kripto sebagai instrumen yang aman sekaligus transparan.
Cara Kerja Kripto Secara Teknis
Sejarah kripto berawal dari gagasan David Chaum pada 1983 melalui konsep e-cash. Namun, terobosan nyata baru hadir pada 2009, ketika sosok misterius dengan nama samaran Satoshi Nakamoto memperkenalkan Bitcoin.
Bitcoin menjadi tonggak penting, untuk pertama kalinya masyarakat dapat melakukan transaksi digital tanpa campur tangan lembaga keuangan. Inovasi ini membuka jalan lahirnya ribuan aset kripto lain yang kini berkembang pesat di berbagai belahan dunia.
Meski terlihat rumit, cara kerja kripto bisa dirangkum dalam beberapa tahap. Saat seseorang mengirim koin digital, transaksi tersebut direkam sebagai sebuah blok data.
Baca juga : Himbara Diguyur Rp200 Triliun, Return Reksa Dana Perbankan Langsung Lompat
Blok ini kemudian diverifikasi oleh jaringan komputer atau node menggunakan mekanisme konsensus seperti Proof-of-Work (PoW) atau Proof-of-Stake (PoS).
Setelah lolos verifikasi, data transaksi ditambahkan ke rantai blockchain dan penerima resmi memiliki aset yang dikirimkan. Mekanisme ini membuat transaksi sulit dimanipulasi sekaligus menjaga kepercayaan antar pengguna.
Bagi sebagian orang, kripto dianggap sebagai peluang emas. Potensi imbal hasil tinggi, sifat desentralisasi, serta transparansi blockchain menjadi daya tarik utama.
Namun, risikonya tak kalah besar. Harga yang ekstrem volatil, regulasi yang belum mapan, hingga maraknya kasus peretasan dan penipuan, membuat investasi kripto bukan untuk semua orang. Bahkan, tidak sedikit yang kehilangan dana karena tergoda janji manis keuntungan instan.
Di Indonesia, posisi kripto cukup jelas, bukan alat pembayaran sah, melainkan dikategorikan sebagai komoditas. Hingga 2024, pengawasan berada di bawah Bappebti. Namun, berdasarkan UU P2SK, mulai 10 Januari 2025 pengawasan resmi berpindah ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Artinya, regulasi akan semakin ketat, terutama menyangkut perlindungan investor. Selain itu, keuntungan dari perdagangan kripto juga telah dikenai pajak sesuai aturan perpajakan nasional.
Baca juga : Badai Likuiditas Berlalu, Saham BBCA dan BBRI Jadi Top Pick Perbankan
Jenis-Jenis Aset Kripto dan Fungsinya
Seiring perkembangannya, kripto tak lagi sekadar alat tukar. Kini, ada beragam jenis dengan fungsi berbeda:
| Jenis Kripto | Fungsi Utama | Contoh Populer |
|---|---|---|
| Mata Uang Pembayaran | Alat tukar digital | Bitcoin (BTC), Litecoin (LTC) |
| Stablecoin | Dipatok ke aset stabil | Tether (USDT), USD Coin (USDC) |
| Token Utilitas | Akses layanan/platform | Ethereum (ETH), BNB |
| Token Governance | Hak suara komunitas | Uniswap (UNI), Aave (AAVE) |
| NFT | Kepemilikan digital unik | CryptoPunks, BAYC |
| Meme Coin | Spekulasi & komunitas | Dogecoin (DOGE), Shiba Inu (SHIB) |
| Koin Privasi | Transaksi anonim | Monero (XMR), Zcash (ZEC) |
Jenis-jenis ini memberi warna tersendiri pada ekosistem kripto, dari yang fungsional hingga murni hiburan.
Bagi yang merasa kripto terlalu berisiko, instrumen tradisional masih tersedia, reksa dana, obligasi, deposito, hingga emas. Semua memiliki karakteristik masing-masing, dengan risiko lebih terkendali dibanding aset digital.

Muhammad Imam Hatami
Editor
