Kinerja Emiten Properti Membaik, Tapi Harga Saham Masih Tertinggal
- Meski harga belum mencerminkan kekuatan fundamental, BRI Danareksa tetap mempertahankan pandangan overweight terhadap sektor properti.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA – Emiten-emiten properti mencatatkan perbaikan kinerja yang solid pada kuartal I-2025. Namun, peningkatan ini belum tercermin dalam harga saham mereka yang masih terdiskon dalam dibandingkan rata-rata historis lima tahun terakhir. Kondisi ini menciptakan jarak antara kekuatan fundamental dan persepsi pasar saat ini.
Dalam riset BRI Danareksa Sekuritas, analis Wilastita Muthia Sofi dan Ismail Fakhri Suweleh menilai bahwa sejumlah pengembang besar telah menunjukkan sinyal pemulihan yang nyata. “Mayoritas pengembang besar mencatatkan peningkatan profitabilitas, marketing sales yang solid, dan neraca keuangan yang semakin sehat,” tulis keduanya dalam laporan riset pada Jumat, 9 Mei 2025.
Biasanya, penurunan suku bunga menjadi katalis bagi saham sektor ini. Namun kini, dampaknya dinilai tidak signifikan karena sebagian besar emiten berada dalam posisi kas bersih. Dengan rasio utang yang rendah, sensitivitas terhadap biaya dana pun menurun, membuat faktor suku bunga tidak lagi menjadi pendorong utama bagi harga saham.
- RTMM Jatim dan Gubernur Jatim Kompak Dukung Revisi PP 28/2024 dan Tolak Kenaikan CHT 2026
- Pameran Rantai Dingin dan Logistik Terbesar di Indonesia Dorong Masa Depan Jaringan Suplai Pangan Nasional
- Dorong Deregulasi PP 28/2024, KADIN: Hambat Industri dan Pertumbuhan Ekonomi
Meski harga belum mencerminkan kekuatan fundamental, BRI Danareksa tetap mempertahankan pandangan overweight terhadap sektor properti. “Kami yakin potensi rerating masih terbuka, terutama untuk emiten yang memiliki pangsa pasar kuat, portofolio proyek tersebar, dan strategi penguatan return on equity,” ujar Wilastita dan Ismail dalam riset tersebut.
Empat saham pilihan utama yang mereka rekomendasikan mencakup PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dengan target harga Rp1.600, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) Rp1.550, PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) Rp640, dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) Rp800. Target ini mengacu pada estimasi valuasi wajar berdasarkan kinerja dan proyeksi pertumbuhan masing-masing emiten.
CTRA menjadi salah satu contoh emiten dengan kinerja menonjol. Pada kuartal I-2025, perusahaan ini mencatatkan kenaikan laba bersih sebesar 36,6% menjadi Rp660 miliar. Sementara BSDE, PWON, dan SMRA masih menghadapi tekanan laba, tetapi proyeksi sepanjang tahun tetap positif dengan estimasi pemulihan yang bertahap.
BRI Danareksa memperkirakan laba bersih CTRA dapat mencapai Rp2,33 triliun pada 2025. Sementara itu, BSDE diproyeksikan meraih laba Rp3,92 triliun, PWON Rp2,36 triliun, dan SMRA sekitar Rp1,14 triliun. Proyeksi ini menandakan pertumbuhan yang masih terjaga di tengah dinamika sektor.
Valuasi saham-saham properti pun masih tergolong murah. Rata-rata price-to-earnings (P/E) emiten sektor ini hanya sebesar 6,5 kali, dan price-to-book value (P/BV) berada di kisaran 0,6 kali. Ini menunjukkan bahwa harga saham belum merefleksikan potensi laba dan nilai aset perusahaan secara wajar.
Selain itu, keempat saham tersebut juga diperdagangkan dengan diskon besar terhadap revalued net asset value (RNAV). Rata-rata diskon mencapai 81%, lebih dalam dibandingkan rerata lima tahun terakhir yang sekitar 68%. SMRA mencatat diskon tertinggi sebesar 90%, disusul BSDE 84%, PWON 74%, dan CTRA 79%.
Dari sisi profitabilitas, return on equity (ROE) keempat emiten diproyeksikan mencapai rata-rata 10,1% pada 2025. Sementara dari sisi neraca, sebagian besar emiten berada dalam kondisi kas bersih: CTRA -10%, BSDE -7%, dan PWON -11%. Hanya SMRA yang mencatatkan utang bersih sebesar 53%, namun tetap aktif dalam ekspansi.
Marketing sales kolektif keempat emiten diperkirakan mencapai Rp6,87 triliun pada 2025. Meski bukan angka tertinggi dalam lima tahun terakhir, angka ini menunjukkan bahwa permintaan terhadap produk residensial dan komersial tetap terjaga, seiring dengan membaiknya daya beli masyarakat kelas menengah.
Dengan pertumbuhan laba bersih yang diperkirakan mencapai rata-rata 3% pada 2025 dan valuasi yang masih tertinggal jauh, peluang rerating saham properti tetap terbuka. “Kami melihat level valuasi saat ini sebagai peluang bagi investor untuk mengakumulasi saham-saham properti sebelum harga mencerminkan pemulihan fundamental,” tutup keduanya.

Ananda Astridianka
Editor
