Ketika Membeli Rumah Makin Jauh dari Jangkauan Anak Muda
- Meski memiliki rumah bisa menjadi impian yang membahagiakan bagi banyak orang, hal itu juga membawa tanggung jawab serta komitmen finansial.

Distika Safara Setianda
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Bagi banyak orang, memiliki rumah adalah cita-cita yang umum dimiliki. Hal ini dipandang sebagai pencapaian penting dalam kehidupan, sekaligus simbol dari stabilitas finansial, rasa aman, serta keberhasilan pribadi.
Namun, meski memiliki rumah bisa menjadi impian yang membahagiakan bagi banyak orang, hal itu juga membawa tanggung jawab serta komitmen finansial.
Membeli rumah menuntut pertimbangan matang terhadap kondisi keuangan pribadi, mulai dari kemampuan menyiapkan uang muka, membayar cicilan bulanan, menanggung biaya perawatan, hingga kewajiban pajak properti.
Kini, dunia kerja mulai didominasi oleh wajah-wajah baru dengan cara berpikir dan bekerja yang berbeda dari generasi sebelumnya. Mereka adalah generasi Z (Gen Z), kelompok yang lahir di era internet dan tumbuh bersama teknologi.
Gen Z kini telah menduduki peran di berbagai bidang pekerjaan, mulai dari tenaga pendidikan, karyawan swasta, sektor kreatif, hingga layanan kesehatan.
Bahkan, demi menopang hidup di tengah ekonomi yang tak pasti Gen Z mencari dengan polyworking. Polyworking merupakan di mana seseorang menjalani beberapa pekerjaan sekaligus alih-alih hanya bergantung pada satu sumber penghasilan.
Kenaikan biaya hidup akibat laju inflasi yang terus meningkat tidak sebanding dengan kenaikan upah, sehingga menimbulkan kesenjangan antara pendapatan dan pengeluaran. Selain itu, ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga menjadi risiko yang harus dihadapi oleh para pekerja di perusahaan.
Di sisi lain, pengangguran di Indonesia sebagian besar didominasi oleh kelompok usia muda. Dari total 7,28 juta pengangguran pada Februari 2025, sebanyak 3,55 juta orang atau mayoritas berasal dari kelompok usia 15-24 tahun. Posisi berikutnya ditempati oleh kelompok usia 25-34 tahun dengan jumlah mencapai 1,94 juta orang.
Di tengah ekonomi yang bergejolak, gelombang PHK terbesar tercatat pada Februari 2025, sedangkan jumlah terendah terjadi di bulan Juni. Situasi ini semakin menegaskan risiko generasi muda menghadapi masa pensiun miskin karena belum memiliki tabungan maupun investasi jangka panjang yang cukup.
Saat kehilangan pekerjaan datang secara mendadak, banyak orang belum memiliki kesiapan finansial, terlebih dalam mempersiapkan masa tua yang sejahtera. Dan, apakah Gen Z masih bisa memiliki rumah?
Dilansir dari Antara, di Indonesia Gen Z dihadapkan pada tantangan besar untuk merealisasikan keinginan memiliki rumah pribadi. Naiknya biaya hidup serta inflasi yang tak terkendali menambah tekanan keuangan bagi Gen Z, sehingga banyak dari mereka merasa ragu untuk membeli properti.
Harga properti terus merangkak naik dari tahun ke tahun, kerap melebihi tingkat kenaikan pendapatan. Bagi banyak Gen Z yang baru mulai bekerja atau masih berada di awal perjalanan karier, penghasilan mereka sering kali belum mampu mengimbangi lonjakan harga rumah yang begitu cepat.
Apalagi persyaratan kredit yang ketat serta tingginya suku bunga menjadi tantangan tersendiri. Banyak Gen Z yang belum memiliki rekam jejak kredit yang stabil, sehingga sulit mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Terlebih, bank memiliki sejumlah syarat unuk pengajuan KPR, seperti memiliki riwayat kredit yang positif, pendapatan yang stabil, serta kemampuan dalam membayar cicilan.
Sebagian besar Gen Z bekerja di sektor informal atau gig economy yang menawarkan fleksibilitas, namun pendapatannya tidak menentu dan tidak disertai fasilitas seperti asuransi kesehatan maupun jaminan pensiun. Kondisi ini membuat mereka kesulitan memenuhi persyaratan untuk mengajukan KPR.
Menurut data BestBrokers pada 2024, Indonesia tercatat sebagai negara dengan harga rumah yang paling sulit dijangkau. Rata-rata harga rumah di Indonesia mencapai 1.111 dolar AS per meter persegi, atau sekitar Rp18,3 juta per meter.
Angka tersebut tidak seimbang dibandingkan dengan rata-rata gaji tahunan masyarakat Indonesia yang hanya sekitar 2.300 dolar AS atau setara Rp37,8 juta. Dengan demikian, hampir separuh pendapatan setahun pekerja di Indonesia harus dihabiskan hanya untuk membeli sebidang tanah seluas satu meter persegi.

Distika Safara Setianda
Editor
