Jhonlin Group, Haji Isam dan Jargon Keberlanjutan yang Dipertanyakan
- Haji Isam, pemilik Jhonlin Group, raih penghargaan dari Presiden Prabowo meski bisnisnya diterpa kontroversi deforestasi dan konflik lahan.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Nama Haji Isam atau Andi Syamsuddin Arsyad bukanlah sosok asing dalam dunia usaha Indonesia, Presiden Prabowo Subianto baru saja memberikan penghargaan kepada Haji Isam di Istana Negara Senin, 25 Agustus 2025.
"Saya hanya ingin menyampaikan atas nama negara dan bangsa sekali lagi terima kasih atas jasa-jasa pengabdian saudara-saudara sekalian dan mereka-mereka yang orang tuanya tidak hadir, ahli waris juga atas nama negara dan bangsa terima kasih kami, Republik Indonesia, atas pengabdian saudara-saudara sekalian," ujar Prabowo saat menyerahkan pernghargaan tersebut, Kamis, 28 Agustus 2025.
Pengusaha asal Kalimantan Selatan itu dikenal luas sebagai pemilik Jhonlin Group, sebuah konglomerasi besar yang bisnisnya merambah dari tambang batubara, agroindustri, transportasi laut, hingga manufaktur.
Di balik ekspansi bisnisnya yang agresif, Jhonlin Group juga dikepung oleh beragam kontroversi, mulai dari isu deforestasi hingga kritik terhadap klaim “ekonomi hijau” yang diusung perusahaan. Berikut sederet kontroversi terkait Haji Isham.
Dari Batu Bara ke Biodiesel
Didirikan pada 2011, Jhonlin Group bermarkas di Simpang Empat, Kalimantan Selatan. Anak-anak perusahaannya, seperti PT Jhonlin Baratama (pertambangan), PT Jhonlin Marine Trans (transportasi laut), dan PT Multi Sarana Agro Mandiri (agroindustri), menjadi motor utama ekspansi.
Perusahaan mengklaim mempekerjakan lebih dari 10 ribu karyawan, dengan mayoritas tenaga kerja berasal dari daerah. Seiring meningkatnya tuntutan transisi energi, Jhonlin mencoba mengubah citra. Melalui PT Jhonlin Agro Raya (JARR), mereka meluncurkan biodiesel B50 (campuran 50 persen minyak sawit dan solar), sebuah program yang bahkan mendapat dukungan langsung dari pemerintah.
Di sisi lain, perusahaan juga menonjolkan kegiatan revegetasi lahan bekas tambang dan penanaman puluhan ribu bibit pohon sejak 2008.
Baca juga : Laba Emiten Haji Isam Fantastis, Saham ARA, Tapi Kok Masuk Radar UMA?
Hijau di Atas Luka Hutan
Meski menonjolkan jargon keberlanjutan, Jhonlin Group berkali-kali disebut dalam laporan LSM lingkungan sebagai salah satu penyumbang deforestasi terbesar di Asia Tenggara. Pada tahun 2019, grup ini membuka sekitar 5.900 hektar hutan untuk perkebunan sawit.
Kontroversi kian membesar ketika Jhonlin terlibat dalam proyek raksasa Merauke Food and Energy Estate (FEE) di Papua. Proyek ini dinilai berpotensi mengkonversi lebih dari 1 juta hektar lahan dan mengancam hingga 3 juta hektar hutan dan gambut.
Kawasan tersebut merupakan habitat satwa endemik, termasuk kanguru pohon dan burung cendrawasih. LSM internasional bahkan menyebutnya sebagai “proyek deforestasi terbesar di dunia.”
Konflik Lahan dan Hak Asasi
Selain deforestasi, perusahaan juga dituding terlibat dalam konflik agraria. Di Pulau Laut, Kalimantan Selatan, anak usaha Jhonlin, PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM), dituduh merampas lahan warga tanpa ganti rugi layak. Penolakan masyarakat berujung pada intimidasi, bahkan kriminalisasi.
Tak hanya itu, laporan investigatif mengaitkan Jhonlin Group dengan insiden kekerasan, termasuk kematian seorang jurnalis yang tengah menyelidiki perusahaan, serta kasus pembunuhan dua penjaga keamanan di konsesi perkebunan.
Baca juga : Dikabarkan Orang Dekat Haji Isam, Erick Thohir Tunjuk Ghimoyo sebagai Dirut ID FOOD
Insentif Besar, Kritik Lebih Besar
Keterlibatan politik juga menambah sorotan, Haji Isam dikenal dekat dengan lingkaran elite kekuasaan, dari era Presiden Joko Widodo hingga Presiden Prabowo Subianto.
Dukungan pemerintah terhadap biodiesel Jhonlin pun menuai tanda tanya, terutama setelah perusahaan diketahui menerima insentif hingga Rp1,86 triliun dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sepanjang 2022–2023.
LSM Auriga Nusantara dan Satya Bumi menyebut adanya dugaan keterlibatan politically exposed persons (PEP) dalam memuluskan aliran dana tersebut. Kritik menguat karena insentif jumbo itu dianggap tidak seimbang dibanding dukungan yang diterima petani sawit kecil maupun riset energi alternatif.
Di kancah internasional, reputasi Jhonlin Group juga tercoreng. Beberapa anak usaha, seperti PT Adisurya Cipta Lestari dan PT Batulicin Agro Sentosa, dilaporkan melanggar kebijakan No Deforestation, No Peat, No Exploitation (NDPE). Akibatnya, sejumlah perusahaan global, termasuk Unilever, Nestlé, dan PepsiCo, memutuskan menghentikan pembelian dari rantai pasok Jhonlin.

Muhammad Imam Hatami
Editor
