Gerogoti Pertumbuhan Ekonomi, Nilai Transaksi Judi Online Bisa Capai Rp 1.100 Triliun
- Perputaran dana judi online di Indonesia tembus Rp 47,97 triliun di awal 2025 dan bisa capai Rp 1.100 triliun. DEN sebut ekonomi nasional terancam turun 0,3% jika tak segera ditindak.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Judi online (judol) menjadi ancaman serius bagi perekonomian dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain menggerogoti keuangan individu, praktik ini juga berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi nasional, memicu kerugian sosial, serta memperlemah sistem keuangan negara.
Berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), perputaran dana dari aktivitas judi online di Indonesia telah mencapai angka yang mengkhawatirkan. Pada kuartal pertama tahun 2025 saja, nilai perputaran transaksi sudah menyentuh Rp47,97 triliun. Jika tidak ada intervensi tegas dari pemerintah dan aparat penegak hukum, angka ini diperkirakan bisa menembus Rp1.100 triliun
Dewan Ekonomi Nasional (DEN), mengungkap bila perputaran dana judol di Indonesia mengalir ke luar negeri, menghilangkan potensi besar untuk perekonomian domestik. Menurut DEN, judi online diperkirakan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 0,3%. Sepanjang tahun 2024, dana masyarakat senilai Rp 51,3 triliun tercatat mengalir ke rekening terkait aktivitas judol.
“Di situasi global yang tidak menentu, pertumbuhan ekonomi sebesar 0,3% ini sangat berharga untuk mencapai target Presiden, yakni pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029," jelas Anggota DEN, Firman Hidayat kala berdiskusi dalam forum Katadata Policy Dialogue, dikutip Rabu, 6 Agustus 2025.
Lebih memprihatinkan, sekitar 70% dari dana tersebut dipindahkan ke luar negeri, sehingga menghilangkan potensi multiplier effect dalam negeri yang seharusnya bisa mendorong konsumsi dan investasi.
Jika aktivitas ini dapat ditekan, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,3% pada 2024, lebih tinggi dibanding angka realisasi saat ini yang hanya 5,03%. Bahkan, target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada tahun 2029 yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo bisa terhambat jika masalah judol tidak segera ditangani.
“Ketika dananya lari ke luar negeri, bukan cuma duitnya yang hilang, multiplier effect yang di-create juga hilang. Jadi dari perhitungan sederhana ini kita mengestimasi di tahun 2024 saja impact dari judol itu 0,3% dari pertumbuhan ekonomi,” tambah Firman
Peluang Ekonomi yang Tergerus
Uang yang semestinya dialokasikan untuk konsumsi rumah tangga, tabungan, atau investasi justru menguap dalam praktik ilegal seperti judol. Hal ini berdampak langsung pada penurunan daya beli masyarakat, menurunnya tabungan nasional, serta minimnya dana yang dapat diputar kembali ke sektor-sektor produktif.
Selain itu, pemerintah turut merasakan dampaknya, seperti melemahnya efektivitas belanja sosial, merosotnya pendapatan pajak, serta meningkatnya beban anggaran untuk menangani dampak sosial akibat kecanduan judi online.
Secara makro, keberadaan judol memberikan tekanan luas terhadap stabilitas ekonomi nasional. Konsumsi masyarakat menurun karena dana mereka terkuras untuk aktivitas judi, bukan untuk kebutuhan barang dan jasa. Investasi juga terhambat karena berkurangnya tabungan nasional dan meningkatnya aliran dana ke luar negeri.
Sementara itu, penerimaan negara dari sektor perpajakan ikut menurun, sedangkan kebutuhan pembiayaan untuk mengatasi dampak sosial seperti kriminalitas, kekerasan dalam rumah tangga, dan gangguan kesehatan mental justru meningkat signifikan.
Fenomena judi online tidak hanya terjadi di Indonesia. Beberapa negara lain juga mengalami tekanan serupa. Di Brazil, pengeluaran masyarakat untuk judi meningkat dua kali lipat dalam lima tahun terakhir, bahkan mencapai 19,9% dari pendapatan rumah tangga.
Di Hong Kong, pemerintah kehilangan potensi pajak sebesar Rp 19 triliun per tahun akibat judi online. Afrika Selatan pun mengalami kehilangan potensi pajak sekitar Rp 100 miliar setiap tahun. Sementara itu, masyarakat Brazil menghabiskan sekitar US$ 12 miliar untuk bermain judol lintas negara.
Dampak Sosial: Gunung Es yang Mengintai
Dampak sosial dari judi online sering kali lebih besar dari yang terlihat di permukaan. Kasus kekerasan dalam rumah tangga, percobaan bunuh diri, hingga konflik keluarga terus bermunculan akibat kecanduan judol.
Sayangnya, pemetaan dampak sosial ini masih belum menjadi perhatian utama dalam kebijakan publik maupun penelitian akademik. Sejauh ini, belum banyak data komprehensif yang menggambarkan skala kerusakan sosial akibat fenomena ini.
PPATK mencatat bahwa perputaran dana yang terkait dengan aktivitas judi mencapai Rp 359,81 triliun pada tahun 2024, menjadikannya sektor ilegal dengan perputaran dana terbesar kedua setelah korupsi. Pada 2023, angkanya mencapai Rp 327,81 triliun.
Sementara itu, pada kuartal pertama tahun 2025 saja, nilai perputaran sudah mencapai Rp 47,97 triliun. Jika tidak ada intervensi tegas, angka ini diperkirakan bisa menembus Rp 1.100 triliun hingga akhir 2025.
Pemerintah melalui PPATK telah menyiapkan strategi mitigasi untuk menghadapi maraknya judol, terutama lewat intervensi di sektor keuangan dan teknologi finansial. Jika tidak ada tindakan apa pun, perputaran dana diproyeksi bisa mencapai Rp 1.100 triliun.
Namun, dengan intervensi dari sektor fintek, potensi kerugian ini bisa ditekan menjadi Rp 481 triliun. Bahkan, jika ditambah dengan langkah tegas seperti penahanan rekening pasif, nilai tersebut dapat ditekan lebih jauh lagi hingga Rp 205,3 triliun. PPATK telah menahan lebih dari 120 juta rekening pasif sebagai bentuk perlindungan terhadap sistem keuangan nasional.

Muhammad Imam Hatami
Editor
