Tren Pasar

Gen Z Rentan Terjebak Greater Fool Theory, Beli Aset Mahal

  • Greater Fool Theory menjelaskan fenomena orang membeli aset mahal bukan karena nilai, tapi karena berharap menjualnya dengan harga lebih tinggi.
trenasia

trenasia

Author

Pasar Modal
Pasar Modal (Istimewa)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Pernah nggak kamu lihat saham atau kripto yang harganya naik gila-gilaan, padahal bisnisnya biasa saja? Atau token meme yang tiba-tiba viral lalu jatuh bebas? Fenomena ini sering dijelaskan lewat satu konsep klasik di dunia finansial atau pasar modal yang bernama Greater Fool Theory.

Singkatnya, teori ini menjelaskan kenapa orang tetap membeli aset yang sudah mahal—bukan karena nilainya masuk akal, tapi karena berharap bisa menjualnya lagi ke orang lain dengan harga lebih tinggi.

Apa Itu Greater Fool Theory?

Greater Fool Theory merupakan teori investasi yang menyatakan bahwa seseorang investasi pemula bersedia membeli aset overvalued karena yakin akan ada “orang lain yang lebih nekat” (greater fool) yang mau membeli aset tersebut dengan harga lebih mahal.

Selama masih ada pembeli baru, harga bisa terus naik. Tapi begitu hype berhenti, harga bisa turun tajam—dan yang telat keluar biasanya jadi korban.

Contoh gampangnya:

  • Kamu beli koin viral karena “katanya mau ke bulan”
  • Bukan karena paham teknologinya
  • Tapi karena yakin masih ada orang lain yang mau beli lebih mahal

Kenapa Gen Z Rentan Terjebak?

Di era TikTok, X, dan Telegram, informasi bergerak super cepat. Satu video viral bisa bikin ribuan orang beli aset yang sama dalam hitungan jam.

Beberapa pemicu utamanya:

  • Fear of Missing Out (FOMO investor)
  • Influencer flexing cuan
  • Grup komunitas yang saling pompa sentimen
  • Narasi “ini kesempatan terakhir”

Dalam kondisi seperti ini, keputusan finansial oleh generasi z ataupun milenial sering lebih didorong emosi daripada logika. Mereka dengan mudah di akali untuk ikut arus dengan janji yang menarik.

Saham Gorengan & Kripto Meme

Greater Fool Theory sering muncul dan ditemupan pada saham lapis dua dan tiga. Saham pada lapisan ini di pasar modal seringkali mengalami turbulensi, tiba-tiba naik tanpa berita fundamental. Sementara di industri kripto meme tanpa utilitas jelas dan pada NFT yang dibeli karena “bakal ada next buyer”. Harga bisa jadi naik ekstrem, tapi begitu arus pembeli berhenti, koreksinya sering brutal.

Lalu Apa Bedanya Investasi dan Spekulasi

Investasi

  • Berdasarkan fundamental
  • Fokus jangka panjang
  • Risiko lebih terukur

Spekulasi

  • Berdasarkan hype dan sentimen
  • Fokus cuan cepat
  • Risiko jatuhnya tinggi

Nah, berdasarkan perbedaan di atas, kita harus sama-sama paham bahwa Greater Fool Theory lebih dekat ke spekulasi daripada investasi.

Pelajaran Penting Buat Investor Muda

Spekulasi itu sendiri bukan sesuatu yang sepenuhnya salah. Tapi yang penting, kamu harus sadar kenapa kamu beli sebuah aset. Apakah karena benar-benar paham nilainya dan prospeknya ke depan? Atau cuma karena yakin nanti bakal ada orang lain yang beli lebih mahal? 

Kalau jawabannya yang kedua, berarti kamu sedang main di wilayah Greater Fool Theory—zona di mana cuan bukan datang dari nilai, tapi dari berharap euforia belum keburu pecah.

Cara Biar Nggak Jadi “Greater Fool”

Ada beberapa tips sederhana yang wajib dipahami oleh generasi milenial dan gen z dalam berinvestasi :

  • Jangan all-in di aset viral
  • Tetapkan target jual dan cut loss
  • Pahami risiko sebelum ikut tren
  • Jangan pakai uang kebutuhan pokok
  • Ingat: tidak semua yang viral berakhir cuan

Di pasar keuangan, bukan yang paling cepat ikut tren yang menang, tapi yang paling disiplin mengelola risiko.

trenasia

trenasia

Editor