Garuda Indonesia (GIAA) Dapat Napas Baru Rp30 T, Investor Ritel Terancam Dilusi
- Garuda Indonesia mendapat suntikan dana Rp30 triliun dari sovereign wealth fund Danantara. Penyelamatan jumbo ini membuka harapan baru, tapi investor ritel hadapi risiko dilusi besar.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Langkah pamungkas untuk menyelamatkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) akhirnya dikeluarkan. Dana abadi negara atau sovereign wealth fund, Danantara, akan menyuntikkan modal jumbo senilai total Rp30,31 triliun (US$1,84 miliar) melalui skema private placement.
Langkah ini sontak menjadi sentimen super positif yang langsung menerbangkan harga saham GIAA hingga 9,0% ke level Rp96 pada perdagangan Rabu, 8 Oktober 2025. Namun, di balik kabar gembira ini, tersimpan konsekuensi bagi para investor ritel. Potensi dilusi kepemilikan yang sangat masif.
Aksi korporasi raksasa ini menjadi pertaruhan terbesar bagi masa depan Garuda. Lantas, untuk apa dana triliunan ini, dan seberapa besar pengorbanan yang harus ditanggung oleh investor ritel? Mari kita bedah tuntas.
1. Rapor Merah yang Memaksa Turun Tangan
Langkah penyelamatan ini bukan tanpa alasan. Rapor keuangan GIAA hingga semester pertama 2025 memang masih menunjukkan kinerja yang lemah. Rugi bersih membengkak 41,36% menjadi US$143,7 juta, sementara ekuitas perusahaan masih negatif US$1,49 miliar.
Manajemen mengakui, restrukturisasi yang dilakukan pada 2022 ternyata belum cukup untuk menyehatkan perusahaan. Beberapa hambatan utama antara lain adalah kegagalan rights issue tahap II, sulitnya akses pendanaan, dan pemulihan trafik penerbangan yang lebih lambat dari proyeksi.
2. Langkah Pamungkas: Suntikan Tunai dan Konversi Utang
Danantara akan mengeksekusi penyelamatan ini melalui dua skema. Pertama, suntikan modal secara tunai senilai US$1,44 miliar atau sekitar Rp23,66 triliun. Kedua, konversi pinjaman pemegang saham yang sudah ada senilai US$405 juta (Rp6,65 triliun) menjadi saham baru.
Dengan demikian, total dana sebesar Rp30,31 triliun inilah yang akan menjadi napas baru bagi Garuda. Aksi korporasi ini kini tinggal menunggu persetujuan dari para pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 12 November 2025.
3. Alokasi Dana: Mayoritas untuk Citilink dan Ekspansi Armada
Ke mana perginya dana jumbo ini? Ternyata, sebagian besar tidak hanya untuk Garuda, tetapi juga untuk menyehatkan anak usahanya. Sebesar 37% dari dana akan digunakan untuk peningkatan modal di Citilink, terutama untuk biaya perawatan pesawat.
Sebesar 29% lainnya akan digunakan untuk modal kerja dan operasional Garuda, juga untuk biaya perawatan dan perbaikan pesawat. 22% akan dialokasikan untuk ekspansi penambahan armada Garuda dan Citilink.
Sisanya, sebesar 12%, akan digunakan untuk membayar utang pembelian bahan bakar Citilink kepada Pertamina. Alokasi ini menunjukkan bahwa penyelamatan Garuda dilakukan secara grup, tidak hanya di level induk.
4. Konsekuensi Bagi Investor Ritel: Potensi Dilusi Masif
Inilah konsekuensi yang harus diterima oleh para investor publik. Karena suntikan modal ini dilakukan melalui skema private placement (tanpa HMETD), maka kepemilikan pemegang saham yang ada saat ini akan terdilusi atau tergerus secara signifikan.
Manajemen GIAA memperingatkan bahwa porsi kepemilikan pemegang saham publik berpotensi anjlok drastis. Dari yang semula 27,46%, kini bisa menyusut hingga hanya tersisa 5,03% saja pasca-aksi korporasi ini.
5. Apa Artinya Ini Bagi Investor?
Bagi investor, secara teoretis ini adalah pertaruhan dengan dua sisi mata uang. Di satu sisi, masuknya Danantara adalah jaminan bahwa Garuda tidak akan dibiarkan bangkrut. Ini adalah jaring pengaman terbesar yang memberikan kepastian keberlangsungan usaha.
Namun di sisi lain, investor harus siap dengan konsekuensi dilusi yang sangat besar. Ke depan, prospek saham GIAA akan sangat bergantung pada seberapa efektif manajemen baru di bawah pengawasan Danantara dalam memanfaatkan dana jumbo ini untuk benar-benar menyehatkan perusahaan.

Alvin Bagaskara
Editor
