Gap Generasi dan Peliknya Pengasuhan Anak Masa Kini
- Hari Anak 2025 soroti kesenjangan pengasuhan antara generasi tua dan Generasi Alfa. Diperlukan harmoni keluarga dan pemahaman era digital.

Chrisna Chanis Cara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID—Di rumah, anak dimanjakan kakek-nenek yang selalu siap menyuapi dan memakaikan sepatu. Di sekolah, guru mengajarkan kemandirian. Pulang ke rumah, anak malah bingung, harus jadi anak mandiri atau anak manja?
Gambaran ini bukan sekadar cerita sehari-hari. Ini adalah potret nyata dari kesenjangan generasi dalam pola pengasuhan yang kini jadi persoalan serius.
Choiriyah Widyasari, Dosen Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menyebutnya sebagai tantangan utama dalam mendidik anak-anak Generasi Alfa saat ini.
Bertepatan dengan peringatan Hari Anak Sedunia 2025, Choiriyah mengungkap fenomena menarik, orang tua zaman now justru kebingungan menghadapi anak-anak mereka sendiri.
Tema nasional tahun ini, "Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045", terdengar megah. Tapi di baliknya, ada pertanyaan mendasar yang belum terjawab, bagaimana caranya mendidik anak dengan cara lama di zaman yang sudah berubah total?
Orang tua yang dulu dibesarkan dengan aturan ketat, main di luar sampai sore, dan gawai cuma telepon rumah, kini harus mengasuh anak yang sejak balita sudah lebih jago ngoprek YouTube daripada ayahnya. Itulah realitas Generasi Alfa, anak-anak yang lahir setelah 2010 dan tumbuh dengan smartphone sebagai teman bermain pertama mereka.
"Karakter Generasi Alfa cenderung praktis dan akrab dengan proses serba cepat, menuntut orang tua memahami kebutuhan anak secara lebih menyeluruh. Setiap anak memiliki potensi berbeda dan tidak dapat disamaratakan baik dari segi kognitif, motorik, maupun kecenderungan cara belajar," kata Choiriyah dalam keterangannya pada TrenAsia.id, Kamis 20 November 2025.
Choiriyah mengatakan sebagian orang tua masih pakai resep lama untuk masalah baru. "Dulu kami begini kok bisa," atau "zaman dulu enggak pakai ribet-ribet begini" adalah kalimat yang sering terdengar. Padahal, anak zaman sekarang tumbuh di dunia yang berbeda dan jauh lebih kompleks.
Perang Pola Asuh di Rumah Sendiri
Yang bikin rumit, kesenjangan bukan cuma terjadi antara orang tua dan anak. Choiriyah menyebut di dalam rumah sendiri pun sering ada perselisihan soal cara mendidik anak. Hal ini mengakibatkan anak menjadi kebingungan dalam pembentukan karakter.
"Latihan kecil seperti memakai sepatu atau kaus kaki secara mandiri harus diterapkan baik di sekolah maupun rumah. Ketidaksamaan pola sering membuat anak sulit membentuk karakter dan keterampilan hidup secara konsisten," ujar dosen yang juga Ketua Pusat Studi Gender (PSG) UMS itu.
Kehadiran gawai juga membuat pengasuhan modern semakin pelik. Choiriyah bilang, ini keluhan nomor satu yang dia dengar dari para orang tua. Ironisnya, yang pusing justru orang tua Milenial dan Gen Z, generasi yang notabene tumbuh bareng internet dan teknologi.
"Gawai bersifat seperti pisau bermata dua, dapat bermanfaat jika digunakan dengan bimbingan dan pengawasan, tetapi dapat berdampak negatif jika anak dibiarkan mengaksesnya tanpa kontrol," jelasnya.
Sebagai Ketua PSG UMS, Choiriyah melihat ada benang merah antara kesenjangan pola asuh dengan meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Solo Raya dan Jawa Tengah. Angka kekerasan tidak menurun, malah terus naik dalam beberapa tahun terakhir.
Baca Juga: Latte Dad: Inspirasi dari Swedia, Kapan Ayah Indonesia Punya Hak Sama?
Ketidaksiapan generasi tua dalam memahami dan menghadapi tantangan pengasuhan modern bisa berujung pada frustrasi, yang kemudian meledak jadi kekerasan. Choiriyah menekankan pentingnya semua pihak dalam keluarga duduk bersama dan membuat kesepakatan.
Menurut dia, peran komunitas juga penting. Dasawisma, PKK, Aisyiyah, Muhammadiyah, dan komunitas lokal lainnya bisa jadi wadah untuk berbagi pengalaman dan saling belajar soal pengasuhan lintas generasi.
"Keluarga menjadi titik sentral dalam membangun generasi tangguh. Visi dan misi keluarga harus kembali diperkuat agar pola asuh berjalan harmonis, karena kesejahteraan emosional anak sangat dipengaruhi oleh kualitas pengasuhan di rumah," tegasnya.

Chrisna Chanis Cara
Editor
