Nasional

Fundamental Ekonomi RI Dinilai Masih Kokoh Saat IHSG dan Rupiah Rontok

  • Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, mengatakan bahwa ketahanan pasar domestik menjadi penyangga utama dalam menghadapi ketidakpastian global.
IHSG Ditutup Menguat-1.jpg
Karyawan beraktivitas dengan latar layar monitor pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, 8 September 2022. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia (trenasia.com)

JAKARTA – Perekonomian Indonesia dinilai masih menunjukkan daya tahan yang kuat berkat fondasi domestik yang solid, di tengah gejolak pasar saham dan tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, mengatakan bahwa ketahanan pasar domestik menjadi penyangga utama dalam menghadapi ketidakpastian global.

“Meskipun tensi global meningkat, pasar domestik memiliki buffer kuat, didukung oleh intervensi Bank Indonesia (BI) dan kestabilan permintaan domestik selama Ramadan," ungkap Andry dalam keterangannya yang dikutip dari Antara, Selasa, 8 April 2025.

Permintaan domestik yang stabil selama bulan Ramadan serta kesiapan BI dalam melakukan intervensi menjadi faktor kunci dalam menjaga stabilitas ekonomi. Selain itu, cadangan devisa yang memadai turut memperkuat kapasitas BI dalam menjaga nilai tukar rupiah dari tekanan eksternal.

Secara year-to-date (YTD), rupiah tercatat melemah 2,84%. Namun, BI diperkirakan akan terus aktif menjaga stabilitas nilai tukar yang diproyeksikan bergerak di kisaran Rp16.610 hingga Rp16.840 per dolar AS.

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjelang libur Lebaran tercatat terkoreksi sebesar 8,04% secara YTD. Meski demikian, masuknya dana asing senilai Rp623,6 miliar menjadi sinyal positif bahwa investor global masih menaruh kepercayaan terhadap pasar modal Indonesia.

Di pasar obligasi, yield surat utang pemerintah tenor 10 tahun dalam rupiah tercatat turun 12,2 basis poin ke level 7%, mencerminkan meningkatnya minat terhadap aset berisiko rendah. Sebaliknya, yield obligasi pemerintah dalam dolar AS naik tipis ke 5,32%.

Pasar keuangan domestik dibuka kembali pada 8 April 2025 dengan ekspektasi yang relatif optimistis. Respons kebijakan moneter yang cepat dan tepat, menurut Andry, ditambah dengan fundamental ekonomi yang solid, memberikan ruang bagi Indonesia untuk tetap kompetitif, terutama di tengah dinamika global.

“Saat dunia dihantui ketidakpastian, fleksibilitas dan ketahanan domestik justru menjadi nilai jual utama pasar Indonesia," ujar Andry.

Ketegangan Dagang Global Kian Memanas

Gejolak ekonomi global turut diperparah oleh memanasnya ketegangan dagang internasional. Presiden AS Donald Trump baru-baru ini menetapkan kebijakan tarif impor baru, dengan rincian:

  1. Tarif umum sebesar 10%
  2. Tarif 34% terhadap produk dari China
  3. Tarif 46% untuk produk asal Vietnam
  4. Tarif 20% untuk barang dari Uni Eropa

China merespons dengan menerapkan tarif serupa sebesar 34% untuk seluruh impor asal Amerika Serikat, yang mulai berlaku pada 10 April 2025. Sebagai balasan, Trump mengancam akan menaikkan tarif menjadi 50% jika China tidak mencabut kebijakan tersebut sebelum 8 April.

Ketegangan ini menyeret kinerja pasar saham AS. Indeks Dow Jones terkoreksi 0,91%, sementara S&P 500 turun 0,23%. Investor kini menantikan rilis data inflasi AS untuk bulan Maret, dengan proyeksi inflasi umum sebesar 2,6% YoY dan inflasi inti di kisaran 3% YoY.

Meski tekanan eksternal masih tinggi, Andry menilai bahwa ekonomi Indonesia tetap menunjukkan tanda-tanda resiliensi yang menjanjikan. Dengan penyangga domestik yang kuat, Indonesia dinilai mampu menjaga stabilitas dan melanjutkan pertumbuhan, bahkan di tengah gejolak ekonomi global.