Tren Pasar

Faktor Pendorong Potensi Kenaikan Saham SMRA hingga 88 Persen

  • Saham PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) direkomendasikan tetap buy dengan target harga Rp750 per saham. Didukung penjualan Rp3,56 triliun hingga kuartal III 2025 dan insentif PPN DTP, SMRA berpotensi naik hingga 88%.
<p>Kawasan proyek properti milik PT Summarecon Agung Tbk. / Summarecon.com</p>

Kawasan proyek properti milik PT Summarecon Agung Tbk. / Summarecon.com

(Istimewa)

JAKARTA, TRENASIA.ID Rekomendasi saham PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) tetap dipertahankan pada level buy dengan target harga Rp750 per saham. Dengan harga penutupan pada 21 Oktober 2025 sebesar Rp398, saham SMRA masih berpotensi naik hingga 88%.

Menurut riset Ciptadana Sekuritas Asia dikutip Kamis, 23 Oktober 2025, prospek positif ini sejalan dengan capaian marketing sales SMRA yang mencapai Rp3,56 triliun hingga kuartal III 2025, atau 71% dari target tahunan Rp5 triliun, tumbuh 34,1% secara tahunan (YoY).

Pertumbuhan tersebut ditopang oleh kinerja kuat pada kuartal III 2025, dengan penjualan sekitar Rp1,4 triliun, naik 48,6% YoY dan 7,7% QoQ. Capaian solid ini terutama berasal dari peluncuran produk di kawasan Serpong serta permintaan stabil untuk rumah tapak, yang menyumbang sekitar 80% dari total penjualan tahun ini.

Selain itu, harga jual rata-rata juga meningkat menjadi sekitar Rp3,1 miliar per unit pada kuartal III 2025, naik dari Rp2,7 miliar di semester I. Kenaikan ini mencerminkan permintaan yang kuat dan sentimen pasar yang positif.

SMRA juga mendapatkan keuntungan dari keberlanjutan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100%, yang membantu menjaga keterjangkauan harga rumah sekaligus meningkatkan kepercayaan pasar properti.

Sektor Properti Masih Atraktif di 2026

Ciptadana menilai sektor properti masih memiliki prospek positif pada 2026, didukung oleh stabilitas suku bunga, dukungan kebijakan pemerintah, serta potensi rerating valuasi saham. 

Investor disarankan fokus pada saham SMRA, PWON, dan SSIA yang memiliki fundamental kuat dan prospek pertumbuhan solid, terutama di tengah pemulihan daya beli masyarakat dan berlanjutnya pembangunan infrastruktur.

Di segmen ritel properti, performa tetap tangguh. Tingkat hunian mal utama di Jakarta diperkirakan stabil di kisaran 85–90%, sementara mal sekunder didukung oleh diversifikasi penyewa serta ekspansi tenant F&B. 

Pada sektor perkantoran, tingkat hunian diperkirakan bertahan di 75% untuk kawasan CBD dan 71% di luar CBD, terutama karena permintaan dari sektor minyak dan gas, keuangan, serta lembaga pemerintah.

Tabel: Valuasi Saham Properti

Illustration

Sumber: riset Ciptadana Sekuritas Asia (14/10)

Prospek Pasar Properti Residensial 2026

Pasar properti residensial diproyeksikan stabil sepanjang 2026. Faktor pendorong utama berasal dari stimulus fiskal dan moneter, kebijakan akomodatif Bank Indonesia yang menjaga keterjangkauan KPR, serta insentif pemerintah untuk memperkuat daya beli masyarakat.

Momentum penjualan diprediksi tetap kuat di wilayah pinggiran seperti Bekasi, Serpong, dan Depok, didorong peluncuran proyek baru dan permintaan tertahan (pent-up demand). Meski awal tahun biasanya terjadi perlambatan akibat libur Lebaran dan Imlek, tren penjualan diperkirakan kembali menguat di pertengahan tahun.

Tren Harga dan Strategi Pengembang

Harga rata-rata apartemen di Jakarta pada 2025 tercatat naik tipis menjadi Rp35,9 juta per meter persegi, atau kurang dari 1% secara tahunan. Di kawasan CBD, harga meningkat ke Rp53 juta per meter persegi akibat pasokan baru yang terbatas, sedangkan kawasan pinggiran mencatat rata-rata Rp27 juta per meter persegi dengan kinerja lebih baik.

Untuk menarik minat pembeli, pengembang masih aktif menawarkan beragam promosi, seperti bebas biaya administrasi, paket furnitur, hingga voucher belanja. Setelah insentif PPN sempat dipangkas menjadi 50%, pemulihan insentif penuh hingga 2026 kembali memperkuat sentimen pasar dan meningkatkan kepercayaan konsumen.

Dukungan Pemerintah dan Program Perumahan

Segmen hunian terjangkau tetap menjadi prioritas utama pemerintah melalui program KPR FLPP dengan bunga tetap 5%, uang muka 1%, dan tenor hingga 20 tahun. Program ini juga diperluas lewat Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan, yang memberikan akses pembiayaan tambahan bagi pengembang dan pelaku UMKM konstruksi.

KPR FLPP (Kredit Pemilikan Rumah – Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) merupakan skema pembiayaan bersubsidi dari pemerintah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), agar dapat membeli rumah dengan syarat ringan.

Pemerintah menargetkan pembangunan tiga juta rumah baru di bawah pemerintahan Prabowo–Gibran. Hingga akhir September 2025, telah tersalurkan 198.766 unit rumah FLPP senilai Rp24,67 triliun, melalui kerja sama dengan 40 bank dan lebih dari 10.000 pengembang di seluruh Indonesia.