Emas Jadi Primadona Orang Kaya Indonesia, Kalahkan Saham dan Properti
- Orang kaya RI sedang demam emas. Alokasi emas capai 25% portofolio, dua kali rata-rata global menurut laporan HSBC. Simak alasan dan tren investasinya.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Orang-orang kaya di Indonesia ternyata sedang demam emas. Laporan terbaru dari HSBC, Affluent Investor Snapshot 2025, mengungkap sebuah fenomena yang sangat menarik: porsi alokasi portofolio investor kelas atas di Indonesia untuk emas kini dua kali lebih besar dibandingkan dengan rata-rata investor global.
Di saat investor di seluruh dunia ramai-ramai mengurangi porsi uang tunai, orang kaya di Indonesia memilih emas sebagai pelabuhan utamanya. Tren ini menunjukkan adanya pergeseran strategi investasi yang signifikan, di mana emas tidak lagi hanya dipandang sebagai perhiasan, tetapi sebagai aset investasi utama.
Lantas, seberapa besar demam emas ini dan apa sebenarnya yang menjadi pemicunya? Mari kita bedah tuntas temuan dari HSBC.
1. Demam Emas Orang Kaya Indonesia
Data dari HSBC Affluent Investor Snapshot 2025 menunjukkan bahwa emas kini menjadi kelas aset teratas dengan porsi alokasi mencapai 25% dari total portofolio investor kelas atas di Indonesia. Angka ini meroket 12 poin jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Head of Networks Sales and Distribution HSBC Indonesia, Sumirat Gandapraja, mengungkapkan bahwa ada kecenderungan kuat di mana para investor mengurangi porsi uang tunai mereka dan mengalihkannya ke emas. Fenomena ini menunjukkan adanya perubahan perilaku yang sangat signifikan.
“Di sini ada kecenderungan bahwa Indonesia akhirnya mengurangi porsi cash dan pindahnya mostly ke emas,” kata Sumirat dalam media briefing HSBC Indonesia di Jakarta, Selasa, 16 September 2025.
2. Mengapa Emas Begitu Diminati?
Menurut Sumirat, ada dua alasan utama di balik demam emas ini. Pertama, emas secara konsisten dianggap sebagai aset aman atau safe haven di tengah kondisi politik maupun ekonomi global yang penuh dengan ketidakpastian. Ini adalah alasan klasik yang tak lekang oleh waktu.
Kedua, ada faktor budaya yang sangat kuat di Indonesia. Emas tidak hanya dilihat sebagai instrumen investasi, tetapi juga memiliki nilai budaya yang tinggi, salah satunya sebagai mas kawin. Kombinasi antara fungsi sebagai pelindung nilai dan simbol status sosial inilah yang membuat emas begitu diminati.
3. Potret Portofolio Investor Indonesia
Meskipun emas mendominasi, investor kelas atas di Indonesia juga melakukan diversifikasi ke berbagai aset lainnya. Setelah emas (25%), alokasi portofolio mereka tersebar ke properti (10%), obligasi (10%), dan saham (5%).
Jika dibedah lebih dalam, tiga produk keuangan teratas yang paling banyak dimiliki oleh investor kelas atas di Indonesia adalah emas fisik (44%), deposito berjangka (33%), dan investasi terkelola seperti reksa dana (31%).
4. Tren Global: Uang Tunai Ditinggalkan
Meningkatnya kepemilikan emas ternyata bukan hanya fenomena lokal. Di tingkat global, HSBC juga melaporkan bahwa para investor ramai-ramai memangkas porsi uang tunai mereka hingga hampir 40% seiring dengan tren penurunan suku bunga.
Sebagai gantinya, mereka juga mengalokasikan dananya ke emas dan saham. Kepemilikan saham oleh investor global bahkan tercatat meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun lalu. Ini menunjukkan bahwa tren diversifikasi dari uang tunai ke aset riil sedang terjadi di seluruh dunia.
5. Apa Artinya Ini Bagi Investor?
Bagi investor, fenomena ini adalah sinyal penting. Di tengah era suku bunga rendah yang membuat imbal hasil uang tunai menjadi tidak menarik, investor, baik global maupun domestik, kini aktif mencari alternatif aset yang bisa memberikan imbal hasil lebih baik dan melindungi nilai kekayaan.
Laporan ini menunjukkan bahwa emas telah menjadi pilihan utama bagi orang kaya di Indonesia sebagai benteng pertahanan di tengah ketidakpastian. Ini adalah petunjuk bahwa aset logam mulia masih dianggap sebagai instrumen lindung nilai yang paling tepercaya dan relevan.
Peningkatan porsi emas yang signifikan ini juga menjadi cerminan dari strategi diversifikasi yang cerdas. Investor tidak lagi hanya menumpuk asetnya dalam bentuk tunai, melainkan secara proaktif menyebarkannya ke berbagai instrumen untuk menyeimbangkan antara keamanan dan potensi pertumbuhan.

Alvin Bagaskara
Editor
