Ekonomi Hijau & ESG: Generasi Muda Jadi Motor Utama Bisnis dan Gaya Hidup
- Generasi muda Indonesia menjadi pendorong utama Ekonomi Hijau dan penerapan ESG (Environmental, Social, and Governance). Tren ini terlihat dari melonjaknya green financing Bank Mandiri hingga pertumbuhan pesat startup seperti Waste4Change dan Magalarva yang menawarkan solusi ekonomi sirkular. Kesadaran konsumen muda ini memaksa korporasi beradaptasi dan menjadikan keberlanjutan motor pertumbuhan ekonomi baru.

Maharani Dwi Puspita Sari
Author

JAKARTA, TRENASIA.ID – Kesadaran generasi muda terhadap isu keberlanjutan mendorong tren ekonomi hijau makin cepat berkembang di Indonesia. Transisi ini menunjukkan bahwa isu Environmental, Social, and Governance (ESG) tidak lagi sekadar jargon bisnis, melainkan telah masuk ke dalam pola hidup sehari-hari.
Kini, kelompok usia remaja hingga dewasa tak hanya menjadi konsumen utama produk ramah lingkungan, tetapi juga menjadi pendorong perubahan dalam dunia korporasi, gaya hidup urban, hingga gerakan komunitas.
Transformasi Korporasi Melalui Tuntutan Konsumen
Di sektor korporasi, sejumlah perusahaan besar mulai memperkuat penerapan ESG karena meningkatnya tuntutan publik muda yang ingin melihat dampak, bukan hanya produk semata. Banyak perusahaan yang dituntut untuk lebih transparan dan bertanggung jawab.
Sebagai contoh, Bank Mandiri menjalankan program green financing untuk membiayai proyek energi terbarukan dan efisiensi energi. Bank Mandiri telah berkomitmen penuh terhadap keuangan berkelanjutan melalui program solusi untuk klien di sektor padat karbon, mendorong dekarbonisasi dan menerapka operasi yang bertanggung jawab terhadap lingkungan denagn mengurangi jejak karbon, pinjaman keberlanjutan, pembiayaan transisi, hingga pinjama ramah lingkungan.
Selain korporasi besar, ekosistem startup juga bergerak cepat. Perusahaan rintisan seperti Waste4Change dan Magalarva kini tumbuh pesat karena menawarkan solusi ekonomi sirkular yang dekat dengan kehidupan urban, seperti pengelolaan sampah dan pengolahan limbah organik menjadi pakan bernilai tinggi. Pertumbuhan startup ini menunjukkan bahwa solusi keberlanjutan memiliki potensi bisnis yang besar.
Melansir dari Magalarva pada Jumat, 14 November 2025, data Angel Investor Network Indonesia (ANGIN) menunjukkan, ada 120 pendanaan kepada bisnis sosial sejak 2013. Sementara itu, data Dealroom menunjukkan secara global, startup berdampak sosial yang paling diincar oleh investor yakni terkait perubahan iklim dan energi bersih. Sejak 2015, nilai investasinya telah berkontribusi lebih dari €50 miliar.
Startup pengelolaan sampah waste4Change berhasil meraih pendanaan seri A senilai US$5 juta atau senilai dengan Rp76 miliar yang dipimpin oleh AC Ventures dan PT. Barito Mitra Investama. Momen ini menjadi bukti bahwa para investor mulai melirik model bisnis yang mengedepankan inovasi dalam memberikan solusi terhadap persoalan lingkungan, dan salah satunya mengenai sampah.
Komunitas dan Gaya Hidup Berubah
Di level komunitas, gerakan ramah lingkungan juga semakin aktif dan inklusif. Komunitas seperti Clean Up Jakarta Day, Pilah Sampah Jakarta, hingga gerakan kampus seperti EcoCampus UI, memperlihatkan bahwa aksi lingkungan kini bukan lagi kegiatan eksklusif aktivis lama.
Banyak anak muda ikut serta karena ingin mencari pengalaman, pertemanan, atau hanya sekadar merasa menjadi bagian dari gerakan besar yang relevan. Aktivitas seperti zero-waste workshop, kursus kompos, hingga community urban farming semakin diminati dan menjadi alternatif kegiatan akhir pekan yang jauh lebih bermakna.
Dalam gaya hidup, ekonomi hijau terlihat langsung di pola konsumsi. Kafe-kafe eco-friendly yang memakai konsep interior hijau, bahan lokal, dan minim plastik mulai menjamur di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Yogyakarta. Gaya hidup ramah lingkungan juga merambah fesyen, lewat brand preloved, dan upcycling seperti Sejauh Mata Memandang, serta berbagai brand lokal lainnya yang menonjolkan etika produksi yang bertanggung jawab.
Tren ini tak sekadar soal gaya, tapi juga berdampak pada ekonomi secara nyata. Hadirnya tren keberlanjutan ini menunjukkan bahwa konsumen muda cenderung lebih memilih brand yang transparan dalam penggunaan energi, rantai pasok, dan dampak sosial. Preferensi konsumen ini memaksa pelaku industri, mulai dari makanan, pakaian, hingga teknologi digital, untuk beradaptasi agar tetap kompetitif dan relevan.
Adanya peningkatan dan permintaan dari kelompok usia produktif ini, ekonomi hijau menjadi bagian penting dalam model bisnis baru yang memiliki konsep lebih efisien, bertanggung jawab, dan dekat dengan kebutuhan generasi masa depan. Transisi menuju keberlanjutan kini bukan lagi opsi tambahan, tetapi telah menjadi transportasi bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang Indonesia.

Maharani Dwi Puspita Sari
Editor