Tren Ekbis

Dibantu Rusia, China Segera Kalahkan Dominasi Nuklir Amerika Serikat

  • China melaju kencang di sektor energi nuklir dengan dukungan Rusia, siap salip AS yang stagnan dalam 5 tahun ke depan. Simak peta persaingan globalnya.
nicolas-hippert-C82jAEQkfE0-unsplash (1).jpg
Pembangki Listrik Tenaga Nuklir (unsplash)

JAKARTA, TRENASIA.ID - Dunia tengah menyaksikan pergeseran peta energi global. Jika selama puluhan tahun Amerika Serikat menjadi pemimpin absolut dalam produksi tenaga nuklir, kini posisi itu mulai terancam oleh langkah agresif China yang mendapat dukungan strategis dari Rusia.

Pekan ini, Kepala Perusahaan Nuklir Rusia, Rosatom, Alexei Likhachev, secara terbuka menyatakan bahwa Moskow siap membantu Beijing menyalip Washington sebagai produsen tenaga nuklir terbesar dunia. 

"China memiliki rencana ambisius untuk pengembangan energi atom. Tugasnya telah ditetapkan untuk mengejar dan melampaui Amerika Serikat dalam kapasitas terpasang, yang berarti mencapai kapasitas lebih dari 100 gigawatt," ujar Alexei Likhachev, kepada televisi pemerintah Rusia usai pertemuan di Beijing, dikutip Reuters, Kamis, 4 September 2025.

China kini menjadi negara dengan ekspansi tenaga nuklir paling agresif di dunia. Hingga April 2024, negeri tirai bambu itu memiliki kapasitas operasional 53,2 gigawatt (GW) dengan 55 lebih reaktor beroperasi.

Pada tahun 2025, kapasitas diperkirakan meningkat menjadi 65 GW berkat percepatan pembangunan 30 reaktor baru, hampir setengah dari total reaktor yang tengah dibangun di dunia.

Pemerintah China juga menyetujui pembangunan 10 reaktor tambahan pada 2025, tahun keempat berturut-turut dengan angka persetujuan yang sama.

Selain jumlah, Beijing juga memimpin inovasi. Pada 2023, China meluncurkan reaktor generasi keempat pertama di dunia, berpendingin gas helium, yang menghasilkan listrik lebih aman dan efisien. Target jangka panjangnya: kapasitas nuklir 200 GW pada 2040, atau sekitar 10% kebutuhan listrik nasional.

Rusia, Pemasok Teknologi dan Bahan Bakar

Rusia, lewat perusahaan Rosatom, memainkan peran krusial dalam ambisi nuklir China. Saat ini, Rusia telah membantu membangun empat reaktor di China dan tengah mengerjakan empat reaktor tambahan.

Rosatom juga memasok uranium serta bahan bakar nuklir, sektor di mana Rusia menguasai 40% pasar pengayaan uranium global. Rusia sendiri mengoperasikan 36 reaktor dengan kapasitas total 26,8 GW, menyumbang 18% listrik nasionalnya.

Likhachev menekankan untuk mengejar target melampaui AS, China perlu mengembangkan reaktor siklus bahan bakar tertutup generasi baru. Teknologi tersebut saat ini berbasis pada inovasi Rusia.

Kemitraan Rusia-China tidak sekadar proyek teknis, tetapi berpotensi mengubah tatanan energi global. Rusia membawa keunggulan teknologi reaktor dan pasokan bahan bakar, sementara China unggul dalam kapasitas manufaktur dan kecepatan konstruksi.

Keduanya tergabung dalam blok BRICS, yang kini juga melibatkan Indonesia, membuka peluang kolaborasi teknologi nuklir lebih luas. Bagi Rusia, kemitraan ini memperkuat soft power dan memperluas pasar teknologi nuklirnya di tengah tekanan Barat.

Amerika Serikat: Kekuatan Besar yang Tertekan

Amerika Serikat saat ini masih memegang rekor sebagai negara dengan jaringan reaktor tenaga nuklir terbesar di dunia. Sebanyak 92 reaktor operasional dengan kapasitas terpasang hampir 97 gigawatt (GW) menjadikan negeri Paman Sam sebagai pemimpin kapasitas nuklir global. Namun, di balik angka impresif tersebut, pertumbuhan sektor nuklir AS terlihat stagnan dalam dua dekade terakhir.

Salah satu penyebab utama adalah lonjakan biaya pembangunan reaktor baru. Berdasarkan berbagai laporan, biaya konstruksi reaktor di AS kini bisa mencapai 2,5 kali lebih tinggi dari proyeksi awal. 

Hal ini menjadikan investasi baru di bidang nuklir semakin tidak menarik dibandingkan dengan energi terbarukan seperti surya atau angin, yang biayanya justru semakin turun. 

Proyek besar seperti pembangunan reaktor baru di Plant Vogtle, Georgia, yang akhirnya rampung setelah bertahun-tahun tertunda, menjadi gambaran nyata betapa mahal dan kompleksnya membangun reaktor di AS.

Selain faktor biaya, Washington juga menghadapi tantangan geopolitik terkait pasokan bahan bakar nuklir. Meski menjadi kekuatan nuklir terbesar, sebagian besar rantai pasokan uranium yang diperkaya masih terkonsentrasi pada segelintir pemain global. 

Rusia, melalui Rosatom, menguasai sekitar 40% pasar pengayaan uranium dunia, sehingga membuat AS tetap bergantung pada impor, termasuk dari negara yang kini dianggap sebagai rival strategis. Ketergantungan ini menimbulkan risiko besar di tengah ketegangan geopolitik global.

Tabel Perbandingan Kapasitas Nuklir Global (2024–2025)

AspekChinaRusiaAS
Reaktor Beroperasi55+3692
Reaktor Dalam Pembangunan3042
Kapasitas (2025)65 GW26,8 GW96 GW
Target Jangka Panjang200 GW (2040)N/AStagnan
Pangsa Listrik Nasional10% (2040)18%18%
Inovasi TeknologiGen IV, heliumBahan bakarModernisasi