Bos JYP Entertainment Duduki Posisi Setingkat Menteri, Positif atau Negatif untuk Industri K-Pop?
- Untuk pertama kalinya, seorang penyanyi bahkan yang masih aktif, ditunjuk menduduki posisi setingkat menteri.

Distika Safara Setianda
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Penunjukan pendiri JYP Entertainment, Park Jin Young, sebagai wakil ketua komite baru pertukaran budaya pop kepresidenan membuat banyak pihak di industri K-pop terkejut, apakah ini akan menjadi peluang besar, atau justru berisiko menjadi bumerang?
Untuk pertama kalinya, seorang penyanyi bahkan yang masih aktif, ditunjuk menduduki posisi setingkat menteri.
Keputusan pemerintahan Lee Jae Myung ini memunculkan harapan akan reformasi yang sudah lama dinantikan, namun sekaligus menimbulkan kekhawatiran dari kalangan skeptis yang khawatir akan adanya tarik-menarik politik dan meragukan apakah langkah ini benar-benar akan menghadirkan solusi nyata.
Dilansir dari Korea JoongAng Daily, berbeda dengan dunia film dan televisi, di mana aktor maupun sutradara sudah beberapa kali menduduki jabatan setingkat menteri, hubungan K-pop dengan pemerintah selama ini cenderung lebih longgar.
Sebagai contoh, aktor senior Yu In Chon menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata sejak 2023 hingga Juli lalu, untuk kedua kalinya setelah sebelumnya memegang posisi yang sama di era pemerintahan Lee Myung Bak pada 2008-2011.
Karena itu, pengumuman Kantor Kepresidenan pada 9 September 2025 yang menunjuk Park Jin Young sebagai wakil ketua perdana Komisi Pertukaran Budaya Pop, bersama Menteri Kebudayaan Chae Hwi Young, cukup mengejutkan industri.
Park Jin Young dikenal dengan gaya panggungnya yang flamboyan sekaligus kiprahnya sebagai produser bagi sejumlah nama besar K-pop, seperti g.o.d., Rain, Wonder Girls, 2PM, TWICE, dan Stray Kids. Ia sendiri memulai karier sebagai penyanyi pada 1994, lalu mendirikan JYP Entertainment dua tahun setelahnya.
Penunjukan Park Jin Young akan resmi berlaku pada Rabu mendatang bersamaan dengan peluncuran komite kepresidenan, yang ditandai dengan upacara pelantikan menampilkan Stray Kids dan LE SSERAFIM.
Meski ada sejumlah persoalan lama yang membutuhkan perhatian pemerintah, seperti minimnya infrastruktur untuk konser berskala global dan maraknya praktik calo tiket, para pengamat menilai peran pemerintah harus lebih mendalam.
Tantangan yang perlu ditangani mencakup meningkatnya biaya produksi serta kekhawatiran terkait keberlanjutan finansial industri K-pop.
Apa yang Dibutuhkan Industri
Pertanyaan utama yang muncul adalah apa yang sebenarnya bisa dan akan diwujudkan oleh komite baru ini.
Para pelaku industri K-pop menilai pemerintah selama ini lamban dalam menyesuaikan diri dengan ledakan global musik Korea, terutama dalam memberikan dukungan struktural yang berarti.
Jika dibandingkan dengan industri film dan televisi, di mana produksi berskala besar mendapat pendanaan dari lembaga negara seperti Dewan Film Korea, agensi K-pop justru menerima dukungan finansial yang relatif minim.
“Semua kembali pada dukungan terhadap produksi,” ujar CEO Beat Interactive, Kim Hye Im, yang sebelumnya meluncurkan boy group pendatang baru Newbeat serta A.C.E.
Kim Hye Im menekankan agensi K-pop bukan sekadar manajemen artis, melainkan perusahaan produksi penuh yang menangani segalanya, mulai dari penulisan lagu hingga tur dunia.
“Jika setiap album atau proyek dapat diperlakukan sebagai sebuah produksi tersendiri atau kekayaan intelektual (IP) individual, saya yakin dukungan pemerintah bisa mendorong lahirnya lebih banyak konten berkualitas tinggi,” tambahnya.
Seruan akan dukungan administratif dan finansial semakin menguat seiring dengan meningkatnya biaya produksi grup K-pop yang melonjak drastis dalam satu dekade terakhir. Kondisi ini membuat agensi kecil terdesak, sementara perusahaan besar seperti HYBE kian mendominasi industri.
“Di negara-negara Eropa seperti Swedia, misalnya, pemerintah memberikan subsidi bagi para penulis lagu ketika mereka ikut serta dalam songwriting camp,” ungkap seorang eksekutif industri musik dari agensi K-pop menengah yang enggan disebutkan namanya.
“Bidang-bidang realistis seperti inilah di mana peran dukungan pemerintah bisa benar-benar bermanfaat,” imbuhnya.
Berjalan di Atas Tali Tipis
Meski banyak pihak di industri menyambut penunjukan Park Jin Young sebagai langkah ke arah yang tepat, kekhawatiran tetap ada, terutama terkait risiko terseret ke dalam retorika politik.
Sejauh ini, K-pop cenderung berdiri di luar lingkaran pemerintahan maupun politik, khususnya sejak berakhirnya rezim militer Korea pada akhir 1980-an.
Walau sesekali para politisi berusaha memanfaatkan popularitas idol K-pop untuk kepentingan diplomasi atau agenda politik domestik, industri ini pada dasarnya berjalan mandiri, dan siapa pun yang menjabat sebagai presiden biasanya tidak memberi dampak besar secara langsung terhadap jalannya industri.
Meski penunjukan Park Jin Young tidak dianggap sebagai langkah yang sepenuhnya bermuatan politik, kemungkinan adanya keterlibatan langsung pemerintah tetap menimbulkan kekhawatiran.
“Ini bukan soal afiliasi politik,” ujar seorang sumber dari industri hiburan yang enggan disebutkan namanya karena tidak berwenang mewakili perusahaannya.
“Namun yang dikhawatirkan adalah munculnya isu-isu sensitif yang bisa terbuka atau disentuh karena seorang pimpinan agensi memegang posisi penting di pemerintahan,” ujarnya.
Kekhawatiran lain menyangkut soal kesetaraan, sebab bantuan pemerintah dikhawatirkan justru memperkuat dominasi perusahaan-perusahaan besar yang sudah menonjol, alih-alih mendorong pertumbuhan ekosistem industri secara menyeluruh.
“Secara realistis, bila dukungan pemerintah hanya mengalir untuk kepentingan perusahaan besar, maka yang terbantu bertahan hanyalah mereka,” ujar Kim dari Beat Interactive.

Distika Safara Setianda
Editor
