BBCA Hadapi Perlambatan Jangka Pendek, Bagaimana Prospek ke Depan?
- Kinerja BBCA melambat secara kuartalan, tapi analis menilai prospek jangka panjang masih solid berkat efisiensi dan manajemen risiko.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Rapor kinerja PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) periode sembilan bulan 2025 menunjukkan gambaran yang kontradiktif. Laba bersih masih tumbuh 5,7% (YoY) menjadi Rp43,4 triliun. Namun, data kuartalan (QoQ) justru menunjukkan adanya sinyal perlambatan yang cukup jelas.
Namun, Research Analyst Phintraco Sekuritas, Nurwachidah, justru mengabaikan sinyal jangka pendek ini. Mereka dengan yakin mempertahankan rekomendasi "Buy" dengan target harga fantastis di Rp11.400. Ini menyiratkan adanya potensi upside kenaikan sebesar 44,76% dari harga penutupan kemarin di Rp7.875.
Fenomena di mana kinerja jangka pendek melambat namun prospek jangka panjang dinilai sangat cerah ini tentu memicu pertanyaan besar. Lantas, apa yang sebenarnya dilihat oleh para analis di balik data tersebut? Mari kita bedah tuntas.
1. Alarm di Kinerja Kuartal III
Alarm perlambatan paling jelas terlihat pada kinerja kuartal ketiga (3Q25). Secara kuartalan (QoQ), laba bersih BBCA tercatat turun 3,3%. Di saat yang sama, pendapatan bunga bersih (NII) yang menjadi mesin uang utama juga ikut terkoreksi 0,1%.
Perlambatan ini juga terlihat di mesin pertumbuhan utama, yaitu penyaluran kredit. Pertumbuhan kredit BBCA per September 2025 tercatat melambat menjadi 7,6% secara tahunan. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada periode 9M24 yang mampu mencapai 14,5%.
2. Jurus Konservatif yang Menekan Laba
Selain itu, alarm kedua adalah langkah jurus konservatif yang diambil oleh manajemen perusahaan. Laporan keuangan BBCA menunjukkan beban provisi (pencadangan) naik signifikan 60,1% secara tahunan (YoY) menjadi Rp3,5 triliun, menekan laba bersih saat ini.
Langkah agresif menaikkan pencadangan ini dinilai sebagai antisipasi potensi pemburukan kualitas aset. "Kenaikan ini dilakukan sebagai langkah antisipasi terhadap potensi pemburukan kualitas aset, terutama dari segmen konsumer," tulis Nurwachidah dalam risetnya, pada Selasa, 21 Oktober 2025.
3. Benteng Pertahanan yang Tak Tergoyahkan
Lalu, mengapa analis tetap merekomendasikan "Buy"? Jawabannya terletak pada benteng pertahanan BBCA yang dinilai masih tak tergoyahkan. Di balik perlambatan itu, fondasi perusahaan masih sangat kokoh dan sulit ditandingi oleh para pesaingnya.
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) tetap solid 7% YoY mencapai Rp1.205 triliun. Harta karun utamanya adalah rasio dana murah (CASA) yang kini mencapai 83,8% dari total DPK. Inilah yang memberikan BBCA biaya dana yang sangat efisien.
Selain itu, kualitas aset tetap terjaga prima. Rasio NPL gross stabil di 2,1% dan rasio Loan at Risk (LAR) bahkan membaik (turun) menjadi 5,5%. Kombinasi fondasi dana murah tebal dan NPL rendah inilah yang menjadi bantalan utama perusahaan.
4. Apa Artinya Ini Bagi Investor?
Bagi investor, riset Phintraco ini adalah sinyal investasi jangka panjang. Pasar mungkin menghukum BBCA karena data perlambatan kuartalan. Namun, para analis melihat ini sebagai langkah pruden yang tidak merusak fundamental superiornya.
Phintraco Sekuritas tetap optimistis dengan prospek ke depan. "Phintraco Sekuritas memperkirakan BBCA dapat mencatatkan pertumbuhan pendapatan sekitar 10% YoY dan pertumbuhan laba bersih 5% YoY menjadi Rp57,5 triliun di tahun 2025," tulis riset tersebut.
Rekomendasi "Buy" dengan target harga Rp11.400 adalah sinyal kuat. Ini menunjukkan bahwa harga saham BBCA saat ini dinilai sudah terlalu diskon dan tidak mencerminkan nilai wajar jangka panjangnya pasca koreksi harga terakhir.

Alvin Bagaskara
Editor
