Bappenas Bidik Pertumbuhan Ekonomi 5,4%, Lampaui Proyeksi Internasional
- Rachmat Pambudy menjelaskan, target ini didukung oleh sejumlah program prioritas seperti pemerataan pembangunan daerah, pembangunan tiga juta rumah, Koperasi Desa Merah Putih, digitalisasi pendidikan, hingga program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Muhammad Imam Hatami
Author


Wisma BNI 46 menjadi simbol gedung-gedung pencakar langit di Jakarta / Shutterstock
(Istimewa)JAKARTA, TRENASIA.ID - Pemerintah melalui Kementerian PPN/Bappenas menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 berada di kisaran 5,4%. Target tersebut merupakan bagian dari roadmap menuju pertumbuhan 8% pada tahun 2029.
“Pertumbuhan ekonomi ini bukan hanya angka sebatas, namun merupakan cerminan dari kreativitas investasi dan kesiapan daerah dalam melihat peluang RKP tahun 2026,” ujar Menteri PPN/Bappenas Rachmat Pambudy dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Jumat 22 Agustus 2025.
Rachmat Pambudy menjelaskan, target ini didukung oleh sejumlah program prioritas seperti pemerataan pembangunan daerah, pembangunan tiga juta rumah, Koperasi Desa Merah Putih, digitalisasi pendidikan, hingga program Makan Bergizi Gratis (MBG). Belanja Rp71 triliun untuk MBG sendiri diproyeksikan mampu menambah pertumbuhan ekonomi sebesar 0,86%.
“Oleh karena itu, alokasi belanja baik di pusat maupun daerah harus difokuskan pada program-program prioritas nasional yang menunjuk pada capaian pembangunan tersebut,” tambah Rachmat.
Selain itu, sejumlah sektor strategis juga diprediksi menjadi motor pertumbuhan, seperti transportasi dan pergudangan (9,6%-10%), akomodasi dan makanan-minuman (9,7%-9,8%), serta informasi dan komunikasi (8,2%-8,8%).
Baca juga : Pertumbuhan Ekonomi Naik, Tetapi Pengangguran Meningkat
Proyeksi Lembaga Internasional Lebih Rendah
Berbeda dengan optimisme pemerintah, lembaga internasional menilai prospek ekonomi Indonesia lebih moderat. Bank Dunia dalam laporan Juni 2025 memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2026 hanya sebesar 4,8%, lebih rendah dibandingkan proyeksi Januari 2025 yang sempat berada di angka 5,1%.
Bank Dunia menilai, tingginya ketergantungan Indonesia pada ekspor komoditas membuat perekonomian rentan terhadap guncangan eksternal. Perang dagang yang dipicu kebijakan proteksionisme Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump, misalnya, berpotensi menghambat arus perdagangan internasional.
Situasi ini dapat menekan permintaan global terhadap produk-produk unggulan Indonesia, mulai dari batu bara hingga minyak sawit. Meski pemerintah menggelontorkan stimulus melalui belanja sosial dan investasi publik, tekanan eksternal yang sulit diprediksi tetap dianggap sebagai faktor penghambat pertumbuhan.
Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan Januari 2025 juga mengeluarkan proyeksi yang lebih konservatif dibandingkan target pemerintah. IMF memperkirakan pertumbuhan Indonesia hanya berada di level 5,1% pada 2025 dan 2026.
Baca juga : Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Turun Lagi, Apa Dampaknya ke Indonesia?
Angka ini sejalan dengan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang cenderung melemah. IMF menekankan, meskipun Indonesia memiliki pasar domestik yang besar, ketergantungan pada permintaan eksternal serta ketidakpastian pasar keuangan internasional akan tetap menjadi tantangan utama dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.
Perbedaan target dan proyeksi ini menunjukkan adanya gap antara optimisme pemerintah dan kehati-hatian lembaga internasional maupun nasional. Tantangan utama mencakup ketidakpastian global, efektivitas kebijakan fiskal, serta konsistensi koordinasi antara pusat, daerah, dan otoritas moneter.

Amirudin Zuhri
Editor
