Tren Ekbis

B60, Solusi Transisi atau Jalan Buntu Energi Bersih?

  • Implementasi B60 dari minyak sawit menghadapi isu ketahanan mesin, fluktuasi harga CPO, dan kekhawatiran deforestasi. Lihat pembahasan lengkapnya di sini.
<p>Uji Coba B40 Ditargetkan Rambung Akhir Tahun/ Sumber: esdm.go.id</p>

Uji Coba B40 Ditargetkan Rambung Akhir Tahun/ Sumber: esdm.go.id

(Istimewa)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Pemerintah Indonesia semakin serius mendorong penggunaan bahan bakar campuran biodiesel dengan persentase tinggi sebagai langkah mengurangi ketergantungan pada solar fosil. 

Setelah tahapan B20 dan B30 dianggap berhasil menekan impor serta meningkatkan serapan minyak sawit domestik, kini perhatian fokus pada rencana uji coba B60, campuran berisi 60% biodiesel dan 40% solar. 

Meski digadang-gadang sebagai lompatan besar menuju bauran energi terbarukan, berbagai pihak menilai bahwa implementasi B60 menyimpan tantangan serius dari sisi teknis, ekonomi, hingga dampak lingkungan yang belum sepenuhnya terselesaikan.

Secara konsep, B60 menawarkan pengurangan langsung konsumsi solar murni karena lebih dari separuh volume campurannya berasal dari bahan terbarukan seperti FAME berbasis minyak sawit. 

Pemerintah melihat langkah ini sebagai upaya strategis untuk menekan ketergantungan pada impor, meningkatkan nilai tambah industri sawit, dan memperkuat posisi Indonesia dalam transisi energi. 

Dalam perspektif kebijakan, B60 dianggap sebagai kelanjutan logis dari program biodiesel nasional yang dirancang bertahap agar industri otomotif, produsen biodiesel, serta pihak distribusi dapat menyesuaikan diri secara perlahan. 

Selain itu, penerapan B60 diharapkan mampu meningkatkan perekonomian daerah produsen CPO sekaligus memperluas peluang pekerjaan di sektor hilir sawit.

Baca juga : Gaji Harus Sesuai! Gen Z dan Milenial Punya 'Quiet Ambition' di Dunia Kerja

Kritik Lingkungan

Meski membawa manfaat ekonomi, kebijakan B60 mendapat sorotan tajam dari kelompok lingkungan. Forest Watch Indonesia (FWI) menilai perluasan biodiesel berbasis sawit berpotensi menimbulkan dampak ekologis yang lebih besar daripada manfaatnya. 

Risiko deforestasi menjadi isu utama yang kembali mencuat, mengingat peningkatan permintaan sawit dapat mendorong pembukaan lahan baru di berbagai wilayah Indonesia apabila tidak disertai pengawasan ketat. 

Selain itu, biodiesel bukanlah bahan bakar yang bebas emisi. Proses produksinya mulai dari pengolahan CPO, transportasi, penggunaan energi fosil dalam proses industri, hingga perubahan penggunaan lahan dinilai tetap menghasilkan emisi signifikan. 

Forest Watch Indonesia (FWI) dan beberapa organisasi lingkungan bahkan menyebut program biodiesel persentase tinggi sebagai “false solution" atau solusi palsu, karena diyakini tidak menyelesaikan akar persoalan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan justru mempertahankan keberadaan mesin diesel dalam jangka yang lebih panjang.

Risiko dan Ketahanan Mesin

Dari sektor industri otomotif, penerapan B60 masih dianggap belum siap. Sebagian besar pabrikan kendaraan hanya memberikan izin penggunaan biodiesel pada kadar tertentu saja, seperti B20 atau B30. 

Dikutip dari laman Solar Industri, Kamis, 4 Desember 2025, penggunaan B60 tanpa standar teknis yang jelas berpotensi membatalkan garansi kendaraan, terutama untuk produk baru yang menggunakan sistem injeksi modern dan sensitif terhadap kualitas bahan bakar. 

Secara teknis, biodiesel berbasis FAME diketahui memiliki karakter yang lebih mudah teroksidasi, menyerap air dalam jumlah lebih besar, serta rentan menghasilkan endapan atau jelaga yang dapat menyumbat filter dan injektor. 

Tantangan ini membuat operator kendaraan, armada logistik, hingga sektor transportasi umum khawatir bahwa penggunaan B60 dalam jangka panjang dapat meningkatkan biaya perawatan, terutama jika infrastruktur penyimpanan dan distribusi tidak ditingkatkan sesuai standar yang dibutuhkan.

Di sisi lain, keberhasilan program B60 sangat bergantung pada ketersediaan dan stabilitas harga minyak sawit sebagai bahan baku utama. Harga CPO di pasar global terkenal fluktuatif, dipengaruhi faktor cuaca, produksi internasional, hingga kebijakan perdagangan negara produsen lain. 

Baca juga : Harga Emas Antam Hari Ini 4 Desember 2025 Turun Rp6.000

Ketika harga CPO naik, biaya produksi biodiesel turut meningkat, sehingga membutuhkan subsidi tambahan agar harga jual tetap kompetitif dengan solar konvensional. 

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa program B60 dapat menjadi beban fiskal baru. Selain itu, meningkatnya permintaan sawit untuk biodiesel dapat menggeser prioritas dari sektor pangan ke energi, yang pada akhirnya berpotensi menciptakan volatilitas harga komoditas domestik dan menekan daya beli masyarakat.

Secara keseluruhan, B60 dapat dilihat sebagai strategi mitigasi jangka menengah yang memberikan manfaat pengurangan impor solar dan peningkatan serapan bahan baku domestik. 

Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada pengelolaan risiko lingkungan, kesiapan industri otomotif dan infrastruktur distribusi, serta keseimbangan kebijakan energi nasional agar tidak menunda investasi pada teknologi terbarukan yang lebih bersih dan berkelanjutan.