Tren Ekbis

Apa Itu Family Office yang Ditolak Purbaya Pakai APBN?

  • Baru-baru ini rencana pembentukan family office kembali mencuat. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak membiayai proyek tersebut menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
IMG-20240126-WA0048.jpg
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (TrenAsia/Debrinata)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Baru-baru ini rencana pembentukan family office kembali mencuat. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak membiayai proyek tersebut menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Rencana pembentukan family office di Indonesia yang sebelumnya diusulkan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Pandjaitan yang telah digaungkan sejak 2024.

“Saya anggarannya enggak akan alihkan ke sana,” kata Purbaya di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Jakarta Selatan, Senin 13 Oktober 2025.

Purbaya menegaskan, alokasi APBN akan diprioritaskan untuk membiayai program-program prioritas pemerintah. Karena itu, ia tidak akan mengalokasikan anggaran negara untuk pembentukan family office yang bukan program prioritas.

“Saya belum terlalu ngerti konsepnya, walaupun Pak Ketua DEN sering bicara, tapi saya belum pernah lihat apa sih konsepnya,” sambungnya.

Apa Itu Family Office?

Family office merupakan perusahaan swasta yang didirikan untuk mengelola kekayaan, investasi, serta kebutuhan finansial keluarga superkaya, dengan tujuan menjaga dan mendistribusikan kekayaan antargenerasi.

Sementara, cara kerja family office yaitu dana dari orang kaya raya di dunia diperbolehkan disimpan di Indonesia. Namun, pemilik dana tersebut harus melakukan investasi di beberapa proyek yang ada di Indonesia.

“Mereka (orang superkaya dunia) tidak dikenakan pajak tapi harus investasi, dan (dari) investasi nanti akan kita pajaki,” jelas Luhut melalui akun Instagramnya @luhut.pandjaitan.

Sebagai contoh, orang kaya menyimpan dana sebesar 10 hingga 30 juta dolar AS di Indonesia. Dana tersebut kemudian diinvestasikan ke berbagai proyek di dalam negeri. Selama dana itu diinvestasikan di Indonesia, hal ini berkontribusi pada perputaran ekonomi nasional serta menciptakan peluang lapangan kerja baru.

“Kan banyak proyek di sini, ada hilirisasi, seaweed, dan macam-macam. Jadi, Indonesia itu punya peluang yang besar dan harus diambil peluang ini dan tentu harus menguntungkan Indonesia,” kata Luhut.

Dilansir dari lk2fhui.law.ui.ac.id, family office bersifat eksklusif dan tertutup, sehingga membedakannya dengan manajer kekayaan (wealth manager) tradisional. Nilai investasi dari satu keluarga dalam lembaga ini bisa mencapai lebih dari US$100 juta atau sekitar Rp1,6 triliun.

Beberapa negara telah menerapkan konsep investasi semacam ini, seperti Singapura, China, dan Uni Emirat Arab (UEA). Singapura sendiri bahkan memiliki lebih dari 1.000 family office dan menjadi tempat bagi sebagian besar family office di Asia.

peneliti dari The PRAKARSA Bintang Aulia Lutfi menyatakan, meski pembebasan pajak bertujuan untuk menarik minat para pemilik modal besar, kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan ketidakadilan.

“Perlakuan pemerintah pada ragam kelas ekonomi saat ini tidak menjunjung asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di mana kebijakan yang dikatakan dapat ‘membawa penerimaan negara’ justru tidak adil untuk masyarakat,” ujarnya, dilansir dari theprakarsa.org.

Orang kaya akan semakin dimanja melalui fasilitas pembebasan pajak ketika menanamkan modal pada proyek-proyek pemerintah.

Pembentukan family office di Indonesia telah dikemukakan Luhut sejak tahun 2024 dan mendapat persetujuan atau dukungan dari presiden saat itu, Joko Widodo.

Selanjutnya, pada Maret 2025, Luhut mengungkapkan tim yang dibentuknya untuk mempersiapkan pendirian family office di Bali telah mulai menjalankan tugasnya.

“Presiden Prabowo sudah memberikan ‘go ahead’ saat bertemu di Istana. Jadi, secara teknis kami laporkan ke presiden nanti,” ucapnya saat itu.

Namun, pada Agustus lalu, Luhut menyampaikan pendirian family office di Bali masih menunggu keputusan dari Presiden Prabowo. “Kita lagi kejar terus, kita berharap bisa segera diputuskan presiden,” paparnya.

Sementara, Menteri Keuangan Purbaya menegaskan pemerintah tidak akan menggunakan anggaran negara untuk membiayai pembentukan family office tersebut.