Tren Pasar

Saham BBCA Telah Drop 25 Persen: Konsensus Analis Tetap Super Bullish

  • Saham BBCA anjlok hingga 25% sejak awal tahun dan ditutup di Rp7.400. Namun, mayoritas analis justru kompak memberi rekomendasi 'Buy' dengan potensi cuan hingga 45%.
BCA Expo 2025 - Panji 2.jpg
Presiden Direktur BCA Hendra Lembong memberikan sambutan saat pembukaan BCA Expo 2025 yang berlangsung di ICE BSD Tangerang 22-24 Agustus 2025. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia (trenasia)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Tekanan di saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tampaknya belum berakhir. Pada penutupan perdagangan hari ini, Jumat, 10 Oktober 2025, harga sahamnya kembali anjlok dan ditutup di level Rp7.400 per saham. Pelemahan ini membuat total koreksi saham BBCA kini mencapai 25% sejak awal tahun (year-to-date).

Namun, di tengah pelemahan ini, mayoritas analis pasar modal justru menyuarakan pandangan yang sama: rekomendasi "Buy". Data konsensus dari Bloomberg menunjukkan, hampir semua analis yang mengulas saham ini memberikan rekomendasi beli dengan target harga yang sangat tinggi.

Fenomena di mana harga saham terus tertekan namun para ahli justru super optimistis ini tentu memicu pertanyaan besar. Lantas, apa yang sebenarnya dilihat oleh para analis yang tidak dilihat oleh pasar? Mari kita bedah tuntas.

1. Peluang Valuasi Semakin Dalam: Potensi Cuan Kini Jadi 45%?

Dengan harga yang kini berada di Rp7.400, koreksi harga saham BBCA sejak awal tahun menjadi semakin dalam. Pelemahan ini justru menciptakan peluang valuasi yang lebih besar lagi bagi para investor.

Jika mengacu pada target harga konsensus 12 bulan ke depan yang berada di level Rp10.760, maka kini ada potensi keuntungan atau return sebesar 45,4% dari harga saat ini. Potensi keuntungan yang semakin besar inilah yang menjadi dasar mengapa para analis begitu yakin.

2. Konsensus Super Bullish dari Para Analis

Keyakinan para analis ini bukan sekadar isapan jempol. Data dari Bloomberg menunjukkan adanya konsensus yang luar biasa kuat. Dari 35 sekuritas yang mengulas saham BBCA, sebanyak 33 di antaranya memberikan rekomendasi "Buy".

Hanya ada dua sekuritas yang menyematkan peringkat "Tahan" (hold), dan tidak ada satu pun yang berani merekomendasikan "Jual". Konsensus yang sangat kompak ini adalah sinyal yang sangat langka dan menunjukkan keyakinan tingkat tinggi dari para profesional pasar.

3. Pendorong Utama: Gelombang Sentimen Positif

Lalu, apa yang menjadi pendorong di balik optimisme para analis ini? Jawabannya adalah gelombang sentimen positif yang akan menguntungkan sektor perbankan. Analis BRI Danareksa, Erindra Krisnawan dan Wilastita Muthia Sofi, menyoroti beberapa faktor utama.

Pertama, membaiknya likuiditas di sistem perbankan. Kedua, potensi penurunan biaya dana seiring dengan tren penurunan suku bunga acuan. Ketiga, suntikan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun ke bank BUMN yang memberikan efek rambatan positif.

Kombinasi antara valuasi sektor perbankan yang sudah murah dengan deretan katalis positif inilah yang dinilai akan menjadi pendorong utama. “Dengan dinamika likuiditas yang membaik dan valuasi masih menarik, sektor ini menawarkan risk-reward yang baik,” seperti dikutip dalam riset BRI Danareksa.

4. Apa Artinya Ini Bagi Investor?

Bagi investor, fenomena ini adalah sebuah pelajaran investasi klasik. Ini adalah pertarungan antara sentimen pasar jangka pendek yang sedang pesimistis, melawan prospek fundamental jangka panjang yang dinilai sangat cerah oleh para ahli.

Anjloknya harga saham BBCA telah menciptakan titik masuk (entry point) yang sangat menarik. Para analis melihat ini sebagai momentum yang tepat untuk melakukan akumulasi beli pada saham berkualitas premium dengan harga yang sedang terdiskon.

BRI Danareksa bahkan menjadi salah satu yang paling optimistis. Mereka memfavoritkan saham BBCA sebagai pilihan utama dengan target harga yang jauh lebih tinggi dari konsensus, yaitu di level Rp11.900 per saham.