Rapor FTSE Terbaru: DSSA Naik Kelas, Analis Ungkap Potensi dan Risikonya
- FTSE Russell resmi merilis hasil rebalancing indeks global September 2025. DSSA Grup Sinarmas naik kelas ke large cap, sementara BDMN terdepak dari mid cap. Simak daftar emiten baru, yang tersingkir, serta dampaknya bagi investor di Bursa Efek Indonesia.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Lembaga penyedia indeks global, FTSE Russell, baru saja mengumumkan hasil kocok ulang atau rebalancing untuk daftar saham Seri Indeks Ekuitas Global (Global Equity Index Series) periode September 2025. Hasilnya, terjadi perombakan signifikan pada sejumlah saham emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Bintang utama dalam pengumuman kali ini adalah saham Grup Sinarmas, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), yang secara resmi naik kelas ke kategori saham berkapitalisasi pasar besar atau large cap. Namun di sisi lain, saham perbankan PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) justru harus rela terdepak dari kategori mid cap.
Lantas, bagaimana perubahan komposisi ini akan memengaruhi nasib para investor? Mari kita bedah tuntas rapor lengkap rebalancing FTSE, dari daftar emiten yang masuk dan keluar, hingga pandangan lengkap dari para analis.
1. Bintang Utama: DSSA Resmi Masuk Klub Elite Large Cap
Kabar paling menggembirakan datang untuk saham DSSA. Emiten Grup Sinarmas ini berhasil dipromosikan dan masuk ke dalam kategori large cap atau saham berkapitalisasi pasar raksasa. Status baru ini akan menempatkan DSSA dalam radar utama para manajer investasi global.
Promosi ini sangat wajar jika melihat kinerja harga sahamnya. Sepanjang tahun 2025 berjalan, saham DSSA telah meroket 113,04%. Kenaikan fantastis ini membuat kapitalisasi pasarnya menggembung hingga mencapai Rp607 triliun, memenuhi kriteria sebagai saham elite.
Analis Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, menilai langkah ini akan mendorong masuknya dana asing pasif. "Masuknya saham kapitalisasi besar ke FTSE juga akan mendorong passive inflow asing, terutama dari produk ETF yang memiliki tolok ukur ke FTSE," ujarnya dalam keterangannya dikutip pada Senin, 25 Agustus 2025.
2. Nasib di Kelas Menengah: BDMN Terdepak, Tak Ada yang Baru
Nasib berbeda dialami oleh saham perbankan PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN). Dalam rebalancing kali ini, BDMN harus rela turun kasta dan keluar dari daftar indeks FTSE untuk kategori saham berkapitalisasi pasar menengah atau mid cap.
Sementara itu, tidak ada satu pun saham dari Indonesia yang berhasil masuk ke dalam kategori mid cap maupun small cap pada periode ini. Hal ini menunjukkan persaingan yang semakin ketat untuk bisa menembus daftar saham kelas menengah dan kecil di level global.
Keluarnya BDMN tanpa adanya pengganti dari emiten Indonesia menandakan tantangan bagi perusahaan-perusahaan nasional. Untuk bisa masuk ke dalam radar investor global di kategori ini, perusahaan harus menunjukkan pertumbuhan kapitalisasi pasar dan likuiditas yang konsisten.
3. Parade Anggota Baru di Klub Micro Cap
Kabar baik justru datang dari kategori saham berkapitalisasi pasar mikro atau micro cap. Sebanyak delapan emiten asal Indonesia berhasil naik kelas dan masuk ke dalam daftar indeks FTSE untuk kategori ini, menunjukkan fundamental dan likuiditasnya yang semakin menarik.
Para pendatang baru tersebut antara lain adalah PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN), PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI), dan PT MNC Kapital Indonesia Tbk (BCAP). Selain itu ada juga MLBI, CNMA, CLEO, serta ULTJ.
Masuknya delapan emiten ini ke dalam indeks micro cap global adalah sinyal positif. Ini menunjukkan bahwa semakin banyak perusahaan Indonesia berskala menengah yang mulai dilirik oleh investor dan penyedia indeks internasional karena kinerjanya yang bertumbuh.
4. Mereka yang Tersingkir dari Klub Micro Cap
Di saat ada yang masuk, tentu ada pula yang harus tersingkir. Tujuh emiten yang sebelumnya berada di dalam daftar micro cap kini harus rela terdepak dari indeks FTSE, kemungkinan karena tidak lagi memenuhi kriteria kapitalisasi pasar atau likuiditas.
Emiten-emiten yang keluar dari daftar ini antara lain adalah PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST), PT Dana Brata Luhur Tbk (TEBE), dan PT IMC Pelita Logistik Tbk (PSSI). Selain itu ada juga MTMH, KKGI, SMBR, serta UCID.
Keluarnya saham-saham ini dari daftar indeks berpotensi memberikan tekanan jual jangka pendek. Hal ini disebabkan karena para manajer investasi yang menggunakan indeks FTSE sebagai acuan, secara otomatis akan menjual saham-saham tersebut dari portofolio mereka.
5. Apa Artinya Ini Bagi Investor?
Sementara itu, analis Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menilai emiten yang masuk ke dalam indeks berpeluang mengalami lonjakan harga jangka pendek hingga tanggal efektif berlaku pada 22 September 2025. Artinya, emiten yang masuk akan mencipatkan euforia sesaat.
Namun, ia mengingatkan bahwa setelah itu, pergerakan harga akan kembali dipengaruhi oleh fundamental. "Nantinya, investor atau fund manager akan kembali mencermati prospek usaha emiten anggota FTSE pada masa mendatang," imbuh Nafan.
Di sisi lain, Audi menambahkan bahwa dampak paling signifikan akan dirasakan oleh saham large cap seperti DSSA. Ia secara spesifik merekomendasikan trading buy untuk saham MIDI (target Rp500) dan DSSA(target Rp86.400).

Alvin Bagaskara
Editor
