MSCI Ubah Metodologi Free Float, Pasar Saham Indonesia Tak Perlu Panik
- Wacana perubahan perhitungan free float oleh MSCI dinilai tak akan picu outflow asing. Investor global justru lakukan rotasi saham di BEI.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Wacana perubahan metodologi perhitungan free float (jumlah saham publik) oleh MSCI untuk saham-saham di Indonesia telah memicu volatilitas pasar. Muncul kekhawatiran bahwa langkah ini akan memicu arus keluar modal asing (outflow) besar-besaran dari Bursa Efek Indonesia (BEI).
Namun, analisis mendalam menunjukkan bahwa investor asing, terutama passive funds dan global managers, kemungkinan besar tidak akan menarik dananya keluar dari Indonesia. Alih-alih outflow, yang terjadi justru adalah rotasi portofolio ke saham-saham yang lebih memenuhi kriteria likuiditas dan valuasi.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, menepis kekhawatiran tersebut. “MSCI bikin outflow asing? Belum tentu! Investor asing... tidak buru-buru keluar, melainkan rotasi. Bukan outflow,” ungkap Liza dalam ulasannya, Rabu, 29 Oktober 2025.
1. Wacana Perubahan Metodologi MSCI
Kepanikan ini bermula setelah MSCI mengumumkan konsultasi publik mengenai rencana penggunaan monthly holding composition report yang dipublikasikan oleh KSEI. Data KSEI dinilai sebagai referensi tambahan yang lebih rinci untuk menghitung free float emiten di Indonesia.
Selama ini, emiten di Indonesia hanya melaporkan pemegang saham dengan kepemilikan 5% atau lebih. Sementara data KSEI melaporkan kepemilikan di bawah 5% dan memberikan klasifikasi yang jelas, seperti 'korporasi' atau 'others' (lain-lain).
Dalam usulan terbaru, MSCI akan menggunakan angka kepemilikan publik terendah antara data emiten dan data KSEI. MSCI juga mengusulkan untuk memperketat klasifikasi non-free float, dengan memasukkan kepemilikan 'korporasi' dan 'others' dalam kategori tersebut.
Jika proposal ini diterapkan, maka perhitungan free float untuk banyak emiten di Indonesia berpotensi menyusut drastis secara teknis. Hal ini dapat menyebabkan beberapa saham berisiko tidak lagi memenuhi syarat minimum free float dan terancam dikeluarkan dari indeks MSCI.
Meski demikian, wacana ini belum final. MSCI akan menerima masukan hingga 31 Desember 2025 dan mengumumkan hasilnya pada Januari 2026. Jika disetujui, metodologi baru ini akan mulai berlaku pada MSCI Index Review Mei 2026.
2. Tiga Prinsip Utama Investor Asing
Menyikapi kondisi tersebut Liza pun menjelaskan bahwa investor asing, terutama passive funds dan global managers, memiliki tiga prinsip utama dalam berinvestasi. Pertama, mereka membutuhkan likuiditas dan free float yang memadai agar bisa keluar-masuk dengan mudah tanpa menggerakkan harga.
Prinsip kedua adalah valuasi. Investor global cenderung menghindari saham-saham yang sudah terlalu mahal (overvalued) karena mandat investasi mereka menuntut adanya disiplin harga dalam pemilihan aset portofolio mereka.
Prinsip ketiga adalah keterwakilan indeks. Selama bobot Indonesia di indeks MSCI secara keseluruhan tidak dikurangi, mereka hanya akan bergeser antar saham dalam negeri, bukan menarik dana keluar dari Indonesia.
3. Realita di Pasar: Rotasi, Bukan Jual Masif
Liza menilai penurunan IHSG beberapa waktu lalu lebih disebabkan oleh aksi profit taking investor domestik. “Dengan valuasi saham-saham besar yang sudah tinggi, porsi asing di situ sebenarnya tidak dominan,” tuturnya.
Data pasar pun mendukung argumentasi tersebut. Tercatat, pada Senin, 27 Oktober 2025, saat IHSG anjlok, asing justru net buy Rp1,19 triliun, memborong BBCA dan BRPT. Namun pada Selasa, 28 Oktober 2025, mereka net sell Rp1,37 triliun, melepas BBRI dan BMRI.
Investor asing, kata dia, tetap bertahan di pasar. Mereka hanya menjadi lebih selektif dengan memilih saham-saham yang likuid, bervaluasi wajar, dan memiliki free float besar seperti perbankan, TLKM, atau ASII, serta beberapa saham grup konglomerasi yang memenuhi kriteria.
4. Dampak Jangka Panjang: Kualitas Pasar Membaik
Meskipun dalam jangka pendek wacana ini dapat menimbulkan volatilitas akibat penyesuaian bobot indeks dan rotasi portofolio, Liza justru melihatnya sebagai hal positif dalam jangka panjang. Kebijakan ini dapat memperkuat kualitas pasar modal Indonesia ke depannya.
“Rencana MSCI justru bisa memperkuat kualitas pasar... mendorong emiten memperbesar free float, memperbaiki tata kelola, dan membuat pasar modal Indonesia lebih ‘investable’ di mata global,” pungkas Liza.

Alvin Bagaskara
Editor
