Menakar Dampak Kenaikan PPh Kripto Bagi Investor Pemula
- Sri Mulyani naikkan PPh Kripto jadi 0,21% tapi hapus PPN untuk investor. Apa dampaknya bagi trader pemula dan platform lokal? Simak ulasan berikut.

Chrisna Chanis Cara
Author


JAKARTA—Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, telah menetapkan kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) untuk transaksi aset kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025. Kebijakan ini resmi berlaku mulai 1 Agustus 2025.
Dalam beleid yang diterbitkan Kamis, 31 Juli 2025 tersebut, disebutkan tarif PPh final atas transaksi kripto mengalami kenaikan tipis dari 0,20% menjadi 0,21%. Kenaikan ini khusus berlaku untuk transaksi yang dilakukan melalui pedagang fisik aset kripto terdaftar di Bappebti.
Pasal 12 Ayat (1) PMK 50/2025 secara eksplisit menyatakan: “Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dikenai Pajak Penghasilan Pasal 22 dengan tarif sebesar 0,21% dari nilai transaksi aset kripto.”
Di sisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pemerintah memberikan pengecualian signifikan. Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1):“Atas penyerahan aset kripto yang dipersamakan dengan surat berharga tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.”
Ini artinya PPN tidak lagi dibebankan langsung kepada investor saat membeli atau menjual aset kripto. Sebagai gantinya, beban pajak dialihkan ke penyedia layanan infrastruktur pendukung transaksi. Meski demikian, dua jenis jasa tetap dikenai PPN.
Hal itu yakni penyediaan sarana elektronik untuk transaksi kripto, dengan tarif efektif 12% x (11/12 dari nilai komisi/imbalan) sesuai Pasal 5, serta jasa verifikasi transaksi oleh penambang (miner), dikenakan tarif 20% x (11/12 dari tarif PPN berlaku) sebagaimana diatur Pasal 8.
Kripto Disamakan Surat Berharga
Perubahan kebijakan ini menegaskan status aset kripto sebagai instrumen yang dipersamakan dengan surat berharga sekaligus merevisi aturan pajak sebelumnya dalam PMK 68/2022. Implementasinya akan diawasi Bappebti selaku regulator perdagangan berjangka komoditi.
Aturan pajak baru dalam industri kripto diyakini membawa transformasi signifikan dalam ekosistem investasi digital Indonesia. Ada dampak langsung bagi investor terkait biaya transaksi dan profitabilitas. Kenaikan tarif PPh final dari 0,1% menjadi 0,21% berpotensi meningkatkan biaya transaksi penjualan.
Contoh, penjualan 1 BTC senilai Rp500 juta kena pajak Rp1,05 juta. Di sisi lain, aturan sebelumnya hanya dikenai pajak Rp500 ribu. Adapun pembebasan PPN dari yang sebelumnya 0,11-0,22% dapat mengurangi biaya masuk investasi, terutama menguntungkan pembeli aset jangka panjang.
Lalu bagaimana dengan transaksi tukar aset kripto (swap)? Merujuk aturan, swap tetap dikenai PPh 0,21% berdasarkan nilai konversi rupiah, meski tanpa aliran fiat. Regulasi baru juga membawa dampak strategis bagi investor pemula atau anak muda.
Penghapusan PPN membuat pembelian pertama lebih terjangkau untuk mereka yang punya modal terbatas. Di sisi lain, kenaikan PPh berpotensi mengurangi frekuensi trading aktif karena margin keuntungan menyusut. PPh kripto (0,21%) dibanding saham (0,1%) juga berpotensi mengurangi daya saing platform lokal.
Baca Juga: US$60 Miliar Mengalir ke Kripto: Tanda Bull Market atau Sekadar Euforia?
Lalu bagaimana investor dapat menyikapi hal ini? Riset TrenAsia menemukan bahwa shift ke platform luar negeri dapat jadi pilihan. Namun hal ini dapat mendorong capital outflow ke exchange global, menurut Fasset Indonesia.
Selain itu, anak muda perlu lebih mendalami analisis fundamental karena profit harus menutup biaya transaksi lebih tinggi. Investor dapat memanfaatkan sumber seperti CoinMarketCap dan kanal edukasi kripto berizin untuk pahami fundamental.
Lebih lanjut, investor dapat memanfaatkan pembebasan PPN untuk akumulasi aset berkualitas (blue-chip crypto) dengan horizon investasi >1 tahun.
Industri kripto di dalam negeri diketahui terus meningkat. Aktivitas aset kripto terus tumbuh. Terbukti dengan jumlah pedagang aset kripto yang mencapai 14,78 juta konsumen pada Mei 2025, naik dibanding April 2025 sebanyak 14,16 juta konsumen. Nilai transaksi juga telah menyentuh Rp49,57 triliun, naik dari transaksi April sebesar Rp35,61 triliun.
Hal ini mengindikasikan potensi pasar tetap kuat meski ada perubahan pajak, asalkan investor adaptif dengan strategi baru. Bagi generasi muda, kebijakan ini menuntut pendekatan investasi lebih cermat, dengan fokus pada long-term holding dan pemanfaatan platform lokal yang patuh regulasi.

Chrisna Chanis Cara
Editor
