Tren Pasar

IHSG Terkoreksi Ditekan Saham Bank, Sentimen Pasar Dibayangi Dua Prospek Ekonomi

  • IHSG melemah tipis ke 7.222 pada 11 Juni 2025 ditekan saham bank, di tengah dua prospek ekonomi yang berbeda dan rekomendasi saham konsumer.
Ilustrasi Bursa - Panji 6.jpg
Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis 12 Januari 2023. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia (trenasia.com)

JAKARTA - Laju kencang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama tiga hari beruntun harus terhenti pada perdagangan Rabu, 11 Juni 2025. Indeks ditutup melemah tipis 0,11% atau 8,29 poin ke level 7.222,46. Namun, saham emiten konsumer dan farmasi bisa menjadi piliha di tengah dua prospek ekonomi yang membayangi pasar.

Asal tahu saja, pelemahan IHSG ini terjadi di tengah aksi jual investor asing pada saham-saham perbankan berkapitalisasi besar. Meskipun secara total investor asing mencatatkan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp79,04 miliar, namun di pasar reguler terjadi penjualan bersih (net sell) Rp59,77 miliar.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, aksi jual bersih asing ini menyasar raksasa perbankan seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang dilepas asing senilai Rp330,23 miliar dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp132,4 miliar.

Di sisi lain, minat beli asing justru tertuju pada saham emiten Grup Bakrie, PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), yang diborong senilai Rp335,12 miliar. Tidak ketinggalan, saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) juga diminati dengan net buy Rp223,69 miliar.

Meski IHSG melemah, mayoritas atau sepuluh dari sebelas indeks sektoral justru berhasil menguat, dipimpin oleh sektor barang baku yang melonjak 2%. Pelemahan indeks hari ini terutama ditekan oleh sektor keuangan yang terkoreksi 0,30%.

Ancaman Perlambatan Global

Kondisi pasar domestik ini berbeda dengan mayoritas bursa di kawasan Asia yang justru ditutup di zona hijau. Indeks Nikkei (Jepang) tercatat menguat 0,49% ke level 38.398,00, indeks Hang Seng (Hong Kong) naik 0,84% ke posisi 24.366,31, dan indeks Straits Times (Singapura) terapresiasi 0,37% ke level 3.919,09.

Pilarmas Investindo Sekuritas memandang dinamika ini bahwa kondisi pasar khawatir terhadap pemangkasan proyeksi ekonomi terbaru oleh Bank Dunia. Ini memberikan gambaran potensi perlambatan ekonomi Indonesia dalam dua tahun ke depan.

Pilarmas bilang, laporan Prospek Ekonomi Global Bank Dunia edisi Juni 2025 memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 dan 2026 akan berada di bawah 5%, yaitu masing-masing sebesar 4,7% dan 4,8%.

Pemangkasan proyeksi ini, lanjut Pilarmas, merupakan dampak dari gejolak ketegangan dagang global, perang tarif, serta ketidakpastian kebijakan dunia. “Sehingga ekonomi nasional dapat menghadapi tantangan dalam mencapai target pertumbuhan,” tulis Pilarmas dalam risetnya pada 11 Juni 2025.

Peluang dari Stabilitas Domestik

Kendati begitu, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubruto, mengatakan bahwa pasar juga akan mendapatkan stabilitas nilai tukar Rupiah, yang pada gilirannya menjadi katalis positif bagi sejumlah sektor emiten. 

Info saja, nilai tukar rupiah melanjutkan penguatan terhadap dolar AS pada perdagangan hari ini. Kurs rupiah spot, misalnya, ditutup menguat 0,09% ke Rp16.260, sementara kurs referensi Jisdor Bank Indonesia terapresiasi 0,07% ke level Rp16.265 per dolar AS.

Rully pun menyoroti posisi cadangan devisa (cadev) pada akhir Mei 2025 tercatat sebesar US$152 miliar, angka yang hampir tidak berubah dibandingkan bulan April. “Stabilitas ini menjadi penanda positif setelah sebelumnya cadev sempat turun US$4,6 miliar akibat tingginya volatilitas global,” jelasnya dalam riset pada 11 Juni 2025.

Stabilitas ini juga didukung oleh tren pelemahan dolar AS, di mana indeks DXY konsisten berada di bawah level 100, serta berkurangnya kebutuhan Bank Indonesia untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing.

"Dengan Rupiah yang diproyeksikan akan tetap stabil dalam jangka pendek hingga menengah, sektor-sektor yang bergantung pada impor, terutama barang konsumsi, akan diuntungkan dari biaya impor yang lebih rendah dan visibilitas margin yang lebih baik," tambah Rully.

Berbagai faktor tersebut, Mirae Asset merekomendasikan investor untuk membidik peluang pada saham sektor konsumer dan farmasi, dengan menunjuk PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) sebagai pilihan utama.