Tren Pasar

Emas Kembali Terbang, Bagaimana Investor Menyikapinya?

  • Fenomena ini kembali memunculkan pertanyaan klasik di kalangan investor, apakah ini saat yang tepat untuk membeli emas, atau justru menjualnya?
Emas.
Emas. (REUTERS/Neil Hall)

JAKARTA, TRENASIA.ID - Harga emas kembali mencatat lonjakan tajam, menembus level psikologis US$4.100 per ons untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir. 

Kenaikan ini terjadi seiring penguatan bursa Asia dan rebound tajam indeks teknologi Nasdaq di Wall Street. Fenomena ini kembali memunculkan pertanyaan klasik di kalangan investor, apakah ini saat yang tepat untuk membeli emas, atau justru menjualnya?

Pasar saham Asia dibuka menguat pada Selasa, 11 November 2025, setelah meningkatnya optimisme bahwa kebuntuan anggaran pemerintahan Amerika Serikat akan segera berakhir. 

Indeks Kospi Korea Selatan melonjak 2,1%, Nikkei Jepang naik 0,7%, sementara pasar saham Hong Kong dan China juga dibuka lebih tinggi. Kontrak berjangka S&P 500 di Wall Street naik tipis 0,1%, menandakan optimisme investor terhadap perkembangan politik di Washington. 

Harapan tersebut muncul setelah rancangan kesepakatan pendanaan federal AS berhasil melewati tahap awal di Senat pada Minggu malam, menandakan peluang besar berakhirnya shutdown dalam waktu dekat.

Baca juga : Pandangan Kepala BRIN Arif Satria Soal Penguatan Riset Daerah

Mengapa Emas Naik?

Harga emas melonjak hampir 3% pada perdagangan Senin malam waktu AS dan bertahan kuat di atas US$4.100 per ons pada Selasa pagi waktu Asia.

Lonjakan ini dipicu oleh meningkatnya ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga lebih cepat apabila kebuntuan politik AS selesai dan publikasi data ekonomi kembali normal. 

Menurut Vasu Menon, analis senior dari OCBC Singapore, kenaikan ini juga menunjukkan investor mulai kembali mencari aset lindung nilai (safe haven) di tengah ketidakpastian ekonomi dan politik global, dikutip dari Reuters, Selasa 11 November 2025. 

Dalam situasi seperti ini, emas kembali menjadi aset favorit untuk melindungi kekayaan dari fluktuasi pasar. Kenaikan harga emas beriringan dengan pemulihan tajam indeks teknologi Nasdaq, yang naik 2,3% dan mencatatkan lonjakan harian terbesar dalam beberapa bulan terakhir. 

Sebelumnya, indeks tersebut sempat melemah karena kekhawatiran investor terhadap valuasi tinggi dan profitabilitas saham-saham berbasis kecerdasan buatan (AI). 

Di sisi lain, indeks S&P 500 turut menguat 1,54%, menandai kenaikan tertingginya sejak pertengahan Oktober 2025. Kinerja positif ini menandakan kembalinya selera risiko (risk appetite) investor setelah beberapa pekan dilanda ketidakpastian.

Vasu Menon juga menerangkan kenaikan harga emas kali ini didorong oleh kombinasi faktor optimisme pasar dan ekspektasi terhadap kebijakan moneter yang lebih longgar. “Pasar bereaksi positif terhadap kabar kemajuan pembahasan anggaran AS. Tapi euforia ini mungkin terlalu dini,” ujarnya. 

Menon menambahkan, jika shutdown benar-benar berakhir, publikasi data ekonomi akan kembali normal dan bisa membuka peluang pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Kondisi suku bunga yang lebih rendah biasanya memperkuat daya tarik emas karena biaya peluang memegang aset tanpa imbal hasil menjadi lebih kecil.

Baca juga : FUTR Genjot Tiga Pilar Energi Hijau: Geotermal, PLTS, dan Bursa Karbon

Waktunya Ambil Posisi?

Menurut Jack Chambers dari ANZ Sydney, pembukaan kembali pemerintahan AS tidak akan memicu aksi jual besar di pasar obligasi karena investor sudah memperkirakan sejak awal bahwa shutdown hanya bersifat sementara. 

Ia menilai ketidakpastian politik di Washington masih akan terus membayangi sentimen pasar global dalam beberapa pekan ke depan, terutama menjelang pembahasan ulang anggaran dan kebijakan fiskal yang lebih luas. 

Kondisi ini membuat investor cenderung mempertahankan posisi mereka pada aset lindung nilai seperti emas dan obligasi jangka panjang. Chambers menambahkan bahwa selama volatilitas politik dan arah kebijakan moneter AS belum pasti, minat terhadap aset safe haven seperti emas akan tetap tinggi.

Namun, sejumlah analis memperingatkan bahwa reli harga emas bisa menghadapi tekanan jika The Fed menunda pemangkasan suku bunga atau jika data ekonomi AS menunjukkan penguatan signifikan pada inflasi dan pasar tenaga kerja. Skenario tersebut dapat memperkuat dolar AS dan mendorong imbal hasil obligasi naik, yang secara historis menjadi faktor negatif bagi harga emas.

Bagi investor jangka panjang, lonjakan harga emas ini kembali mempertegas perannya sebagai instrumen lindung nilai terhadap ketidakpastian global, baik yang bersumber dari kebijakan moneter, geopolitik, maupun gejolak pasar modal. 

Di sisi lain, trader jangka pendek perlu berhati-hati terhadap potensi aksi ambil untung (profit-taking) di kisaran US$4.100-4.150 per ons, yang saat ini menjadi level resistensi psikologis penting. 

Jika shutdown AS benar-benar berakhir dan dolar kembali menguat, harga emas berpotensi terkoreksi ke bawah dalam waktu dekat. 

Sebaliknya, bila ketidakpastian politik berlanjut dan ekspektasi pemangkasan suku bunga semakin menguat, logam mulia ini bisa menembus rekor baru pada akhir 2025, memperpanjang tren bullish yang telah berlangsung sejak awal tahun.