Efek Proyek BYD di Saham SSIA: Picu Kolaborasi Konglomerat Djarum dan Prajogo Pangestu?
- Efek ganda Subang Smartpolitan: sukses gaet raksasa EV BYD, kini pikat konglomerat Djarum & Prajogo Pangestu. Simak potensi kolaborasinya.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Proyek kawasan industri Subang Smartpolitan milik PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) kini telah memasuki babak baru. Setelah sukses menggaet pabrik terbesar mobil BYD di Asia, proyek ini kini menjadi pusat perhatian dua konglomerat terbesar di Indonesia: Prajogo Pangestu dan Djarum Group.
Yang menarik, kedua konglomerat ini bukanlah untuk mengambil alih kendali perusahaan. Sebaliknya, mereka tertarik untuk berkolaborasi dalam membuka sumber-sumber pendapatan baru (unlocking value) yang ada di dalam ekosistem Subang Smartpolitan.
Fenomena ini menciptakan efek ganda yang sangat kuat bagi prospek SSIA. Lantas, sedalam apa peran BYD sebagai magnet, dan seperti apa bentuk kolaborasi yang diincar oleh Djarum dan Prajogo? Mari kita bedah tuntas.
1. BYD sebagai Katalisator Kesuksesan
Peran fundamental BYD sebagai anchor tenant tidak bisa diremehkan. Kehadiran pabrik dengan kapasitas 150.000 mobil per tahun ini tidak hanya mengisi lahan, tetapi juga menciptakan permintaan masif untuk infrastruktur, energi, dan layanan pendukung.
Keberhasilan menarik BYD ini menjadi bukti nyata (proof of concept) yang memicu gelombang minat berikutnya, termasuk dari investor Tiongkok lainnya. Hal ini sejalan dengan data yang menyebut bahwa permintaan tinggi ini telah menaikkan harga properti industri di kawasan tersebut sebesar 15-25%.
2. Kolaborasi Strategis dengan Konglomerat
Melihat adanya peluang tersebut Prajogo Pangestu dan Djarum Group perlahan mulai memungut lot demi lot saham SSIA. Prajogo Pangestu diperkirakan telah mencapai 13,07% melalui PT Chandra Asri Pasifik Tbk (TPIA) dan Henan Putihrai Asset Management (HPAM), sedangkan Djarum Group memiliki 10,21% melalui PT Dwimuria Investama Andalan.
Kendati demikian, Presiden Direktur SSIA, Johannes Suriadjaja, dalam earnings call yang digelar pada Rabu, 20 Agustus 2025, menegaskan bahwa minat keduanya bukan untuk menguasai perusahaan. “Saya rasa sih mereka tidak sampai controlling,” katanya.
Sebaliknya, minat mereka tertuju pada potensi kolaborasi pada aset-aset strategis SSIA, terutama di Subang Smartpolitan. “Jadi di situlah kolaborasi mungkin akan terjadi,” ungkap Johannes, membuka pintu bagi sinergi di masa depan.
3. Unlocking Value: Arena Kolaborasi di Subang Smartpolitan
Lalu, apa sebenarnya yang akan dikolaborasikan? Dalam earnings call tersebut, Johannes Suriadjaja menekankan bahwa masih banyak peluang untuk meningkatkan pendapatan berulang (recurring income), tidak hanya dari penjualan lahan. Arena kolaborasi utamanya adalah di bisnis energi, konstruksi, dan utilitas.
Contoh paling konkret adalah di bisnis energi. Subang Smartpolitan ternyata telah mengantongi lisensi untuk menjadi produsen listrik independen, mirip dengan PT Cikarang Listrindo Tbk (POWR). Peluang ini sangat relevan untuk memenuhi kebutuhan energi masif dari tenant seperti BYD.
4. Fokus Baru di Energi Terbarukan
Di dalam lisensi produsen listrik independen tersebut, SSIA juga secara paralel sedang mengembangkan pembangkit energi terbarukan. Johannes Suriadjaja secara spesifik mengonfirmasi hal ini dalam earnings call yang sama.
Langkah ini sangat strategis, sejalan dengan citra Subang Smartpolitan sebagai kawasan industri modern dan ramah lingkungan. “Yang jelas pembangkit solar panel adalah salah satu dari proyek kita sedang in-progress,” ungkapnya.
5. Pandangan Analis Phintraco Sekuritas
Sementara itu, Research Analyst Phintraco Sekuritas, Nurwachidah dan Zerafim Emmanuel Sharon, juga menyoroti fokus strategis SSIA pada pengembangan Subang Smartpolitan. Mereka mencatat bahwa perusahaan tidak lagi memiliki rencana untuk mengembangkan kawasan industri Karawang.
Riset tersebut juga menggarisbawahi keunggulan lokasi Subang Smartpolitan yang terkoneksi langsung dengan berbagai infrastruktur vital. “Konektivitas Pelabuhan Patimban yang akan menjadi gerbang ekspor utama produk otomotif dinilai sangat sejalan dengan jadwal operasi BYD,” papar keduanya dalam risetnya pada Kamis, 21 Agustus 2025.
Dengan valuasi PBV 2.05x yang lebih rendah dari rata-rata sektor, saham SSIA dinilai masih menarik. Kehadiran BYD dan potensi kolaborasi dengan konglomerat besar menjadi katalis utama yang akan terus mendorong prospek perusahaan ke depan.

Alvin Bagaskara
Editor
