Tren Pasar

Bitcoin Anjlok Jelang November Ajaib, Harapan Rebound Masih Ada?

  • Bitcoin longsor tajam akibat sentimen The Fed. Namun, data historis November Ajaib beri sinyal rebound. Pahami analisis dua sisi ini.
<p>Ilustrasi bitcoin / Pixabay</p>

Ilustrasi bitcoin / Pixabay

(Istimewa)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Harga Bitcoin (BTC) kembali 'longsor' tajam, anjlok 1,7% dalam 24 jam terakhir ke posisi US$108.200 pada Jumat pagi, 31 Oktober 2025. Pelemahan ini bukan sekadar koreksi biasa, melainkan sebuah 'badai sempurna' yang dipicu oleh tiga pukulan beruntun yang menghantam pasar secara bersamaan.

Pukulan pertama datang dari 'sabda' Ketua The Fed, Jerome Powell, yang mengguncang ekspektasi pasar. Pukulan kedua datang dari kegagalan teknikal di level support krusial. Dan pukulan ketiga datang dari 'pembantaian' likuidasi besar-besaran di pasar derivatif.

Fenomena 'tiga badai' ini sontak memicu sentimen risk-off dan melikuidasi para trader spekulatif. Lantas, sedalam apa 'luka' yang ditimbulkan dan bagaimana prospeknya ke depan? Mari kita bedah tuntas.

1. Hantu Makro dari The Fed dan Shutdown

'Biang kerok' utama kepanikan pasar adalah pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, yang menegaskan bahwa pemangkasan suku bunga pada Desember "bukan hal yang pasti." Komentar ini langsung memupus harapan pasar yang sebelumnya sudah memprediksi 70% peluang pemangkasan.

Sentimen ini diperparah oleh krisis politik di AS, di mana government shutdown telah berlangsung selama 30 hari dan berpotensi memecahkan rekor 35 hari.

“Ketidakpastian arah suku bunga dan tensi politik di AS menekan minat terhadap aset berisiko, termasuk kripto. Saat dolar menguat... Bitcoin kehilangan daya tarik jangka pendeknya,” ujar Fyqieh Fachrur, Analis Tokocrypto dalam risetnya pada Jumat, 31 Oktober 2025.

2. Jebolnya Benteng Pertahanan Teknikal

Di saat sentimen makro memburuk, 'benteng' pertahanan teknikal Bitcoin ikut 'jebol'. Harga BTC terkonfirmasi menembus tiga support penting sekaligus: level psikologis US$108.000, Exponential Moving Average (EMA) 200 hari di US$108.682, dan level Fibonacci retracement 23,6% di US$108.435.

Jebolnya tiga level krusial ini secara bersamaan memicu stop-loss dan aksi jual algoritmik yang memperparah kejatuhan harga.

Breakdown di area ini menjadi sinyal bearish jangka pendek. Jika BTC gagal menembus kembali di atas US103.000–US$104.000 bisa terjadi," lanjut Fyqieh.

3. Pembantaian di Pasar Derivatif

Dua pukulan pertama memicu 'pembantaian' di pasar derivatif. Data CoinGlass menunjukkan lebih dari US$1,1 miliarposisi derivatif kripto dilikuidasi dalam 24 jam terakhir. Dari jumlah tersebut, US$268 juta di antaranya adalah posisi long Bitcoin yang 'terbakar'.

Ini adalah pelepasan leverage besar-besaran oleh para trader spekulatif. Kenaikan open interest sebesar 4,7% dan funding rate yang negatif semakin mempertegas bahwa sentimen bearish dan tekanan jual dari posisi short baru kini mendominasi pasar.

4. Momentum November Ajaib

Meskipun situasi jangka pendek tampak suram, harapan justru muncul dari data historis. November secara tradisional sering kali menjadi periode reli kripto. Data 12 tahun terakhir menunjukkan bulan November memiliki rata-rata kenaikan harga Bitcoin sebesar 46%.

Fyqieh menilai peluang pemulihan masih terbuka. Jika The Fed mulai memberi sinyal pelonggaran dan tensi dagang AS-China stabil, rebound masih mungkin terjadi.

“Jika The Fed mulai memberi sinyal pelonggaran likuiditas... Bitcoin berpotensi rebound menuju US$120.000 dalam jangka menengah,” ujarnya.

5. Apa Artinya Ini Bagi Investor?

Bagi investor, kejatuhan harga kali ini adalah konfirmasi bahwa Bitcoin masih sangat sensitif terhadap tiga faktor: kebijakan makro, level teknikal krusial, dan spekulasi di pasar derivatif.

Meskipun momentum bullish jangka panjang dari akumulasi institusional masih utuh, 'badai sempurna' jangka pendek ini terbukti mampu memicu koreksi tajam. Investor kini dihadapkan pada pertaruhan antara 'November ajaib' melawan ketidakpastian kebijakan The Fed.