Tren Pasar

Biaya Pendidikan Naik 15 Persen per Tahun, Pilih Investasi Saham, Reksa Dana atau Obligasi?

  • Kenaikan biaya pendidikan di Indonesia mencapai 10–15% per tahun. Orang tua perlu strategi investasi cerdas melalui saham, obligasi, dan reksa dana agar dana pendidikan anak tercukupi.
Santunan Podomoro Vimala - Panji 2.jpg
Pendiri Agung Podomoro Group Trihatma Kusuma Haliman (tengah) bersama Maria Trihatma (kanan), didampingi Ketua Yayasan Hikmatus Sholawat, R.H.M. Eddy Syafruddin dalam kegiatan penyerahan bantuan kepada para siswa Yayasan Pendidikan dan Sosial Hikmatus Sholawat di kawasan Vimala Hills Villa & Resort, Ciawi, Bogor, Rabu 12 Februari 2025. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia (trenasia.com)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Setiap orang tua tentu ingin memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Namun, impian tersebut tidak lepas dari tantangan besar: biaya pendidikan yang terus meningkat setiap tahun. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan survei sejumlah lembaga keuangan menunjukkan kenaikan biaya pendidikan di Indonesia berkisar 10% hingga 15% per tahun. Artinya, jika saat ini biaya masuk universitas ternama mencapai Rp100 juta, dalam 10 tahun nilainya bisa lebih dari dua kali lipat.

Kondisi ini menegaskan pentingnya perencanaan dana pendidikan yang matang. Bukan sekadar menabung, tetapi mengelola dana agar mampu mengejar laju inflasi pendidikan. Tabungan konvensional saja tidak cukup. Orang tua perlu mempertimbangkan instrumen investasi yang tepat, mulai dari saham, obligasi, hingga reksa dana.

Saham menawarkan potensi imbal hasil tinggi dalam jangka panjang, tetapi risikonya juga besar karena volatilitas harga. Obligasi, terutama yang diterbitkan pemerintah, cenderung lebih aman dan memberikan kupon berkala, meski keuntungannya lebih rendah dibanding saham. 

Sementara reksa dana hadir sebagai alternatif yang lebih fleksibel, karena dikelola oleh manajer investasi dan bisa dimulai dengan nominal kecil, meski tetap memiliki risiko fluktuasi nilai unit.

Pemilihan instrumen investasi harus mempertimbangkan usia anak, jangka waktu hingga kebutuhan dana tiba, serta profil risiko orang tua. Misalnya, jika anak masih balita dan dana dibutuhkan 15–18 tahun mendatang, porsi saham bisa lebih dominan. 

Namun, jika waktu tersisa hanya lima tahun, kombinasi reksa dana pendapatan tetap dan pasar uang menjadi pilihan lebih aman. Diversifikasi investasi menjadi kunci untuk menyeimbangkan risiko dan potensi pertumbuhan.

Kesalahan umum yang kerap terjadi adalah menunda perencanaan hingga anak memasuki usia sekolah, hanya mengandalkan tabungan bank, atau salah kaprah menganggap asuransi pendidikan sudah cukup. Padahal, asuransi berfungsi sebagai proteksi, bukan instrumen investasi.

Pemerataan literasi keuangan menjadi langkah penting. Orang tua perlu meningkatkan pemahaman soal investasi dan manajemen risiko, baik melalui buku, seminar, maupun platform digital. Melibatkan anak dalam diskusi finansial juga berguna untuk menanamkan nilai pentingnya perencanaan keuangan sejak dini.

Perencanaan dana pendidikan adalah bentuk nyata tanggung jawab orang tua untuk masa depan anak. Dengan strategi yang tepat, mulai dari menghitung kebutuhan dana, menentukan instrumen investasi, hingga melakukan evaluasi berkala, keluarga bisa memastikan anak-anak memiliki akses pada pilihan pendidikan terbaik. Masa depan yang cerah berawal dari keputusan finansial yang bijak hari ini.